Lingkungan rusak, warga serang penambang pasir Sungai Brantas
A
A
A
Sindonews.com - Puluhan warga Desa Kunir, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar menyerang para penambang pasir berpiranti mekanik di sepanjang Sungai Brantas. Selain melempari dengan puluhan batu, warga juga menyita satu unit alat berat (eskavator) yang berada di lokasi.
Aksi warga merupakan puncak kekesalan atas sikap aparat kepolisian yang tutup mata dan telinga dengan praktik pencurian pasir di sepanjang Sungai Brantas.
"Sebab aktivitas mereka benar-benar telah merusak lingkungan sekitar," ujar Bani Suprayitno selaku juru bicara warga kepada wartawan, Senin (4/11/2013).
Tidak ada reaksi dari para penambang. Mereka memilih diam dan tidak menampakkan muka melawan. Begitu juga saat caci maki dilontarkan dan eskavator dipindahkan paksa dari lokasi, para penambang memilih bersikap sebagai "tawanan". Aksi warga disaksikan langsung Kepala Desa Kunir, Roekhan, yang berada di lokasi pertambangan.
Roekhan juga memilih bungkam. Hal itu mengingat lokasi pertambangan, termasuk alat berat yang ada merupakan bagian dari ladang bisnisnya.
Menurut Bani, dampak pertambangan membuat wilayah yang ada serupa rawa-rawa. Sedotan mekanik dan kerukan bego menjadikan lubang dalam dan melebar.
Sementara tak jauh dari situ terdapat permukiman warga. Selain banjir, warga juga mencemaskan ancaman longsor.
"Di lokasi itu juga ada tanah aset desa yang ikut terkeruk. Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja," jelas Bani.
Seperti diketahui, jabatan Kades Roekhan akan berakhir pada bulan Desember 2013 mendatang. Karenanya, warga khawatir aset desa yang hak pengelolaannya di tangan kades terpilih pada pilkades serentak 27 Oktober 2013 lalu itu akan turut dibisniskan.
"Dulu lokasi ini ditutup warga. Tapi dibuka lagi oleh kepala desa yang ada. Karenanya kita tutup paksa lagi," pungkas Bani.
Kapolres Kota Blitar, AKBP Yulia Agustin, sebelumnya mengatakan pemberantasan praktik pasir ilegal di sepanjang Sungai Brantas tidak bisa serta merta dilakukan. Alasannya, di dalam aktivitas yang merusak lingkungan tersebut ada mata pencaharian masyarakat kecil.
"Kita tidak bisa memberantas pertambangan pasir begitu saja. Kita mempertimbangkan hajat hidup masyarakat kecil," ujarnya.
Mengenai informasi adanya oknum polisi yang menjadi beking pertambangan pasir, Yulia berjanji akan melakukan penyelidikan. "Kalau memang terbukti tentu akan kita tindak tegas," pungkasnya.
Aksi warga merupakan puncak kekesalan atas sikap aparat kepolisian yang tutup mata dan telinga dengan praktik pencurian pasir di sepanjang Sungai Brantas.
"Sebab aktivitas mereka benar-benar telah merusak lingkungan sekitar," ujar Bani Suprayitno selaku juru bicara warga kepada wartawan, Senin (4/11/2013).
Tidak ada reaksi dari para penambang. Mereka memilih diam dan tidak menampakkan muka melawan. Begitu juga saat caci maki dilontarkan dan eskavator dipindahkan paksa dari lokasi, para penambang memilih bersikap sebagai "tawanan". Aksi warga disaksikan langsung Kepala Desa Kunir, Roekhan, yang berada di lokasi pertambangan.
Roekhan juga memilih bungkam. Hal itu mengingat lokasi pertambangan, termasuk alat berat yang ada merupakan bagian dari ladang bisnisnya.
Menurut Bani, dampak pertambangan membuat wilayah yang ada serupa rawa-rawa. Sedotan mekanik dan kerukan bego menjadikan lubang dalam dan melebar.
Sementara tak jauh dari situ terdapat permukiman warga. Selain banjir, warga juga mencemaskan ancaman longsor.
"Di lokasi itu juga ada tanah aset desa yang ikut terkeruk. Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja," jelas Bani.
Seperti diketahui, jabatan Kades Roekhan akan berakhir pada bulan Desember 2013 mendatang. Karenanya, warga khawatir aset desa yang hak pengelolaannya di tangan kades terpilih pada pilkades serentak 27 Oktober 2013 lalu itu akan turut dibisniskan.
"Dulu lokasi ini ditutup warga. Tapi dibuka lagi oleh kepala desa yang ada. Karenanya kita tutup paksa lagi," pungkas Bani.
Kapolres Kota Blitar, AKBP Yulia Agustin, sebelumnya mengatakan pemberantasan praktik pasir ilegal di sepanjang Sungai Brantas tidak bisa serta merta dilakukan. Alasannya, di dalam aktivitas yang merusak lingkungan tersebut ada mata pencaharian masyarakat kecil.
"Kita tidak bisa memberantas pertambangan pasir begitu saja. Kita mempertimbangkan hajat hidup masyarakat kecil," ujarnya.
Mengenai informasi adanya oknum polisi yang menjadi beking pertambangan pasir, Yulia berjanji akan melakukan penyelidikan. "Kalau memang terbukti tentu akan kita tindak tegas," pungkasnya.
(rsa)