Petani Blitar PTUN-kan Menteri Kehutanan

Selasa, 01 Oktober 2013 - 18:38 WIB
Petani Blitar PTUN-kan Menteri Kehutanan
Petani Blitar PTUN-kan Menteri Kehutanan
A A A
Sindonews.com - Sebanyak 826 petani eks perkebunan Gondang Tapen Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar memutuskan membawa polemik SK Menteri Kehutanan (Menhut) No 367 tahun 2013 melalui jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebab, selain merugikan petani, proses hukum terbitnya SK yang mengubah permukiman warga menjadi kawasan hutan itu dinilai sarat kepentingan politik ekonomis.

"Seluruh aktivis petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB) dan jaringan akan mendampingi petani dalam mendaftarkan gugatan pekan ini di Jakarta, " ujar juru bicara PPAB Farhan Mahfudzi kepada SINDO, Selasa (1/10/2013).

Sebelumnya ratusan petani Gondang Tapen berunjuk rasa turun ke jalan. Kepada Pemkab dan DPRD Kabupaten Blitar, mereka menyatakan menolak keberadaan SK 367.

Petani menilai produk hukum tersebut hanya untuk mengegolkan kepentingan pemilik modal, yakni dalam hal ini perusahaan semen PT Holcim.

Sedikit ke belakang. Terbitnya SK Menhut tidak terlepas dari adanya langkah bisnis PT Holcim yang merealisasikan pembangunan pabrik semen di kawasan Perhutani Kabupaten Tuban.

Sebagai ganti tukar guling (ruislag) dengan perhutani, Holcim menggunakan lahan seluas 800 hektare eks Perkebunan Gondang Tapen di wilayah Kabupaten Blitar yang secara adimistratif berada di bawah kekuasaanya.

Informasi yang dihimpun, PT Holcim memperoleh pengalihan tangan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) eks perkebunan Gondang Tapen dari anak perusahaan semen Cibinong Jawa Barat.

Sementara HGU yang dimiliki semen Cibinong berasal dari PT Gondang Tapen selaku pengelola perkebunan karet.

Menurut Farhan, masa berlaku HGU yang "diestafetkan" tersebut habis sejak tahun 1996. Meski secara administratif di tangan pemilik modal, sejak saat itu tanah sepenuhnya dikuasai para petani eks penggarap lahan perkebunan.

Selain menduduki dan menjadikannya sebagai pekarangan bercocok tanam, petani juga membagi tanah untuk bertempat tinggal.

Dengan ditetapkan sebagai kawasan hutan, 826 kepala keluarga petani akan kehilangan kehidupanya. Selain pupus harapan mendapatkan hak redistribusi tanah, tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan diusir paksa.

"Ini yang kita lawan. Karena SK yang dikeluarkan Menteri Kehutanan jelas merugikan hak petani, "terangnya.

Dalam SK 367 juga tersebut Pemkab Blitar selaku bagian dari para pihak (Planologi dan PT Holcim) memperoleh tanah seluas 70 hektare.

Tidak ada keterangan sebagai apa tanah tersebut diberikan. Kecurigaan muncul, tanah puluhan hektar tersebut sebagai imbalan atas suksesnya SK Menteri.

Farhan menegaskan bahwa dalam penerbitan produk hukum yang menyangkut khalayak yang luas, tentunya mengacu pada konsep clear and clean.

Artinya, sebelum SK Menhut diterbitkan, pihak pusat tentu melihat apakah di tingkat bawah terjadi polemik atau tidak.

"Ini salah satu item yang kita ajukan dalam gugatan PTUN nanti. Pilihanya SK dicabut atau dilakukan judicial review, "pungkasnya.

Sementara sebelumnya menanggapi polemik ini Kabag Tata Pemerintahan Kabupaten Blitar Suhendro Winarso mengatakan masih akan mempelajari dan melakukan kajian mendalam . "Kita meminta waktu untuk mempelajari dan mengkaji masalah yang ada, " ujarnya singkat.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.3985 seconds (0.1#10.140)