PSK Dolly Rela Mati Pertahankan Tempat Prostitusi
A
A
A
SURABAYA - Seluruh elemen masyarakat lokalisasi menyatakan tidak akan mundur meskipun ada deklarasi penutupan lokalisasi Dolly di kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan. Tak ketinggalan, para perempuan Pekerja Seks Komersial (PSK) menyatakan tidak akan bergeming dan tetap bertahan.
"Kami tidak akan pulang. Kami mengikuti semua, mengikuti penolakkan penutupan lokalisasi. Kami akan pertahankan hingga titik darah penghabisan," kata Bunga, salah satu PSK di Gang Dolly, Rabu (18/6/2014).
Perempuan berusia 37 Tahun ini mengaku, hanya ingin hidup merdeka tanpa ada intimidasi dari pihak manapun. Dia juga akan menolak penutupan lokalisasi sampai ada perbaikan ekonomi dari pemerintah.
"Kami hanya ingin hidup merdeka di tanah air kami. Sampai kapanpun kami akan menolak penutupan selama tidak ada pembaharauan ekonomi," ujarnya.
Ditambahkan dia, selama ini tidak ada upaya pemerintah untuk berbicara dengan segenap elemen di lokalisasi. Yang ada, pemerintah memaksakan kehendak dan menutup lokalisasi tanpa ada solusi.
PSK ini juga menuding, sikap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini arogan, karena pihaknya tidak pernah diajak bermusyawarah. "Kalau Bu Risma ingin menutup, ngomonglah dengan kami. Rangkul kami, ngomong yang merakyat jangan arogan kayak gitu," gusarnya.
Selama ini, keluhan-keluhan dari masyarakat lokalisasi tidak pernah ditanggapi serius. Contoh, suatu ketika masyarakat lokalisasi diundang terkait hal ini, rupanya pucuk pimpinan pemangku kebijakan malah tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
"Nah kalau sudah kayak gitu apa pemerintah serius? Wong saat pertemuan pimpinan malah tidak hadir. "Tolong pikirkan kebijakkan itu! Kami jangan dijadikan tumbal untuk kepentingan ini," tambahnya.
Berdasarkan pengamatan di lokasi, aksi pemblokiran jalan masih berlangsung. Suasana Gang Dolly terlihat sepi. Semua warga terkonsentrasi agar Gang Dolly steril. Paska kejadian bentrok dengan aparat itu, massa dari FPL membuka blokir jalan di Jalan Raya Dukuh Kupang Surabaya.
"Kami tidak akan pulang. Kami mengikuti semua, mengikuti penolakkan penutupan lokalisasi. Kami akan pertahankan hingga titik darah penghabisan," kata Bunga, salah satu PSK di Gang Dolly, Rabu (18/6/2014).
Perempuan berusia 37 Tahun ini mengaku, hanya ingin hidup merdeka tanpa ada intimidasi dari pihak manapun. Dia juga akan menolak penutupan lokalisasi sampai ada perbaikan ekonomi dari pemerintah.
"Kami hanya ingin hidup merdeka di tanah air kami. Sampai kapanpun kami akan menolak penutupan selama tidak ada pembaharauan ekonomi," ujarnya.
Ditambahkan dia, selama ini tidak ada upaya pemerintah untuk berbicara dengan segenap elemen di lokalisasi. Yang ada, pemerintah memaksakan kehendak dan menutup lokalisasi tanpa ada solusi.
PSK ini juga menuding, sikap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini arogan, karena pihaknya tidak pernah diajak bermusyawarah. "Kalau Bu Risma ingin menutup, ngomonglah dengan kami. Rangkul kami, ngomong yang merakyat jangan arogan kayak gitu," gusarnya.
Selama ini, keluhan-keluhan dari masyarakat lokalisasi tidak pernah ditanggapi serius. Contoh, suatu ketika masyarakat lokalisasi diundang terkait hal ini, rupanya pucuk pimpinan pemangku kebijakan malah tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
"Nah kalau sudah kayak gitu apa pemerintah serius? Wong saat pertemuan pimpinan malah tidak hadir. "Tolong pikirkan kebijakkan itu! Kami jangan dijadikan tumbal untuk kepentingan ini," tambahnya.
Berdasarkan pengamatan di lokasi, aksi pemblokiran jalan masih berlangsung. Suasana Gang Dolly terlihat sepi. Semua warga terkonsentrasi agar Gang Dolly steril. Paska kejadian bentrok dengan aparat itu, massa dari FPL membuka blokir jalan di Jalan Raya Dukuh Kupang Surabaya.
(san)