Komisaris & Direktur Utama BPR gelapkan uang nasabah
A
A
A
Sindonews.com - Subdit II Ditreskrimsus Polda Jabar berhasil membongkar kasus penyelewengan dana nasabah yang dilakukan para petinggi bank. Dari pengungkapan yang dilakukan di PT BPR Sadayana Artha Majalaya ini, polisi menetapkan seorang komisaris utama berinisial AN dan lima bawahannya sebagai tersangka.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Martinus Sitompul menjelaskan, selain AN, pihaknya juga menetapkan ZE sebagai Direktur Utama, AM sebagai Direktur, SR sebagai Kabag Operasional, NI dan KHA sebagai Account Officer sebagai tersangka.
"Tindak pidana yang dilakukan oleh petinggi PT BPR Sadayana Artha Majalaya yang berkantor di Jalan Babakan No 119 ini sudah berlangsung sejak November 2009 sampai dengan Agustus 2011 lalu. Saat ini, status PT itu sudah dilikuidasi," jelasnya kepada wartawan, Rabu (13/11/2013).
Modus yang dilakukan para tersangka adalah, dengan cara penarikan tabungan tanpa seizin dari nasabah. Selain itu, para tersangka juga melakukan penarikan angsuran kredit yang tidak dicatat dalam pembukuan. Tidak hanya itu, tersangka juga memberikan kredit fiktif dan juga melakukan rekayasa pengeluaran biaya-biaya fiktif.
"Dalam kasus ini, SR telah melakukan penarikan tabungan kepada 10 nasabah dengan total Rp56,6 juta. NI dan KHA melakukan penarikan angsuran kredit 98 debitur yang tidak dicatat dipembukuan dengan total Rp313,8 juta," bebernya.
Lebih lanjut, Martinus menerangkan, sebagai Direktur Utama, ZE juga melakukan rekayasa terhadap 34 kredit fiktif dan 18 kredit topengan sebesar Rp791 juta, yang sebagian uangnya dipakai oleh AN selaku komisaris utama.
Tak sampai di situ, ZE dan SR juga melakukan rekayasa pengeluaran biaya fiktif sepeti perjalanan dinas, kegiatan olah raga, dan kegiatan lain-lain sebesar Rp51,5 juta. "Jadi total kerugian mencapai Rp1,129 miliar. Untuk dana nasabah, nanti menunggu keputusan dari hakim," katanya.
Selain menetapkan tersangka, pihaknya juga telah mengamankan beberapa barang bukti berupa slip setoran, berkas kredit fiktif, berkas bkredit topengan, dan beberapa dokumen lainnya.
Untuk memperjelas kasus ini, pihaknya pun telah memeriksa 18 orang saksi termasuk satu orang saksi ahli. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 49 ayat 1 huruf a dan b UU No 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dalam UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp200 miliar.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Martinus Sitompul menjelaskan, selain AN, pihaknya juga menetapkan ZE sebagai Direktur Utama, AM sebagai Direktur, SR sebagai Kabag Operasional, NI dan KHA sebagai Account Officer sebagai tersangka.
"Tindak pidana yang dilakukan oleh petinggi PT BPR Sadayana Artha Majalaya yang berkantor di Jalan Babakan No 119 ini sudah berlangsung sejak November 2009 sampai dengan Agustus 2011 lalu. Saat ini, status PT itu sudah dilikuidasi," jelasnya kepada wartawan, Rabu (13/11/2013).
Modus yang dilakukan para tersangka adalah, dengan cara penarikan tabungan tanpa seizin dari nasabah. Selain itu, para tersangka juga melakukan penarikan angsuran kredit yang tidak dicatat dalam pembukuan. Tidak hanya itu, tersangka juga memberikan kredit fiktif dan juga melakukan rekayasa pengeluaran biaya-biaya fiktif.
"Dalam kasus ini, SR telah melakukan penarikan tabungan kepada 10 nasabah dengan total Rp56,6 juta. NI dan KHA melakukan penarikan angsuran kredit 98 debitur yang tidak dicatat dipembukuan dengan total Rp313,8 juta," bebernya.
Lebih lanjut, Martinus menerangkan, sebagai Direktur Utama, ZE juga melakukan rekayasa terhadap 34 kredit fiktif dan 18 kredit topengan sebesar Rp791 juta, yang sebagian uangnya dipakai oleh AN selaku komisaris utama.
Tak sampai di situ, ZE dan SR juga melakukan rekayasa pengeluaran biaya fiktif sepeti perjalanan dinas, kegiatan olah raga, dan kegiatan lain-lain sebesar Rp51,5 juta. "Jadi total kerugian mencapai Rp1,129 miliar. Untuk dana nasabah, nanti menunggu keputusan dari hakim," katanya.
Selain menetapkan tersangka, pihaknya juga telah mengamankan beberapa barang bukti berupa slip setoran, berkas kredit fiktif, berkas bkredit topengan, dan beberapa dokumen lainnya.
Untuk memperjelas kasus ini, pihaknya pun telah memeriksa 18 orang saksi termasuk satu orang saksi ahli. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 49 ayat 1 huruf a dan b UU No 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dalam UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp200 miliar.
(san)