Siapkan bambu runcing, petani tolak pengukuran lahan
A
A
A
Sindonews.com - Para petani Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar menyiapkan bambu runcing untuk menyambut kedatangan tim pengukur lahan sengketa.
Kaum agraris menyatakan sikap menolak pengukuran lahan yang rencananya dilakukan Selasa (3/12) dengan disaksikan Pemkab Blitar, Perhutani dan PT Holcim selaku pemegang Hak Guna Usaha (HGU).
Jika kegiatan tersebut tetap dipaksakan, mereka akan melawan. "Kita menolak pengukuran ini. Karena saat ini SK Menhut yang menjadi dasar status lahan tersebut masih dalam proses gugatan PTUN di Jakarta, " ujar juru bicara Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB) Farhan Mahfudzi kepada SINDO Senin (2/12/2013).
Sekadar untuk diketahui, sebelumnya, Kemenhut tiba- tiba mengalihkan status lahan seluas 800 hektare eks Perkebunan Gondang Tapen menjadi kawasan hutan. Padahal di atas lahan tersebut bermukim 826 kepala keluarga (KK), eks petani buruh perkebunan Gondang Tapen.
Keputusan Menhut yang dimanifestasikan dalam SK Menteri Kehutanan (Menhut) No 367 tahun 2013 tersebut terselubungi tujuan melicinkan kerja sama tukar guling (ruislag) antara PT Holcim dengan Perhutani di wilayah Kabupaten Blitar.
Sementara sisi lain yang perlu diingat juga, masa berlaku HGU yang "diestafetkan" dari eks perkebunan Gondang Tapen ke PT Wima anak perusahaan semen Cibinong dan kemudian ke tangan PT Holzim, habis sejak tahun 1996.
Tanah praktis dikuasai sepenuhnya oleh rakyat, termasuk sebagai lahan bercocok tanam dan aset tempat tinggal.
Dengan ditetapkan sebagai kawasan hutan, kehidupan petani akan terancam, termasuk kehilangan hak atas tanah (redistribusi).
Sebelumnya, atas dasar segala keganjilan proses hukum tersebut, petani menggugat SK Menhut di kantor PTUN Jakarta. Inti tuntutanya SK harus dicabut.
"Tentunya ini terasa semena-mena. Proses hukum (PTUN) masih berjalan, pengukuran sudah dilakukan. Ini sama saja diartikan, negara diadu dengan rakyatnya sendiri oleh pemilik modal, " tegas Farhan.
Hal senada ditambahkan petani Talminto, bahwa proses pengukuran lahan tersebut mendapat back up penuh dari Provinsi Jawa Timur.
Sebab informasi pengukuran lahan sengketa tersebut disosialisasikan pemerintah desa ke masyarakat.
Bahkan informasinya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang menjadi penanggung jawab langsung di depan Menhut.
"Ini seperti parikan Pagupon omahe doro, melu Pak De Karwo (Soekarwo) tambah soro. (Jawa: Pagupon rumah burung dara. Ikut Pak De Karwo, tambah sengsara," tambahnya.
Para petani berencana akan mensiagakan diri di semua tapal batas lahan yang akan dilakukan pengukuran. Dalam aksi itu, bambu runcing telah disiapkan di masing masing genggaman tangan.
"Yang pasti kami akan melawan kesewenang-wenangan ini hingga titik darah penghabisan, "tegasnya.
Sementara pihak pemkab belum bisa dikonfirmasi. Namun sebelumnya Kabag Tata Pemerintahan Kabupaten Blitar Suhendro Winarso mengatakan masih akan mempelajari dan melakukan kajian mendalam .
"Kita meminta waktu untuk mempelajari dan mengkaji masalah yang ada, "ujarnya singkat.
Kaum agraris menyatakan sikap menolak pengukuran lahan yang rencananya dilakukan Selasa (3/12) dengan disaksikan Pemkab Blitar, Perhutani dan PT Holcim selaku pemegang Hak Guna Usaha (HGU).
Jika kegiatan tersebut tetap dipaksakan, mereka akan melawan. "Kita menolak pengukuran ini. Karena saat ini SK Menhut yang menjadi dasar status lahan tersebut masih dalam proses gugatan PTUN di Jakarta, " ujar juru bicara Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB) Farhan Mahfudzi kepada SINDO Senin (2/12/2013).
Sekadar untuk diketahui, sebelumnya, Kemenhut tiba- tiba mengalihkan status lahan seluas 800 hektare eks Perkebunan Gondang Tapen menjadi kawasan hutan. Padahal di atas lahan tersebut bermukim 826 kepala keluarga (KK), eks petani buruh perkebunan Gondang Tapen.
Keputusan Menhut yang dimanifestasikan dalam SK Menteri Kehutanan (Menhut) No 367 tahun 2013 tersebut terselubungi tujuan melicinkan kerja sama tukar guling (ruislag) antara PT Holcim dengan Perhutani di wilayah Kabupaten Blitar.
Sementara sisi lain yang perlu diingat juga, masa berlaku HGU yang "diestafetkan" dari eks perkebunan Gondang Tapen ke PT Wima anak perusahaan semen Cibinong dan kemudian ke tangan PT Holzim, habis sejak tahun 1996.
Tanah praktis dikuasai sepenuhnya oleh rakyat, termasuk sebagai lahan bercocok tanam dan aset tempat tinggal.
Dengan ditetapkan sebagai kawasan hutan, kehidupan petani akan terancam, termasuk kehilangan hak atas tanah (redistribusi).
Sebelumnya, atas dasar segala keganjilan proses hukum tersebut, petani menggugat SK Menhut di kantor PTUN Jakarta. Inti tuntutanya SK harus dicabut.
"Tentunya ini terasa semena-mena. Proses hukum (PTUN) masih berjalan, pengukuran sudah dilakukan. Ini sama saja diartikan, negara diadu dengan rakyatnya sendiri oleh pemilik modal, " tegas Farhan.
Hal senada ditambahkan petani Talminto, bahwa proses pengukuran lahan tersebut mendapat back up penuh dari Provinsi Jawa Timur.
Sebab informasi pengukuran lahan sengketa tersebut disosialisasikan pemerintah desa ke masyarakat.
Bahkan informasinya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang menjadi penanggung jawab langsung di depan Menhut.
"Ini seperti parikan Pagupon omahe doro, melu Pak De Karwo (Soekarwo) tambah soro. (Jawa: Pagupon rumah burung dara. Ikut Pak De Karwo, tambah sengsara," tambahnya.
Para petani berencana akan mensiagakan diri di semua tapal batas lahan yang akan dilakukan pengukuran. Dalam aksi itu, bambu runcing telah disiapkan di masing masing genggaman tangan.
"Yang pasti kami akan melawan kesewenang-wenangan ini hingga titik darah penghabisan, "tegasnya.
Sementara pihak pemkab belum bisa dikonfirmasi. Namun sebelumnya Kabag Tata Pemerintahan Kabupaten Blitar Suhendro Winarso mengatakan masih akan mempelajari dan melakukan kajian mendalam .
"Kita meminta waktu untuk mempelajari dan mengkaji masalah yang ada, "ujarnya singkat.
(lns)