LPSK: Saksi kasus Fikri harus dapat perlindungan
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sesalkan sikap pihak kampus Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, dalam sejumlah pemberitaan, yang menawarkan penyelesaian kekeluargaan dalam kasus kematian Fikri Dolasmantya Surya.
"Jika ternyata terbukti ada dugaan pembunuhan dalam kasus kematian Fikri, maka ini termasuk tindak pidana murni, tidak bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, dan pelakunya harus bertanggung jawab secara pidana," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai.
Seperti diberitakan, kematian fikri diduga akibat tindak kekerasan yang terjadi saat masa orientasi mahasiswa baru dalam kegiatan Kemah Bakti Desa (KBDY di kawasan Pantai goa cina Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 9-13 Desember 2013 lalu.
Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan pihaknya telah menerima informasi adanya ancaman dan teror terhadap para saksi, mahasiswa yang mengikuti kegiatan ospek saat itu.
"Para saksi diduga merasa ketakutan terhadap ancaman dan intimidasi yang akan mereka alami akibat informasi yang mereka sampaikan dalam proses penegakan hukum," ungkap Ketua LPSK.
Selain itu, Ketua LPSK menilai tak heran adanya ancaman terhadap para saksi tersebut, mengingat para saksi merupakan mahasiswa baru dan nasib pendidikannya bergantung pada pihak kampus.
"Adanya hierarki struktural, yang membuat mahasiswa menjadi takut jika harus memberikan kesaksian, karena pelaku diduga merupakan senior di kampus dikhawatirkan memiliki kedekatan dengan manajemen kampus," ungkap Ketua LPSK.
Untuk itu, Ketua LPSK menilai, perlunya pemberian perlindungan terhadap para saksi dalam kasus tersebut, mengingat informasi saksi sangat penting untuk membongkar dugaan kekerasan yang mengakibatkan kematian fikri.
"Informasi para saksi yang mengetahui, melihat dan mendengar pada saat kejadian tersebut sangat penting, dan jika saksi merasa ketakutan, dapat mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Hal ini penting, karena kasus kekerasan yang terjadi saat ospek atau yang terjadi di institusi pendidikan, kerap kali sulit terungkap," ucapnya.
Kendati demikian, Ketua LPSK berharap pihak manajemen kampus bersikap obyektif dan mendukung upaya perlindungan terhadap saksi dalam kasus tersebut. "Perlu adanya pembenahan secara sistematis dalam mekanisme pengenalan kampus, hal ini perlu dilakukan untuk memutus rantai kekerasan yang kerap terjadi di institusi pendidikan," pungkasnya.
"Jika ternyata terbukti ada dugaan pembunuhan dalam kasus kematian Fikri, maka ini termasuk tindak pidana murni, tidak bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, dan pelakunya harus bertanggung jawab secara pidana," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai.
Seperti diberitakan, kematian fikri diduga akibat tindak kekerasan yang terjadi saat masa orientasi mahasiswa baru dalam kegiatan Kemah Bakti Desa (KBDY di kawasan Pantai goa cina Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 9-13 Desember 2013 lalu.
Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan pihaknya telah menerima informasi adanya ancaman dan teror terhadap para saksi, mahasiswa yang mengikuti kegiatan ospek saat itu.
"Para saksi diduga merasa ketakutan terhadap ancaman dan intimidasi yang akan mereka alami akibat informasi yang mereka sampaikan dalam proses penegakan hukum," ungkap Ketua LPSK.
Selain itu, Ketua LPSK menilai tak heran adanya ancaman terhadap para saksi tersebut, mengingat para saksi merupakan mahasiswa baru dan nasib pendidikannya bergantung pada pihak kampus.
"Adanya hierarki struktural, yang membuat mahasiswa menjadi takut jika harus memberikan kesaksian, karena pelaku diduga merupakan senior di kampus dikhawatirkan memiliki kedekatan dengan manajemen kampus," ungkap Ketua LPSK.
Untuk itu, Ketua LPSK menilai, perlunya pemberian perlindungan terhadap para saksi dalam kasus tersebut, mengingat informasi saksi sangat penting untuk membongkar dugaan kekerasan yang mengakibatkan kematian fikri.
"Informasi para saksi yang mengetahui, melihat dan mendengar pada saat kejadian tersebut sangat penting, dan jika saksi merasa ketakutan, dapat mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Hal ini penting, karena kasus kekerasan yang terjadi saat ospek atau yang terjadi di institusi pendidikan, kerap kali sulit terungkap," ucapnya.
Kendati demikian, Ketua LPSK berharap pihak manajemen kampus bersikap obyektif dan mendukung upaya perlindungan terhadap saksi dalam kasus tersebut. "Perlu adanya pembenahan secara sistematis dalam mekanisme pengenalan kampus, hal ini perlu dilakukan untuk memutus rantai kekerasan yang kerap terjadi di institusi pendidikan," pungkasnya.
(maf)