Erupsi Merapi berasal dari sisa material lama
A
A
A
Sindonews.com - Kepala BPPTKG Yogyakarta Subandrio memprediksi belum ada pergerakan magma baru menuju puncak Merapi. Artinya, erupsi yang selama ini sering terjadi merupakan sisa material lama.
"Jika kriteria untuk menaikan status dilihat dari pergerakan magmatik, maka status merapi masih normal, karena belum ada magma baru naik ke atas," ujarnya, di Kantor BPBD DIY, Rabu (30/4/2014).
Namun, parameter yang digunakan untuk meningkatkan status Merapi dari letusan minor atau low frekuensi. "Low Frekuensinya sudah sangat tinggi, diatas normal sehingga statusnya waspada," imbuhnya.
‪Subandriyo mempertegas belum ada tanda-tanda akan terjadi erupsi eksplosif di Merapi. Tanda-tanda letusan eksplosif dari magma baru di dalam dapur magma belum terlihat pergerakan.
Butuh waktu bagi magma baru menuju atas menembus kawah hingga terjadi erupsi atau letusan. Tanda yang paling mudah terlihat dengan keluarnya lahar di puncak. "Material yang keluar sekarang masih material lama, belum ada yang baru," terangnya.
Sebagaimana diketahui, setiap gunung memiliki dapur magma masing-masing. Tidak ada hubungannya antara satu gunung dengan gunung lain karena karakter dan kriteria masing-masing gunung api tersebut berlainan.
Semisal Gunung Slamet berstatus waspada karena mengeluarkan abu vulkanik, hal itu berbeda dengan Gunung Merapi yang sama-sama mengeluarkan abu vulkanik. Begitu juga siklus suatu gunung api meletus.
Siklus lebih pada perkiraan suatu gunung meletus pada level high frekuensi atau letusan eksplosif. Seperti Merapi ditengarai ada siklus empat tahunan sekali.
Jika siklus empat tahunan itu berlaku, maka masih ada waktu tujuh bulan kedepan Merapi akan meletus. Itu terlihat dari letusan high frekuensi pada Oktober hingga November 2000 nanti.
Apakah Merapi akan meletus high frekuensi pada tenggang wakyu itu? Subandrio enggan menjawab. "Letusan high frekuensi tak bisa dijelaskan secara ilmiah," ujanrnya.
"Jika kriteria untuk menaikan status dilihat dari pergerakan magmatik, maka status merapi masih normal, karena belum ada magma baru naik ke atas," ujarnya, di Kantor BPBD DIY, Rabu (30/4/2014).
Namun, parameter yang digunakan untuk meningkatkan status Merapi dari letusan minor atau low frekuensi. "Low Frekuensinya sudah sangat tinggi, diatas normal sehingga statusnya waspada," imbuhnya.
‪Subandriyo mempertegas belum ada tanda-tanda akan terjadi erupsi eksplosif di Merapi. Tanda-tanda letusan eksplosif dari magma baru di dalam dapur magma belum terlihat pergerakan.
Butuh waktu bagi magma baru menuju atas menembus kawah hingga terjadi erupsi atau letusan. Tanda yang paling mudah terlihat dengan keluarnya lahar di puncak. "Material yang keluar sekarang masih material lama, belum ada yang baru," terangnya.
Sebagaimana diketahui, setiap gunung memiliki dapur magma masing-masing. Tidak ada hubungannya antara satu gunung dengan gunung lain karena karakter dan kriteria masing-masing gunung api tersebut berlainan.
Semisal Gunung Slamet berstatus waspada karena mengeluarkan abu vulkanik, hal itu berbeda dengan Gunung Merapi yang sama-sama mengeluarkan abu vulkanik. Begitu juga siklus suatu gunung api meletus.
Siklus lebih pada perkiraan suatu gunung meletus pada level high frekuensi atau letusan eksplosif. Seperti Merapi ditengarai ada siklus empat tahunan sekali.
Jika siklus empat tahunan itu berlaku, maka masih ada waktu tujuh bulan kedepan Merapi akan meletus. Itu terlihat dari letusan high frekuensi pada Oktober hingga November 2000 nanti.
Apakah Merapi akan meletus high frekuensi pada tenggang wakyu itu? Subandrio enggan menjawab. "Letusan high frekuensi tak bisa dijelaskan secara ilmiah," ujanrnya.
(san)