Kisah Gubernur Sumut yang Bercita-cita Jadi Tentara

Minggu, 29 Juni 2014 - 05:05 WIB
Kisah Gubernur Sumut...
Kisah Gubernur Sumut yang Bercita-cita Jadi Tentara
A A A
DILAHIRKAN dari keluarga kelas menengah di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah, Gatot Pujo Nugroho yang kini menjabat Gubernur Sumatera Utara (Sumut), menghabiskan masa kecil dan remajanya di Magelang. Dia juga sempat tinggal di Bandung, hingga akhirnya pindah dan menetap di Sumatera Utara.

Gatot merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Juli Tjokro Wardoyo dan Sulastri. Sang ayah yang purnawirawan TNI AD dan berpangkat akhir Pembantu Letnan Satu, mendidik Gatot kecil dengan nilai-nilai disiplin yang ketat.

Sedang sang ibu yang aktif dalam kegiatan keagamaan, pernah menjadi ketua pengajian kaum ibu di lingkungan rumahnya. Dari sang ibu inilah, Gatot belajar agama dan sempat dijuluki kiai kecil oleh teman-temannya.

"Saya pernah bercita-cita ingin menjadi tentara. Kenapa saya ingin jadi tentara? Karena saya anak tentara," katanya, saat berbincang dengan Sindonews, di Gedung Sindo, Jakarta, Rabu 25 Juni 2014.

Ditambahkan dia, hal lain yang membuatnya ingin menjadi tentara adalah nilai disiplin dan semangat jiwa korsanya yang tinggi. Hal itu diakuinya, masih tertanam hingga kini, saat dia menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara.

Menurutnya, disiplin dan jiwa korsa itulah yang saat ini dibutuhkan Indonesia. Dengan disiplin, rakyat menjadi tertib, dan dengan jiwa korsa, rakyat akan memiliki semangat kebersamaan yang tinggi. Dari sinilah kemudian lahir rasa nasionalisme.

"Dulu waktu kecil, setiap Ahad (minggu) pagi, saya selalu melihat ayah saya menyemir sepatu dan melihat pangkatnya dari bros. Tapi namanya anak-anak, keinginan cita-citanya beragam," sambungnya.

Dia juga mengakui, selain menjadi tentara sempat ingin menjadi kiai. Hal itu terungkap dari niatnya untuk masuk pesantren setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun ditolak oleh sang ayah, karena ketiadaan uang.

Akhirnya, dia memilih masuk Sekolah Teknik Menengah (STM). Setelah lulus, dia menyampaikan niatnya masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) kepada sang ayah. Lagi-lagi, sang ayah melarangnya.

Dia diminta untuk langsung bekerja dan membantu perekonomian keluarga. Tak ingin mengecewakan orangtua, Gatot pun akhirnya bekerja pada perusahaan kontraktor sebagai pengawas lapangan. Pekerjaan kasar itu dia lakukan setahun lebih.

Sambil bekerja, Gatot masih menyimpan ambisinya menjadi tentara. Dia lalu mendaftar Sekolah Calon Bintara (SECABA) Angkatan Darat (AD) dan mengikuti sejumlah tes. Dasar belum jodoh, dia gagal saat mengikuti tes kesehatan.

Akhirnya, Gatot mengikuti program beasiswa penuh pendidikan D3 di Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk instruktur di Politeknik yang akan didirikan di berbagai daerah di Indonesia atas informasi seorang temannya.

Program itu diikutinya dengan penuh suka cita dan hasilnya cukup memuaskan. Gatot dinyatakan lulus dan ditempatkan sebagai staf pengajar di Politeknik Universitas Sumatera Utara (USU) sejak 1986. Sejak itulah, keberuntungan menyertai Gatot.

Di lingkungan kerjanya, Gatot melanjutkan minatnya untuk mendalami ilmu agama. Dia kemudian bergabung dengan organisasi dakwah Islam dan aktif dalam sejumlah kegiatan di Masjid Salman ITB dan Masjid Taqwa.

Dari sini Gatot belajar berorganisasi. Sebagai aktivis dakwah yang aktif, Gatot terlihat menonjol. Dia kemudian berkenalan dengan Sutias Handayani yang kemudian dinikahinya, hingga dikarunia lima orang anak.

Dimulai saat terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Gatot dengan cepat menjadi pengurus wilayah menjadi Plh Ketua DPW PKS Sumut tahun 2005. Karena kesibukannya, dia mundur dari Politeknik USU.

Karier politik Gatot terus melonjak hingga dia diminta menjadi calon Wakil Gubernur Sumatera Utara mendampingi Syamsul Arifin dalam Pemilihan Gubernur tahun 2008. Bersama Syamsul Arifin, bintang Gatot semakin terang.

Dengan mengusung jargon “Rakyat tidak sakit, rakyat tidak lapar, dan rakyat tidak bodoh”, pasangan ini berhasil memenangkan pertarungan. Gatot pun dilantik menjadi Wakil Gubernur Sumut mendampingi Syamsul.

Di tengah jalan, Syamsul tersandung kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemudian dia dititipkan di Rutan Salemba.

Gatot yang saat itu menjadi Wakil Gubernur Sumut langsung naik menjadi gubernur sementara menggantikan Syamsul, dan dilantik menjadi gubernur definitif pada 14 Maret 2013.

Pada Pemilihan Gubernur Sumut 2013, Gatot kembali maju berpasangan dengan Tengku Erry Nuradi dan berhasil meraih 32% suara. Dia dilantik kembali sebagai Gubernur untuk periode penuh.

Hingga kini, Gatot masih menjabat sebagai gubernur. Namun begitu, dia tidak pernah melupakan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara. Hampir semua kebijakan dan gaya memimpinnya, dilakukan dengan disiplin yang ketat.

"Subtansi yang saya pahami pada tentara adalah disiplin dan kebersamaan. Ini yang sedang saya bangun di Pemprov Sumut. Kita awali dengan acara outbond dengan membangun kebersamaan," sambungnya.

Dari hasil kegiatan itu, pihaknya ingin Sumut bangkit. Untuk menggairahkan semangat para pegawainya, Gatot juga membuat yel-yel. Pertama saat dibilang Sumut maka akan dijawab bangkit. Kedua saat dibilang raih prestasi maka akan dijawab yes.

"Ketiga saat dibilang layani masyarakat maka harus dijawab siap. Kita sudah bukukan Sumut Bangkit. Isinya lima perintah harian gubernur. Terdiri dari relijius, integritas, kompetensi, pelayanan masyarakat, dan satunya saya lupa," bebernya.

Bagi pegawai yang menjalankan disiplin tersebut, Gatot juga akan memberikan reward. Sedang mereka yang mengabaikan, akan diberikan sanksi. Tentu, sanksi yang diberikan berjenjang, tergantung pelanggarannya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1104 seconds (0.1#10.140)