BPK sengaja tak laporkan hasil audit bisa dipidana

BPK sengaja tak laporkan hasil audit bisa dipidana
A
A
A
Sindonews.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Maluku Utara (Malut) dinilai mempersulit proses penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kapal Halsel Exspres 01.
BPK tidak segera memberikan hasil audit investigasi kepada [penyidik Kejati Malut yang menangani kasus itu.
Sekertaris LSM Halmahera Corruption Watch (HCW) Bambang Ibra mengatakan, BPK diberikan tugas dan wewenang oleh negara, jika dalam pemeriksaan adanya temuan yang terindikasi korupsi maka kewajibannya melaporkan kepada pihak yang berwajib seperti, kepolisian, kejaksaan dan KPK.
HCW yang pernah menggunggat praperadilan atas terbitnya SP3 perkara dugaan korupsi melibatkan Bupati Halsel menuding BPK Malut melangar Pasal 8 ayat (3) UU nomor 15 tahun 2006 tentang BPK.
"Dalam aturan pemeriksaan ditemukan unsur pidana, maka BPK diwajibkan melaporkan hal tersebut kepada instansi berwenang, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, paling lambat satu bulan sejak adanya unsur pidana yang dimaksud," tukasnya.
Kemudian dalam penjelasan Pasal 28 huruf (a), BPK dilarang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi berwenang dan ketentuan pidana Pasal 36, BPK sengaja memperambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi bewenang.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf (a) dipidana dengan penjara paling lambat tiga tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
"Intinya BPK perwakilan Malut dan Kejati Malut tidak menseriusi kasus Halsel Expres ini, karena pasca praperadilan dua insitusi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk memproses kasus tersebut diam membisu," keluhannya.
Sementara itu, Kepala Sub bagian SDM Hukum dan Humas BPK Malut, Ronni Akbar SH kepada wartawan Selasa (30/07/2013), mengakui jika sampai saat ini pihaknya belum mengeluarkan hasil terkait kasus Halsel Ekspres 01.
Namun, dirinya tidak menjelaskan di mana letak kendalanya penganan kasus tersebut.
“Kita belum mengeluarkan hasil apa-apa dan masih dalam proses,” jawabnya singkat.
Ditanya mengenai hasil dari permintaan BPK ke Masyarakat Asosiasi Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), dirinya tidak bisa memberikan jawaban.
Sementara itu, Kepala Kejati Malut Abdoel Kadiroen kepada wartawan mengatakan, pihaknya hingga kini belum tahu hasil audit yang dilakukan oleh BPK, karena sampai saat ini belum ada informasi dari pihak BPK.
”Saya belum tahu hasil yang dikeluarkan oleh BPK padahal BPK diminta melakukan audit kerugian dalam kasus tersebut terbilang cukup lama, jadi kasus Halsel Exspres tersebut tidak bisa dilakukan penyidikan, sudah lama kami meminta ke BPK,” tukasnya.
BPK tidak segera memberikan hasil audit investigasi kepada [penyidik Kejati Malut yang menangani kasus itu.
Sekertaris LSM Halmahera Corruption Watch (HCW) Bambang Ibra mengatakan, BPK diberikan tugas dan wewenang oleh negara, jika dalam pemeriksaan adanya temuan yang terindikasi korupsi maka kewajibannya melaporkan kepada pihak yang berwajib seperti, kepolisian, kejaksaan dan KPK.
HCW yang pernah menggunggat praperadilan atas terbitnya SP3 perkara dugaan korupsi melibatkan Bupati Halsel menuding BPK Malut melangar Pasal 8 ayat (3) UU nomor 15 tahun 2006 tentang BPK.
"Dalam aturan pemeriksaan ditemukan unsur pidana, maka BPK diwajibkan melaporkan hal tersebut kepada instansi berwenang, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, paling lambat satu bulan sejak adanya unsur pidana yang dimaksud," tukasnya.
Kemudian dalam penjelasan Pasal 28 huruf (a), BPK dilarang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi berwenang dan ketentuan pidana Pasal 36, BPK sengaja memperambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi bewenang.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf (a) dipidana dengan penjara paling lambat tiga tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
"Intinya BPK perwakilan Malut dan Kejati Malut tidak menseriusi kasus Halsel Expres ini, karena pasca praperadilan dua insitusi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk memproses kasus tersebut diam membisu," keluhannya.
Sementara itu, Kepala Sub bagian SDM Hukum dan Humas BPK Malut, Ronni Akbar SH kepada wartawan Selasa (30/07/2013), mengakui jika sampai saat ini pihaknya belum mengeluarkan hasil terkait kasus Halsel Ekspres 01.
Namun, dirinya tidak menjelaskan di mana letak kendalanya penganan kasus tersebut.
“Kita belum mengeluarkan hasil apa-apa dan masih dalam proses,” jawabnya singkat.
Ditanya mengenai hasil dari permintaan BPK ke Masyarakat Asosiasi Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), dirinya tidak bisa memberikan jawaban.
Sementara itu, Kepala Kejati Malut Abdoel Kadiroen kepada wartawan mengatakan, pihaknya hingga kini belum tahu hasil audit yang dilakukan oleh BPK, karena sampai saat ini belum ada informasi dari pihak BPK.
”Saya belum tahu hasil yang dikeluarkan oleh BPK padahal BPK diminta melakukan audit kerugian dalam kasus tersebut terbilang cukup lama, jadi kasus Halsel Exspres tersebut tidak bisa dilakukan penyidikan, sudah lama kami meminta ke BPK,” tukasnya.
(lns)