Ketika Bung Karno Memaksa Belanda Pikul Sepeda
A
A
A
DUA hari ke depan, negeri ini akan menghelat pesta besar yang diikuti semua kalangan, termasuk tua atau muda, miskin ataupun kaya.
Pesta yang akan berlangsung pada 17 Agustus nanti merupakan hari paling bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Tapi pernahkah di saat kita memperingati Hari Kemerdekaan kita merenung sejenak apa arti pesta peringatan kemerdekaan? Kalau pernah apa yang kita peroleh?
Siapapun akan mengamini jika kemerdekaan yang kita nikmati sekarang ini tentu tidak didapat dengan mudah. Pejuang-pejuang terdahulu mendapatkannya setelah berkorban dengan cucuran darah dan jiwa-raga.
Ada beberapa nama yang menjadi aktor atau tokoh utama di balik Proklamasi Kemerdekaan RI. Salah satu tokoh sentral tersebut adalah Presiden RI pertama Soekarno dan wakilnya M Hatta.
Cerita Pagi kali ini akan mengungkap satu dari puluhan cerita unik Bung Karno saat berjuang bersama rakyat Indonesia untuk merdeka.
Ir Soekarno yang memiliki nama asli Koesno Sosrodihardjo lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901. Soekarno yang juga dikenal dengan panggilan Bung Karno menjabat presiden pertama Indonesia pada periode 1945-1966.
Di balik sosoknya yang tegas dan berwibawa ternyata ada cerita unik dan menarik pada sosok beliau. Salah satunya saat Bung Karno memaksa polisi Belanda memikul sepedanya.
Ibu Negara pertama, Fatmawati mengakui kadang kala ada kelucuan dari pembawaan Soekarno. Bila Bung Karno sudah melucu, Fatmawati mengaku sering kali dibuat terpingkal-pingkal.
Menurut Fatmawati, Bung Karno senang berkelakar dan bercerita yang lucu. Meski begitu, kelucuan Bung Karno bukanlah kelucuan seorang badut, tapi sikap eksentrik seorang pemikir.
Suatu ketika kata Fatmawati, saat itu Bung Karno dibuntuti polisi Belanda. Bung Karno tahu kalau dirinya selalu diikuti serdadu Belanda. Sedikit saja Bung Karno melanggar hukum, Belanda dengan cepat mengirimnya ke dalam bui.
Justru karena tahu polisi Belanda tidak boleh melepaskan pandangannya untuk terus mengikuti jejak Proklamator Kemerdekaan RI itu, maka Bung Karno sering kali mempermainkan polisi Belanda.
Waktu itu, Bung Karno sedang bersepeda, tiba-tiba seorang polisi mengikutinya dari belakang. Bung Karno sengaja tidak mempercepat laju sepedanya. Dia menggenjot dengan santai saja. Polisi Belanda itu pun santai pula mengikuti dari kejauhan.
Tiba-tiba timbul pikiran Bung Karno membuat polisi itu repot. Di tepi persawahan, Bung Karno berhenti dan meninggalkan sepedanya begitu saja.
Bung Karno kemudian berjalan meniti pematang, menuju suatu perkampungan yang agak jauh letaknya, dimana terdapat rumah seorang temannya. Bung Karno meninggalkan sepedanya karena tahu sepedanya tidak akan ada yang mengambil.
“Tapi Bung Karno tahu polisi itu tidak berani membiarkan dirinya lepas dari pandangannya. Dia wajib menguntit Soekarno terus,” cerita Fatmawati dikutip dari buku Bung Karno Masa Muda, Penerbit: Pustaka Yayasan Antar Kota, Jakarta, 1978.
Lantaran polisi Belanda takut sepedanya hilang, dia tidak mengikuti jejak Bung Karno yang meninggalkan begitu saja sepedanya di pinggir sawah.
Disiplin melarang polisi Belanda meninggalkan sepedanya di jalanan. Akhirnya terpaksa polisi itu harus memikul sepedanya meniti pematang sambil terseok-seok demi mengikuti Bung Karno. Sesekali polisi itu kejeblos masuk lumpur sawah dengan bebannya yang cukup berat.
Meski begitu, Sang Polisi tetap tidak berani membiarkan Bung Karno bebas berkeliaran di luar pengawasannya.
Sedangkan Bung Karno yang punya pikiran nakal itu, enak saja meniti pematang panjang menuju perkampungan. Dia dengan jalan lenggang kangkung, sementara di belakang Sang Polisi dengan geram mengikutinya.
Pesta yang akan berlangsung pada 17 Agustus nanti merupakan hari paling bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Tapi pernahkah di saat kita memperingati Hari Kemerdekaan kita merenung sejenak apa arti pesta peringatan kemerdekaan? Kalau pernah apa yang kita peroleh?
Siapapun akan mengamini jika kemerdekaan yang kita nikmati sekarang ini tentu tidak didapat dengan mudah. Pejuang-pejuang terdahulu mendapatkannya setelah berkorban dengan cucuran darah dan jiwa-raga.
Ada beberapa nama yang menjadi aktor atau tokoh utama di balik Proklamasi Kemerdekaan RI. Salah satu tokoh sentral tersebut adalah Presiden RI pertama Soekarno dan wakilnya M Hatta.
Cerita Pagi kali ini akan mengungkap satu dari puluhan cerita unik Bung Karno saat berjuang bersama rakyat Indonesia untuk merdeka.
Ir Soekarno yang memiliki nama asli Koesno Sosrodihardjo lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901. Soekarno yang juga dikenal dengan panggilan Bung Karno menjabat presiden pertama Indonesia pada periode 1945-1966.
Di balik sosoknya yang tegas dan berwibawa ternyata ada cerita unik dan menarik pada sosok beliau. Salah satunya saat Bung Karno memaksa polisi Belanda memikul sepedanya.
Ibu Negara pertama, Fatmawati mengakui kadang kala ada kelucuan dari pembawaan Soekarno. Bila Bung Karno sudah melucu, Fatmawati mengaku sering kali dibuat terpingkal-pingkal.
Menurut Fatmawati, Bung Karno senang berkelakar dan bercerita yang lucu. Meski begitu, kelucuan Bung Karno bukanlah kelucuan seorang badut, tapi sikap eksentrik seorang pemikir.
Suatu ketika kata Fatmawati, saat itu Bung Karno dibuntuti polisi Belanda. Bung Karno tahu kalau dirinya selalu diikuti serdadu Belanda. Sedikit saja Bung Karno melanggar hukum, Belanda dengan cepat mengirimnya ke dalam bui.
Justru karena tahu polisi Belanda tidak boleh melepaskan pandangannya untuk terus mengikuti jejak Proklamator Kemerdekaan RI itu, maka Bung Karno sering kali mempermainkan polisi Belanda.
Waktu itu, Bung Karno sedang bersepeda, tiba-tiba seorang polisi mengikutinya dari belakang. Bung Karno sengaja tidak mempercepat laju sepedanya. Dia menggenjot dengan santai saja. Polisi Belanda itu pun santai pula mengikuti dari kejauhan.
Tiba-tiba timbul pikiran Bung Karno membuat polisi itu repot. Di tepi persawahan, Bung Karno berhenti dan meninggalkan sepedanya begitu saja.
Bung Karno kemudian berjalan meniti pematang, menuju suatu perkampungan yang agak jauh letaknya, dimana terdapat rumah seorang temannya. Bung Karno meninggalkan sepedanya karena tahu sepedanya tidak akan ada yang mengambil.
“Tapi Bung Karno tahu polisi itu tidak berani membiarkan dirinya lepas dari pandangannya. Dia wajib menguntit Soekarno terus,” cerita Fatmawati dikutip dari buku Bung Karno Masa Muda, Penerbit: Pustaka Yayasan Antar Kota, Jakarta, 1978.
Lantaran polisi Belanda takut sepedanya hilang, dia tidak mengikuti jejak Bung Karno yang meninggalkan begitu saja sepedanya di pinggir sawah.
Disiplin melarang polisi Belanda meninggalkan sepedanya di jalanan. Akhirnya terpaksa polisi itu harus memikul sepedanya meniti pematang sambil terseok-seok demi mengikuti Bung Karno. Sesekali polisi itu kejeblos masuk lumpur sawah dengan bebannya yang cukup berat.
Meski begitu, Sang Polisi tetap tidak berani membiarkan Bung Karno bebas berkeliaran di luar pengawasannya.
Sedangkan Bung Karno yang punya pikiran nakal itu, enak saja meniti pematang panjang menuju perkampungan. Dia dengan jalan lenggang kangkung, sementara di belakang Sang Polisi dengan geram mengikutinya.
(ilo)