Taman Kota Era Jokowi Terbengkalai dan Beralih Fungsi
A
A
A
SOLO - Taman Kota di Solo yang didirikan era kepemimpinan Joko Widodo secara besar-besaran saat ini kondisinya terbengkalai. Tak hanya terbengkalai, banyak taman kota yang beralih fungsi menjadi tempat esek-esek.
Salah satunya yaitu Taman Sekartaji yang ada di daerah Mojosongo, Solo, Jawa Tengah. Saat ini kondisi taman yang sempat diprotes pihak Keraton, karena menggunakan nama Sekartaji yang merupakan salah satu tarian sakral Keraton Kasunanan ini, selain dijadikan tempat berhentinya bus antar kota antar provinsi juga banyak coret-coretan di dinding taman.
Selain coret-coretan pada dinding taman, lampu yang ada di taman itupun banyak yang rusak.
Bahkan bohlam lampu sudah tidak ada lagi. Sehingga pada malam hari, lokasi taman yang dekat dengan aliran Sungai Kali Pepe ini, lebih banyak dijadikan lokasi prostitusi liar.
Tak heran bila di Taman Sekartaji ini, banyak ditemukan alat kontrasepsi berserakan dimana-mana.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Pemkot Solo Hasta Gunawan mengatakan, Taman Sekartaji yang saat ini terbengkalai dan berubah fungsi menjadi lokasi pemberhentian bus serta dipergunakan sebagai lokasi prostitusi dan arena pacaran tersebut, bukan berada di bawah DKP. Namun berada di bawah pengelolaan Badan Lingkungan Hidup (BLH).
"Taman Sekartaji itu bukan berada dibawah DKP. Tapi berada di bawah BLH. Jadi itu bukan kewenangan kami kalau saat ini beralih fungsi," jelas Hasta Gunawan, di Solo, Jawa Tengah.
Namun Hasta tak menampik bila banyaknya taman kota yang terbengkalai. Seperti Taman Kota Gilingan misalnya.
Hasta tidak mengelak kalau saat ini taman tersebut lebih condong banyak dipakai para gelandangan ini sebagai tempat tinggal.
Kurang terawatnya taman kota disebabkan minimnya tenaga yang dmiliki DKP. Apalagi 102 tenaga harian lepas yang dimiliki DKP sudah tidak lagi kontraknya diperpanjang.
Praktis, saat ini tenaga harian lepas yang tersisa di DKP tinggal 119. Padahal di Kota Solo
sendiri terdapat 152 titik taman di lima kecamatan yang harus mendapatkan perhatian.
Sehingga dengan jumlah tenaga yang dimiliki, jelas tidak mungkin bisa mengkaver seluruh taman kota.
"Idealnya THL ada 400 orang untuk mengcover semua titik. Tapi mana mungkin bisa memenuhinya. Kalau anggran yang dimiliki sangat minim,"ujarnya.
Menyangkut besaran dana yang seharusnya diterima DKP agar taman kota tidak terbengkalai, menurut Hasta, idealnya sebesar Rp1,5 miliar.
Dana sebesar tersebut tidak hanya untuk menyirami semata,namun pembayaran THL,biaya perwatan taman hingga biaya pemeriharaan.
Agar taman kota tak beralih fungsi sebagai lokalisasi terselubung, Hasta berencana memasang lampu sorot dan lampu penerang taman.
"Kayak di Taman Sekartaji misalnya, biar pengelolaannya ada di BLH, kita akan pasang lampu sorot dari seberang sungai. Dan lampu penerang taman. Jadi biar terang dan tak beralih fungsi," pungkasnya.
Salah satunya yaitu Taman Sekartaji yang ada di daerah Mojosongo, Solo, Jawa Tengah. Saat ini kondisi taman yang sempat diprotes pihak Keraton, karena menggunakan nama Sekartaji yang merupakan salah satu tarian sakral Keraton Kasunanan ini, selain dijadikan tempat berhentinya bus antar kota antar provinsi juga banyak coret-coretan di dinding taman.
Selain coret-coretan pada dinding taman, lampu yang ada di taman itupun banyak yang rusak.
Bahkan bohlam lampu sudah tidak ada lagi. Sehingga pada malam hari, lokasi taman yang dekat dengan aliran Sungai Kali Pepe ini, lebih banyak dijadikan lokasi prostitusi liar.
Tak heran bila di Taman Sekartaji ini, banyak ditemukan alat kontrasepsi berserakan dimana-mana.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Pemkot Solo Hasta Gunawan mengatakan, Taman Sekartaji yang saat ini terbengkalai dan berubah fungsi menjadi lokasi pemberhentian bus serta dipergunakan sebagai lokasi prostitusi dan arena pacaran tersebut, bukan berada di bawah DKP. Namun berada di bawah pengelolaan Badan Lingkungan Hidup (BLH).
"Taman Sekartaji itu bukan berada dibawah DKP. Tapi berada di bawah BLH. Jadi itu bukan kewenangan kami kalau saat ini beralih fungsi," jelas Hasta Gunawan, di Solo, Jawa Tengah.
Namun Hasta tak menampik bila banyaknya taman kota yang terbengkalai. Seperti Taman Kota Gilingan misalnya.
Hasta tidak mengelak kalau saat ini taman tersebut lebih condong banyak dipakai para gelandangan ini sebagai tempat tinggal.
Kurang terawatnya taman kota disebabkan minimnya tenaga yang dmiliki DKP. Apalagi 102 tenaga harian lepas yang dimiliki DKP sudah tidak lagi kontraknya diperpanjang.
Praktis, saat ini tenaga harian lepas yang tersisa di DKP tinggal 119. Padahal di Kota Solo
sendiri terdapat 152 titik taman di lima kecamatan yang harus mendapatkan perhatian.
Sehingga dengan jumlah tenaga yang dimiliki, jelas tidak mungkin bisa mengkaver seluruh taman kota.
"Idealnya THL ada 400 orang untuk mengcover semua titik. Tapi mana mungkin bisa memenuhinya. Kalau anggran yang dimiliki sangat minim,"ujarnya.
Menyangkut besaran dana yang seharusnya diterima DKP agar taman kota tidak terbengkalai, menurut Hasta, idealnya sebesar Rp1,5 miliar.
Dana sebesar tersebut tidak hanya untuk menyirami semata,namun pembayaran THL,biaya perwatan taman hingga biaya pemeriharaan.
Agar taman kota tak beralih fungsi sebagai lokalisasi terselubung, Hasta berencana memasang lampu sorot dan lampu penerang taman.
"Kayak di Taman Sekartaji misalnya, biar pengelolaannya ada di BLH, kita akan pasang lampu sorot dari seberang sungai. Dan lampu penerang taman. Jadi biar terang dan tak beralih fungsi," pungkasnya.
()