Pembangunan hotel di kompleks ICS ditentang warga
A
A
A
Sindonews.com - Rencana pembangunan hotel di area kompleks Islamic Center Samarinda menuai penolakan warga. Pembangunan hotel di samping Masjid Islamic Center itu dianggap merusak ikon Islam yang sudah melekat untuk masjid yang disebut-sebut terbesar se-Asia Tenggara.
“Sejauh ini sudah ada 50 RT (Rukun Tetangga) yang menolak pembangunan hotel di samping Masjid Islamic Center dengan jumlah warga lebih dari 1.000 orang. Dukungan penolakan terus mengalir deras,” kata koordinator warga Datu Hairil Usman, Rabu (5/2/2014).
Penolakan pembangunan hotel ini, kata Hairil, karena warga khawatir keberadaan hotel itu merusak citra keislaman yang sudah melekat. Meski rencananya hotel itu dibuat sesuai dengan syariat Islam, namun warga tidak yakin dapat dijalankan dengan baik.
“Namanya juga hotel, berbintang pula, akan sulit untuk melakukan fungsi kontrol oleh masyarakat. Apalagi pembangunannya dilakukan oleh investor dari luar, tentu saja bisa melabrak kultur lokal maupun kultur keislaman,” katanya.
Pemerintah Kota Samarinda dan Pemerintah Provinsi Kaltim, kata Hairil, sama saja menjual ikon Islam di Kota Samarinda dan Kaltim. Keberadaan Masjid Islamic Center dijual ke investor untuk membangun hotel yang tidak ada hubungannya dengan syiar Islam.
“Kalau hotel itu dibangun, ikon keislaman akan hilang. Sebab hotel berbintang pasti dibangun dengan sangat mewah. Mana mungkin masjid bersanding dengan hotel berbintang,” tambah Hairil.
Selama ini, Masjid Islamic Centre selalu banyak dikunjungi wisatawan. Mereka yang datang ingin melihat kemegahan Masjid Islamic Center. Tak heran jika Masjid Islamic Center sering disebut wisata religi. Di masjid ini juga terdapat menara setinggi 99 meter yang cukup menarik wisatawan karena disediakan lift untuk naik ke puncaknya.
Hairil menjelaskan, warga berharap lahan kosong di sisi kanan Masjid Islamic Centre dibangun pusat pendidikan Islam, bukan hotel. Sehingga kompleks tersebut benar-benar menjadi pusat Islam untuk Kaltim.
“ Pada dasarnya kami tidak menghambat pembangunan, tapi kalau mengeluarkan izin peruntukan yang bijaklah. Masjid islamic Centre sudah jadi ikon Islam bagi warga Samarinda dan Kaltim, tempat wisata religi, jangan sampai dirusak,” tutup Hairil.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Samarinda mengeluarkan izin peruntukan lahan di samping Masjid Islamic Centre. Rencananya, selain hotel juga akan dibangun pusat perbelanjaan. Saat ini, proses pembangunan hotel sudah masuk tahap kajian Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Sejauh ini sudah ada 50 RT (Rukun Tetangga) yang menolak pembangunan hotel di samping Masjid Islamic Center dengan jumlah warga lebih dari 1.000 orang. Dukungan penolakan terus mengalir deras,” kata koordinator warga Datu Hairil Usman, Rabu (5/2/2014).
Penolakan pembangunan hotel ini, kata Hairil, karena warga khawatir keberadaan hotel itu merusak citra keislaman yang sudah melekat. Meski rencananya hotel itu dibuat sesuai dengan syariat Islam, namun warga tidak yakin dapat dijalankan dengan baik.
“Namanya juga hotel, berbintang pula, akan sulit untuk melakukan fungsi kontrol oleh masyarakat. Apalagi pembangunannya dilakukan oleh investor dari luar, tentu saja bisa melabrak kultur lokal maupun kultur keislaman,” katanya.
Pemerintah Kota Samarinda dan Pemerintah Provinsi Kaltim, kata Hairil, sama saja menjual ikon Islam di Kota Samarinda dan Kaltim. Keberadaan Masjid Islamic Center dijual ke investor untuk membangun hotel yang tidak ada hubungannya dengan syiar Islam.
“Kalau hotel itu dibangun, ikon keislaman akan hilang. Sebab hotel berbintang pasti dibangun dengan sangat mewah. Mana mungkin masjid bersanding dengan hotel berbintang,” tambah Hairil.
Selama ini, Masjid Islamic Centre selalu banyak dikunjungi wisatawan. Mereka yang datang ingin melihat kemegahan Masjid Islamic Center. Tak heran jika Masjid Islamic Center sering disebut wisata religi. Di masjid ini juga terdapat menara setinggi 99 meter yang cukup menarik wisatawan karena disediakan lift untuk naik ke puncaknya.
Hairil menjelaskan, warga berharap lahan kosong di sisi kanan Masjid Islamic Centre dibangun pusat pendidikan Islam, bukan hotel. Sehingga kompleks tersebut benar-benar menjadi pusat Islam untuk Kaltim.
“ Pada dasarnya kami tidak menghambat pembangunan, tapi kalau mengeluarkan izin peruntukan yang bijaklah. Masjid islamic Centre sudah jadi ikon Islam bagi warga Samarinda dan Kaltim, tempat wisata religi, jangan sampai dirusak,” tutup Hairil.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Samarinda mengeluarkan izin peruntukan lahan di samping Masjid Islamic Centre. Rencananya, selain hotel juga akan dibangun pusat perbelanjaan. Saat ini, proses pembangunan hotel sudah masuk tahap kajian Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
(lns)