Sekolah tolak transparansi pengelolaan dana BOS
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah dan kalangan legislatif didesak membuka akses publik terhadap informasi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melalui regulasi di bidang pendidikan. Kasus penyelewengan dana BOS biasanya terendus dari sikap menutup diri pengguna anggarannya.
“Sekitar 87 persen dari 222 sekolah penerima BOS di delapan provinsi menolak menyerahkan laporan penggunaan dananya, saat kami melakukan uji akses informasi,” kata Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Suroto, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Hasil Uji Akses Program BOS di Hotel Agas Solo, Minggu (8/12/2013).
Penolakan ini dilakukan UPTD instansi pendidikan milik pemerintah terhadap petugas survei, yang dilakukan serentak pada 21 Oktober di provinsi Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Lampung, dan NAD. Instansi beralasan, dokumen tersebut rahasia dan hanya BPKP, BPK serta Inspektorat yang berhak mengauditnya. Selain itu, dokumen tak bisa keluar tanpa izin kepala dinas.
“Mereka juga khawatir dokumen tersebut dimanfaatkan untuk memeras,” lanjutnya.
Dari 12 sekolah tingkat SD dan SMP di Solo, hanya satu sekolah saja yang bersedia menyerahkan dokumen penggunaan dana BOS, meliputi salinan kuitansi pembelian barang dan sebagainya.
Sedangkan kabupaten di sekitar Solo menolak sama sekali, yakni Karanganyar, Sragen dan Klaten. Di sisi lain, hasil kajian terhadap dokumen pengelolaan BOS memunculkan tanda tanya besar.
“Secara nominal, sinkronisasi antara RKAS (rencana kegiatan anggaran sekolah) diragukan. Indikasinya, ada pembelian tidak masuk akal, transaksi menumpuk di waktu tertentu dan soal pertanggungjawaban. Dimana identitas rekanan monoton, serta nyaris tak ada selisih antara rencana dengan realisasi anggaran,” kata dia.
Menurut YSKK, informasi dana BOS bebas diakses publik yang diatur UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pemerintah daerah dan pusat bersama kalangan legislatif perlu menyeriusi fakta tersebut, supaya implementasi UU KIP optimal.
“Salah satunya dengan merevisi Kepmen No004/U/2002 tentang Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan,” tegasnya.
“Sekitar 87 persen dari 222 sekolah penerima BOS di delapan provinsi menolak menyerahkan laporan penggunaan dananya, saat kami melakukan uji akses informasi,” kata Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Suroto, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Hasil Uji Akses Program BOS di Hotel Agas Solo, Minggu (8/12/2013).
Penolakan ini dilakukan UPTD instansi pendidikan milik pemerintah terhadap petugas survei, yang dilakukan serentak pada 21 Oktober di provinsi Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Lampung, dan NAD. Instansi beralasan, dokumen tersebut rahasia dan hanya BPKP, BPK serta Inspektorat yang berhak mengauditnya. Selain itu, dokumen tak bisa keluar tanpa izin kepala dinas.
“Mereka juga khawatir dokumen tersebut dimanfaatkan untuk memeras,” lanjutnya.
Dari 12 sekolah tingkat SD dan SMP di Solo, hanya satu sekolah saja yang bersedia menyerahkan dokumen penggunaan dana BOS, meliputi salinan kuitansi pembelian barang dan sebagainya.
Sedangkan kabupaten di sekitar Solo menolak sama sekali, yakni Karanganyar, Sragen dan Klaten. Di sisi lain, hasil kajian terhadap dokumen pengelolaan BOS memunculkan tanda tanya besar.
“Secara nominal, sinkronisasi antara RKAS (rencana kegiatan anggaran sekolah) diragukan. Indikasinya, ada pembelian tidak masuk akal, transaksi menumpuk di waktu tertentu dan soal pertanggungjawaban. Dimana identitas rekanan monoton, serta nyaris tak ada selisih antara rencana dengan realisasi anggaran,” kata dia.
Menurut YSKK, informasi dana BOS bebas diakses publik yang diatur UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pemerintah daerah dan pusat bersama kalangan legislatif perlu menyeriusi fakta tersebut, supaya implementasi UU KIP optimal.
“Salah satunya dengan merevisi Kepmen No004/U/2002 tentang Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan,” tegasnya.
(lns)