Warga Negara Mesir 7 Bulan Terlantar di Purwakarta
A
A
A
PURWAKARTA - Ahmad (28) seorang warga negara Mesir terlantar di Kabupaten Purwakarta. Sudah lebih tujuh bulan pria berwajah tampan dan berkulit putih ini tinggal di salah satu rumah penduduk di Kampung Ciletak, Desa Gandasoli, Kecamatan Plered.
Ahmad mengaku kehabisan onglos pulang dan bingung harus meminta bantuan kepada siapa untuk kembali ke negaranya.
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Ahmad terpaksa harus rela memungut sampah dan barang-barang bekas untuk dijual.
Dari informasi yang didapat terdamparnya Ahmad di Indonesia bermula dari kisah cinta Ahmad dengan Rohmat (30) warga Kampung Ciletak, Desa Gandasoli, Plered, Purwakarta.
Hampir setahun lalu, keduanya bertemu saat bekerja di negara Timur Tengah, Abu Dhabi.
Dari pertemuan itu, keduanya menikah. Karena masa kerjanya habis di negara timur tengah, Rohmat akhirnya pulang ke tanah air.
Belakangan, Ahmad yang ditinggal di negara penghasil minyak itu juga ikut menyusul istri tercintanya.
Dua bulan berikutnya setelah berada di Indonesia, Ahmad berniat kembali pulang ke negaranya. Sejumlah uang telah dikirimkan dari keluarganya untuk biaya perjalanannya ke Mesir.
Namun, bukannya mendapat tiket, uang yang disetorkan Ahmad kepada seseorang yang dipercaya mengurusnya malah lenyap.
Hingga akhirnya hingga kini Ahmad tidak bisa pulang. Sementara pihak keluarga di Mesir tidak lagi mempercayainya.
Derita Ahmad tak berhenti disitu. Dua bulan berikutnya, sang istri Rohmat justru meninggalkannya. Ia kembali bertolak ke Abu Dhabi dengan dalih untuk mencari biaya ongkos suami pulang ke Mesir.
"Anak saya pergi lagi ke Mesir. Soalnya di rumah tidak ada penghasilan,"ujar orang tua Rohmat, Intan (45), Selasa (22/7/2014).
Kini, Ahmad beserta anak laki-lakinya yang masih berusia 10 tahun tinggal bersama mertuanya di Desa Gandasoli. Ketidakmampuan Ahmad berbicara dalam bahasa Indonesia menjadi kendala tersendiri.
Komunikasi Ahmad hanya terbangun saat ada penerjemah yang kebetulan eks pekerja Saudi.
"Karena kami juga keluarga tidak mampu, Ahmad kadang bekerja alakadarnya, termasuk memungut sampah," keluhnya.
Saat dikonfirmasi, Ahmad merengek ingin pulang. Ia rela bekerja apa saja yang penting bisa makan dan menghidupi anak semata wayangnya. Lebihnya, untuk biaya pulang ke negaranya, Mesir.
"Intinya saya ingin pulang. Kalau perlu, segera deportasi saya ke Mesir," aku Ahmad dengan logat Mesir.
Kepala Desa Gandasoli, Kecamatan Plered, Dahyar mengaku bingung dengan keberadaan Ahmad di desanya.
Ia juga mengaku telah melaporkan hal itu ke pihak pemerintah setempat. Soal nasib Ahmad yang kesulitan uang, Dahyar mengaku tak bisa berbuat banyak.
"Soalnya kalau disuruh kerja saya khawatir malah disangka mempekerjakan warga Asing. Ya bingung kami juga gak bisa berbuat apa-apa," ujar Dahyar.
Ahmad mengaku kehabisan onglos pulang dan bingung harus meminta bantuan kepada siapa untuk kembali ke negaranya.
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Ahmad terpaksa harus rela memungut sampah dan barang-barang bekas untuk dijual.
Dari informasi yang didapat terdamparnya Ahmad di Indonesia bermula dari kisah cinta Ahmad dengan Rohmat (30) warga Kampung Ciletak, Desa Gandasoli, Plered, Purwakarta.
Hampir setahun lalu, keduanya bertemu saat bekerja di negara Timur Tengah, Abu Dhabi.
Dari pertemuan itu, keduanya menikah. Karena masa kerjanya habis di negara timur tengah, Rohmat akhirnya pulang ke tanah air.
Belakangan, Ahmad yang ditinggal di negara penghasil minyak itu juga ikut menyusul istri tercintanya.
Dua bulan berikutnya setelah berada di Indonesia, Ahmad berniat kembali pulang ke negaranya. Sejumlah uang telah dikirimkan dari keluarganya untuk biaya perjalanannya ke Mesir.
Namun, bukannya mendapat tiket, uang yang disetorkan Ahmad kepada seseorang yang dipercaya mengurusnya malah lenyap.
Hingga akhirnya hingga kini Ahmad tidak bisa pulang. Sementara pihak keluarga di Mesir tidak lagi mempercayainya.
Derita Ahmad tak berhenti disitu. Dua bulan berikutnya, sang istri Rohmat justru meninggalkannya. Ia kembali bertolak ke Abu Dhabi dengan dalih untuk mencari biaya ongkos suami pulang ke Mesir.
"Anak saya pergi lagi ke Mesir. Soalnya di rumah tidak ada penghasilan,"ujar orang tua Rohmat, Intan (45), Selasa (22/7/2014).
Kini, Ahmad beserta anak laki-lakinya yang masih berusia 10 tahun tinggal bersama mertuanya di Desa Gandasoli. Ketidakmampuan Ahmad berbicara dalam bahasa Indonesia menjadi kendala tersendiri.
Komunikasi Ahmad hanya terbangun saat ada penerjemah yang kebetulan eks pekerja Saudi.
"Karena kami juga keluarga tidak mampu, Ahmad kadang bekerja alakadarnya, termasuk memungut sampah," keluhnya.
Saat dikonfirmasi, Ahmad merengek ingin pulang. Ia rela bekerja apa saja yang penting bisa makan dan menghidupi anak semata wayangnya. Lebihnya, untuk biaya pulang ke negaranya, Mesir.
"Intinya saya ingin pulang. Kalau perlu, segera deportasi saya ke Mesir," aku Ahmad dengan logat Mesir.
Kepala Desa Gandasoli, Kecamatan Plered, Dahyar mengaku bingung dengan keberadaan Ahmad di desanya.
Ia juga mengaku telah melaporkan hal itu ke pihak pemerintah setempat. Soal nasib Ahmad yang kesulitan uang, Dahyar mengaku tak bisa berbuat banyak.
"Soalnya kalau disuruh kerja saya khawatir malah disangka mempekerjakan warga Asing. Ya bingung kami juga gak bisa berbuat apa-apa," ujar Dahyar.
(sms)