Perlawanan PSK Dolly Menolak Penutupan Lokalisasi
A
A
A
SURABAYA - Sejak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengeluarkan rencana menutup lokalisasi Dolly, reaksi keras telah diutarakan berbagai pihak. Baik dari mereka yang terkena dampak langsung, seperti PSK, mucikari, dan warga. Juga dari kalangan akademisi, dan politikus lokal.
Semakin nyaring suara penolakan rencana penutupan lokalisasi, semakin kuat niat Pemkot Surabaya untuk menutup lokalisasi yang pernah menjadi maskot Kota Pahlawan dan terbesar di Asia Tenggara itu.
Malam ini, Rabu 18 Juni 2014, Pemkot Surabaya akan mendeklarasikan penutupan lokalisasi Dolly, di Gedung Islamic Center, Jalan Dukuh Kupang atau satu kilometer dari lokalisasi. Ratusan tentara dan polisi pun diterjunkan untuk mendukung lancarnya deklarasi.
Tidak kalah hebat, para PSK, mucikari, warga, dan LSM yang menolak penutupan mulai melakukan perlawanan. Dimulai dengan aksi longmarch menuju gedung DPRD, menggeruduk lokasi deklarasi, dan memblokade semua akses masuk ke lokalisasi.
Sejumlah kegiatan yang sifatnya menunjang penolakan saat terjadi bentrokan pun telah dilakukan para PSK, mucikari, dan warga yang terdampak. Latihan fisik mereka lakukan semata-mata untuk mempertahankan keberadaan lokalisasi.
Niat keras para PSK, mucikari, dan warga terdampak, mulai menarik perhatian masyarakat. Bukan hanya mereka yang ada di Surabaya, tetapi di sejumlah daerah lain, termasuk Ibu Kota. Tidak hanya itu, perlawanan sengit ini juga menarik perhatian media asing dari berbagai negara.
Saat perlawanan warga yang menolak penutupan lokalisasi menghebat, dukungan terhadap Pemkot Surabaya menutup lokalisasi pun menguat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak akan terjadinya perang saudara antara mereka yang mendukung dan menolak penutupan lokalisasi.
Aksi teror terhadap warga yang menolak penutupan pun mulai dilakukan. Ini terjadi sehari sebelum deklarasi penutupan lokalisasi Dolly dimulai. Sejumlah wisma di Gang Dolly dilempari batu oleh warga yang mendukung penutupan lokalisasi.
Tidak berselang lama, pelaku pelemparan berhasil tertangkap. Kendati begitu, warga yang melakukan perlawanan menolak penutupan lokalisasi tidak terpancing. Mereka menyerahkan pelaku kepada petugas kepolisian.
Sebelum pelemparan itu dilakukan, beberapa warga yang mendukung penutupan juga mengaku kerap mendapatkan intimidasi dari mereka yang menolak penutupan. Namun begitu, situasi masih terkendali dan tidak ada gesekan berarti.
Namun begitu, hal ini hanya sementara. Karena warga yang menolak penutupan lokalisasi akan tetap membuka usaha esek-esek mereka, setelah deklarasi penutupan Dolly dilakukan. Pendirian warga inilah yang dapat memicu konflik antar warga yang kontra. Pemerintah dan warga harus duduk bersama.
Semakin nyaring suara penolakan rencana penutupan lokalisasi, semakin kuat niat Pemkot Surabaya untuk menutup lokalisasi yang pernah menjadi maskot Kota Pahlawan dan terbesar di Asia Tenggara itu.
Malam ini, Rabu 18 Juni 2014, Pemkot Surabaya akan mendeklarasikan penutupan lokalisasi Dolly, di Gedung Islamic Center, Jalan Dukuh Kupang atau satu kilometer dari lokalisasi. Ratusan tentara dan polisi pun diterjunkan untuk mendukung lancarnya deklarasi.
Tidak kalah hebat, para PSK, mucikari, warga, dan LSM yang menolak penutupan mulai melakukan perlawanan. Dimulai dengan aksi longmarch menuju gedung DPRD, menggeruduk lokasi deklarasi, dan memblokade semua akses masuk ke lokalisasi.
Sejumlah kegiatan yang sifatnya menunjang penolakan saat terjadi bentrokan pun telah dilakukan para PSK, mucikari, dan warga yang terdampak. Latihan fisik mereka lakukan semata-mata untuk mempertahankan keberadaan lokalisasi.
Niat keras para PSK, mucikari, dan warga terdampak, mulai menarik perhatian masyarakat. Bukan hanya mereka yang ada di Surabaya, tetapi di sejumlah daerah lain, termasuk Ibu Kota. Tidak hanya itu, perlawanan sengit ini juga menarik perhatian media asing dari berbagai negara.
Saat perlawanan warga yang menolak penutupan lokalisasi menghebat, dukungan terhadap Pemkot Surabaya menutup lokalisasi pun menguat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak akan terjadinya perang saudara antara mereka yang mendukung dan menolak penutupan lokalisasi.
Aksi teror terhadap warga yang menolak penutupan pun mulai dilakukan. Ini terjadi sehari sebelum deklarasi penutupan lokalisasi Dolly dimulai. Sejumlah wisma di Gang Dolly dilempari batu oleh warga yang mendukung penutupan lokalisasi.
Tidak berselang lama, pelaku pelemparan berhasil tertangkap. Kendati begitu, warga yang melakukan perlawanan menolak penutupan lokalisasi tidak terpancing. Mereka menyerahkan pelaku kepada petugas kepolisian.
Sebelum pelemparan itu dilakukan, beberapa warga yang mendukung penutupan juga mengaku kerap mendapatkan intimidasi dari mereka yang menolak penutupan. Namun begitu, situasi masih terkendali dan tidak ada gesekan berarti.
Namun begitu, hal ini hanya sementara. Karena warga yang menolak penutupan lokalisasi akan tetap membuka usaha esek-esek mereka, setelah deklarasi penutupan Dolly dilakukan. Pendirian warga inilah yang dapat memicu konflik antar warga yang kontra. Pemerintah dan warga harus duduk bersama.
(san)