Eksekusi lahan di Bali ricuh, polisi bentrok dengan preman
A
A
A
Sindonews.com - Eksekusi paksa atas lahan dan bangunan Swalayan Karya Sari Jalan Pulau Saelus, Denpasar, Bali, Selasa (2/8/2013) siang tadi, berakhir rusuh.
Ratusan petugas Dalmas dan Brimoda Polda Bali terlibat bentrok dengan ratusan pria berbadan kekar yang berusaha menghalangi eksekusi paksa yang dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar.
Tanda-tanda terjadinya bentrokan sudah tercium sejak pagi ketika massa membentuk barikade sepanjang swalayan milik ahli waris Nyoman Handris yang bersengketa dengan ahli waris lainnya yakni Putu Yudistira dkk.
Ketika petugas juru sita PN Denpasar mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian hendak membacakan putusan eksekusi langsung mendapat perlawanan pihak termohon eksekusi dari keluarga Handris.
Terjadi perdebatan alot antara petugas juru sita pengadilan yang membacakan putusan eksekusi dengan pihak keluarga Handris yang menilai eksekusi sangat dipaksakan dan bukti arogansi aparat hukum.
"Coba tunjukkan di mana lokasi eksekusi, silakan petugas BPN ukur, eksekusi ini obyek hukumnya tidak jelas, " sergah Ali Sadikin, kuasa hukum Handris.
Namun petugas tidak menggubris dan tetap membacakan putusan eksekusi Ketua PN Denpasar yang mengacu putusan Peninjuan Kembali Mahkamah Agung RI tertanggal 26 Mei 20111 yang menguatkan putusan Kasasi MA N0 1564K/Pdt/2007 tanggal 26 November 2008.
Petugas gabungan yang mengawal jalannya eksekusi dipimpin Wakapolresta Denpasar AKBP I Gusti Budi Kade Arri Arsana langsung memerintahkan agar petugas mengamankan jalannya eksekusi.
Petugas Brimob yang bersenjata pentungan dan anti huru hara langsung merangsek masuk ke areal swalayan sehingga terjadi bentrokan dengan ratusan pria berbadan kekar dengan identitas pita warna jingga.
Meski mendapat perlawanan petugas berhasil menghalau dan memukul mundur massa hingga kocar kacir menyelamatkan diri. Terlebih, petugas sempat menembakkan gas air mata guna membubarkan massa.
Diketahui, sengketa lahan milik Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan, Nyoman Hndris, Ketut Suwitra dan Ketut Herlim mulai terkuak tahun 1999. Saat itu ahli waris Made Sucipta yakni anak kandungnyaPutu Yudistira dan saudara lainnya menuntut hak atas lahan yang dimiliki Handris.
Pihak Yudistira dkk, mengklaim punya hak waris atas lahan yang dimiliki Hendris sehingga melayangkan gugatan ke pengadilan.
Ratusan petugas Dalmas dan Brimoda Polda Bali terlibat bentrok dengan ratusan pria berbadan kekar yang berusaha menghalangi eksekusi paksa yang dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar.
Tanda-tanda terjadinya bentrokan sudah tercium sejak pagi ketika massa membentuk barikade sepanjang swalayan milik ahli waris Nyoman Handris yang bersengketa dengan ahli waris lainnya yakni Putu Yudistira dkk.
Ketika petugas juru sita PN Denpasar mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian hendak membacakan putusan eksekusi langsung mendapat perlawanan pihak termohon eksekusi dari keluarga Handris.
Terjadi perdebatan alot antara petugas juru sita pengadilan yang membacakan putusan eksekusi dengan pihak keluarga Handris yang menilai eksekusi sangat dipaksakan dan bukti arogansi aparat hukum.
"Coba tunjukkan di mana lokasi eksekusi, silakan petugas BPN ukur, eksekusi ini obyek hukumnya tidak jelas, " sergah Ali Sadikin, kuasa hukum Handris.
Namun petugas tidak menggubris dan tetap membacakan putusan eksekusi Ketua PN Denpasar yang mengacu putusan Peninjuan Kembali Mahkamah Agung RI tertanggal 26 Mei 20111 yang menguatkan putusan Kasasi MA N0 1564K/Pdt/2007 tanggal 26 November 2008.
Petugas gabungan yang mengawal jalannya eksekusi dipimpin Wakapolresta Denpasar AKBP I Gusti Budi Kade Arri Arsana langsung memerintahkan agar petugas mengamankan jalannya eksekusi.
Petugas Brimob yang bersenjata pentungan dan anti huru hara langsung merangsek masuk ke areal swalayan sehingga terjadi bentrokan dengan ratusan pria berbadan kekar dengan identitas pita warna jingga.
Meski mendapat perlawanan petugas berhasil menghalau dan memukul mundur massa hingga kocar kacir menyelamatkan diri. Terlebih, petugas sempat menembakkan gas air mata guna membubarkan massa.
Diketahui, sengketa lahan milik Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan, Nyoman Hndris, Ketut Suwitra dan Ketut Herlim mulai terkuak tahun 1999. Saat itu ahli waris Made Sucipta yakni anak kandungnyaPutu Yudistira dan saudara lainnya menuntut hak atas lahan yang dimiliki Handris.
Pihak Yudistira dkk, mengklaim punya hak waris atas lahan yang dimiliki Hendris sehingga melayangkan gugatan ke pengadilan.
(rsa)