Kerbau pusaka Keraton Solo mati dinilai pertanda buruk
A
A
A
Sindonews.com - Satu lagi kerbau bule berjenis kelamin betina keturunan Kyai Slamet ditemukan mati di kandangnya. Kematian kerbau pusaka milik Keraton Kasunanan tersebut, membuat gempar warga yang tinggal di sekitar kandang kerbau bule di Alun-Alun Kidul.
Menurut Yatini yang setiap hari mengurus kerbau keturunan Kyai Slamet yang diberi nama Kyai Dableng itu, sudah memiliki anak. Anaknya diberi nama Kyai Manis.
Dia menjelaskan jika sebelumnya kerbau bule ini sehat-sehat saja, namun malas untuk makan.
"Namun dua hari terakhir ini kerbau yang usianya tergolong tua ini tidak mau makan," terangnya Selasa (12/11/2013).
Yatini serta pengurus lainnya sebenarnya sudah curiga saat mengetahui prilaku hewan yang selalu dikirab pada awal suro ini tidak mau makan. Meskipun sudah dipaksa, kerbau tersebut tetap tidak mau menjamah makanannya yang berupa rumput dan ubi.
"Sekira pukul 12.00 Wib, Kyai Debleng masih sehat walau terlihat aras-arasen (tidak semangat). Tapi saat saya kembali ke sini pukul 14.30 Wib, Kyai Debleng sudah mati. Saya langsung menghubungi warga sekitar dan para abdi dalem Keraton Solo,” jelasnya Selasa (12/11/2013).
Hari ini juga Kyai Debleng akan dikubur di lokasi sekitar kandang kebo bule di Alun-alun kidul. Dan prosesi penguburannya akan dilakukan sebagaimana upacara pada seseorang meninggal dunia.
"Ini Kerbau keramat, jadi tidak boleh sembarangan. Dimandikan dan dikafani seperti manusia juga didoakan baru dikubur," jelasnya.
Kematian Kerbau pusaka milik Keraton diyakini masyarakat Jawa khususnya warga Solo sebagai suatu pertanda yang kurang baik.
Salah satu putra Pakubuwono (PB) XII Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Suryo Wicaksono membenarkan adanya keyakinan masyarakat jawa khususnya Solo bila pusaka milik Keraton, kerbau bule ada yang mati.
Apalagi kematian kerbau bule tersebut terjadi setelah dipaksa untuk kirab tanpa pusaka saat malam 1 Suro lalu. Menurut Gusti Nino panggilan akrabnya, secara sepiritual, kematian kerbau bule ini merupakan pertanda kurang baik.
Apalagi hingga saat ini kondisi Keraton masih sangat memprihatinkan. Dimana sang Raja, ungkap Gusti Nino, masih dizolimi dewan adat.
"Sementara pemerintah dan masyarakat Solo masih berpangku tangan dan hanya melihat keraton sebagai tontonan. Padahal semestinya bisa sebagai tuntunan. Barangkali Kyai Debleng (nama kerbau yang mati) ikut prihatin yang mendalam atas tragedi Keraton Solo yang amat memprihatinkannya," pungkasnya.
Menurut Yatini yang setiap hari mengurus kerbau keturunan Kyai Slamet yang diberi nama Kyai Dableng itu, sudah memiliki anak. Anaknya diberi nama Kyai Manis.
Dia menjelaskan jika sebelumnya kerbau bule ini sehat-sehat saja, namun malas untuk makan.
"Namun dua hari terakhir ini kerbau yang usianya tergolong tua ini tidak mau makan," terangnya Selasa (12/11/2013).
Yatini serta pengurus lainnya sebenarnya sudah curiga saat mengetahui prilaku hewan yang selalu dikirab pada awal suro ini tidak mau makan. Meskipun sudah dipaksa, kerbau tersebut tetap tidak mau menjamah makanannya yang berupa rumput dan ubi.
"Sekira pukul 12.00 Wib, Kyai Debleng masih sehat walau terlihat aras-arasen (tidak semangat). Tapi saat saya kembali ke sini pukul 14.30 Wib, Kyai Debleng sudah mati. Saya langsung menghubungi warga sekitar dan para abdi dalem Keraton Solo,” jelasnya Selasa (12/11/2013).
Hari ini juga Kyai Debleng akan dikubur di lokasi sekitar kandang kebo bule di Alun-alun kidul. Dan prosesi penguburannya akan dilakukan sebagaimana upacara pada seseorang meninggal dunia.
"Ini Kerbau keramat, jadi tidak boleh sembarangan. Dimandikan dan dikafani seperti manusia juga didoakan baru dikubur," jelasnya.
Kematian Kerbau pusaka milik Keraton diyakini masyarakat Jawa khususnya warga Solo sebagai suatu pertanda yang kurang baik.
Salah satu putra Pakubuwono (PB) XII Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Suryo Wicaksono membenarkan adanya keyakinan masyarakat jawa khususnya Solo bila pusaka milik Keraton, kerbau bule ada yang mati.
Apalagi kematian kerbau bule tersebut terjadi setelah dipaksa untuk kirab tanpa pusaka saat malam 1 Suro lalu. Menurut Gusti Nino panggilan akrabnya, secara sepiritual, kematian kerbau bule ini merupakan pertanda kurang baik.
Apalagi hingga saat ini kondisi Keraton masih sangat memprihatinkan. Dimana sang Raja, ungkap Gusti Nino, masih dizolimi dewan adat.
"Sementara pemerintah dan masyarakat Solo masih berpangku tangan dan hanya melihat keraton sebagai tontonan. Padahal semestinya bisa sebagai tuntunan. Barangkali Kyai Debleng (nama kerbau yang mati) ikut prihatin yang mendalam atas tragedi Keraton Solo yang amat memprihatinkannya," pungkasnya.
(rsa)