Terbukti, penderita HIV/AIDS Klaten berobat ke Solo

Rabu, 18 Desember 2013 - 01:32 WIB
Terbukti, penderita HIV/AIDS Klaten berobat ke Solo
Terbukti, penderita HIV/AIDS Klaten berobat ke Solo
A A A
Sindonews.com - Kekhawatiran Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mengenai banyaknya penderita HIV/AIDS yang tidak terdaftar di KPA akhirnya terbukti. Para penderita tersebut justru terdaftar di KPA Kota Solo.

Petugas KPA Solo Tommy Prawoto menyebutkan, setidaknya ada beberapa penderita HIV/AIDS dari wilayah Klaten yang saat ini berobat ke Solo. Menurutnya, jumlah tersebut tidak sedikit, sehingga membuat angka temuan penyakit tersebut di Kota Solo menjadi tinggi.

Ia menyebutkan, banyak faktor yang membuat para penderita di wilayah Klaten, enggan berobat ke wilayahnya sendiri. Menurutnya, rata-rata hal itu disebabkan rasa malu dan kurang terbukanya penderita dengan rumah sakit ataupun petugas kesehatan di wilayah setempat.

Sehingga para penderita tersebut lebih memilih Kota Solo untuk tempat berobat. Meskipun demikian, pihaknya mengaku enggan menyebutkan berapa besar jumlah pasien dari wilayah Klaten tersebut. "Yang jelas ada dan angkanya cukup signifikan," katanya kepada Wartawan, Selasa (17/12/2013).

Pihaknya menyebutkan, selain Kabupaten Klaten ada pasien dari daerah lain yang saat ini ditangani oleh KPA. Pasien tersebut rata-rata memiliki alasan yang sama untuk memilih Kota Solo sebagai tempat untuk mengobati penyakit mereka.

"Tidak masalah dari daerah mana itu diperbolehkan. Para penderita penyakit ini semua biayanya ditanggung oleh negara," tegasnya.

Sementara itu Petugas KPA Kabupaten Klaten Amin Bagus menyebutkan, ada faktor penunjang yang membuat penderita penyakit tersebut enggan untuk terbuka. Menurutnya, para penderita tersebut banyak yang didiskriminasikan karena mayoritas masyarakat takut tertular penyakit tersebut.

Menurutnya banyak masyarakat yang enggan bersalaman dengan para penderita karena takut tertular. Padahal pola penularan penyakit tersebut tidak bisa terjadi karena hal tersebut.

"Banyak faktor yang membuat penderita tertutup, contohnya masyarakat enggan memandikan jenazah para penderita. Padahal itu tidak akan membuat masyarakat tertular, akan tetapi akibat hal tersebut para penderita merasa malu dan merasa didiskriminasikan," tegasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4833 seconds (0.1#10.140)