PSK Dolly Asal Blitar Akan Dites HIV/AIDS
A
A
A
BLITAR - Pemerintah Kabupaten Blitar akan memberlakukan tes HIV/AIDS kepada 47 orang Pekerja Seks Komersial (PSK) lokalisasi Dolly asal Kabupaten Blitar. Sebelum para PSK itu pulang ke kampung halaman dan berintegrasi dengan lingkungan, Dinas Kesehatan akan memastikan kondisi kesehatan masing-masing eks PSK Dolly.
"Kita akan periksa kesehatannya, terutama terkait HIV/AIDS," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Kuspardani, Selasa (17/6/2014).
Secara medis, eks PSK Dolly termasuk ke dalam kelompok risiko tinggi. Kebijakan Pemkot Surabaya menutup Dolly pada 18 Juni 2014 besok, membuat mereka yang sebelumnya berada di wilayah khusus (terlokalisir) akan membaur ke dalam ruang publik (masyarakat). Permasalahan akan muncul bila penutupan tidak dipersiapkan dengan matang. "Berbagai kemungkinan akan muncul. Misalnya, ternyata mereka tidak menghentikan profesinya. Dengan sembunyi-sembunyi tetap melakukan aktivitas yang sama. Ini yang perlu diwaspadai," jelasnya.
Kendati demikian, tes HIV/AIDS terhadap eks PSK Dolly tidak bersifat memaksa. Dinkes tidak akan mengirimkan petugas untuk melakukan jemput bola. Menurut Kuspardani, Dinkes memilih bersifat pasif, menunggu eks penghuni Dolly berinisiatif mendatangi klinik yang telah disediakan untuk penanganan kasus HIV/AIDS. "Selain itu, melalui puskesmas setempat kita akan terus melakukan pemantauan di lapangan," jelasnya.
Informasi yang dihimpun, Dinas Sosial Kabupaten Blitar hingga kini terus melakukan pendataan. "Kita akan terus berkoordinasi dengan dinas sosial setempat," pungkas Kuspardani.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar Abdul Munib meminta eksekutif untuk melakukan penanganan dengan serius. Sebagai wakil rakyat, politisi PKB ini tidak berharap penutupan lokalisasi Dolly akan menimbulkan keresahan di daerah. "Segala langkah yang bertujuan antisipasi harus dimaksimalkan. Jangan sampai dampak penutupan akan menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya Kabupaten Blitar," ujarnya.
"Kita akan periksa kesehatannya, terutama terkait HIV/AIDS," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Kuspardani, Selasa (17/6/2014).
Secara medis, eks PSK Dolly termasuk ke dalam kelompok risiko tinggi. Kebijakan Pemkot Surabaya menutup Dolly pada 18 Juni 2014 besok, membuat mereka yang sebelumnya berada di wilayah khusus (terlokalisir) akan membaur ke dalam ruang publik (masyarakat). Permasalahan akan muncul bila penutupan tidak dipersiapkan dengan matang. "Berbagai kemungkinan akan muncul. Misalnya, ternyata mereka tidak menghentikan profesinya. Dengan sembunyi-sembunyi tetap melakukan aktivitas yang sama. Ini yang perlu diwaspadai," jelasnya.
Kendati demikian, tes HIV/AIDS terhadap eks PSK Dolly tidak bersifat memaksa. Dinkes tidak akan mengirimkan petugas untuk melakukan jemput bola. Menurut Kuspardani, Dinkes memilih bersifat pasif, menunggu eks penghuni Dolly berinisiatif mendatangi klinik yang telah disediakan untuk penanganan kasus HIV/AIDS. "Selain itu, melalui puskesmas setempat kita akan terus melakukan pemantauan di lapangan," jelasnya.
Informasi yang dihimpun, Dinas Sosial Kabupaten Blitar hingga kini terus melakukan pendataan. "Kita akan terus berkoordinasi dengan dinas sosial setempat," pungkas Kuspardani.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar Abdul Munib meminta eksekutif untuk melakukan penanganan dengan serius. Sebagai wakil rakyat, politisi PKB ini tidak berharap penutupan lokalisasi Dolly akan menimbulkan keresahan di daerah. "Segala langkah yang bertujuan antisipasi harus dimaksimalkan. Jangan sampai dampak penutupan akan menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya Kabupaten Blitar," ujarnya.
(zik)