Miskin, pengungsi Syiah tak dapat BLSM
A
A
A
Sindonews.com - Pengungsi Syiah asal Sampang yang kini tinggal di Rusun (Rumah Susun) Puspa Agro, Desa Jemundo, Kecamatan Taman tidak mendapatkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Padahal, mereka kini hidup di pengungsian dan termasuk warga tidak mampu.
Bahkan, pengungsi banyak yang tidak tahu apa itu BLSM yang merupakan bantuan langsung pengganti kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Kita tidak mendapat BLSM dan selama ini tidak diberitahu apa bantuan itu," ujar Muhammad Zaini, salah satu perwakilan pengungsi Syiah, Senin (24/6/2013).
Pengungsi Syiah sudah selayaknya jika mendapat BLSM. Selain statusnya pengungsi, mereka kini tidak mempunyai pekerjaan tetap. Bahkan, sejak mengungsi di GOR Sampang, mereka juga tidak mendapat bantuan untuk warga miskin.
Muhammad Zaini mengaku, pengungsi Syiah layak mendapat bantuan seperti BLSM maupun bantuan untuk warga miskin lainnya. Sebab sebelum mengungsi, kondisi mereka bisa dikatakan kurang mampu. Hal ini dibuktikan dengan kondisi rumah dan pekerjaan warga.
Pria yang akrab disapa Zaini itu mencontohkan, rumah warga Syiah itu terbuat dari gedek (anyaman bambu). Sedangkan pekerjaan warga Syiah ini mayoritas adalah petani dan serabutan.
"Kalau dilihat dari kondisi kami ya harusnya kita mendapat BLSM," tandasnya.
Kini pengungsi ketika tinggal di Rusun Puspa Agro, sudah menjadi pengangguran karena tidak bisa bekerja. Mereka hanya mengharapkan makan yang disediakan oleh Biro Kesra Pemprov Jatim yang mengurusi pengungsi Syiah yang terusir dari kampung halamannya akibat konflik berbau Sara.
Bila mendapat BLSM, bisa dimanfaatkan oleh pengungsi untuk kebutuhan lainnya. Jika kebutuhan makan sudah dicukupi oleh pemerintah, namun pengungsi masih butuh untuk memenuhi kebutuhan sekunder. Seperti untuk membeli sabun, pakaian dan lainnya.
"Kita di sini bukan hanya butuh untuk makan, tapi butuh beli sabun dan lainnya, kok tak dapat BLSM," ujar pengungsi Syiah lainnya.
Bukan hanya tidak mendapat BLSM, pengungsi Syiah di Puspa Agro juga minim fasilitas. Seperti kamar yang kini ditempati, satu kamar ada yang ditempati oleh tiga Kepala Keluarga (KK). Demikian pula untuk fasilitas belajar anak-anak juga tidak ada.
Selama tinggal di Rusun Puspa Agro, siswa tidak bisa belajar dan mengaji. Berbeda ketika mereka masih mengugsi di GOR Sampang, masih ada fasilitas untuk belajar anak dan musala untuk salat.
"Di sini anak-anak sudah tak sekolah lagi. Mereka juga tidak mengaji karena tidak ada ruangan khusus," keluh pengungsi Syiah lainnya.
Untuk itulah, pengungsi meminta agar pemerintah menyediakan paling tidak dua kamar yang bisa digunakan untuk mushala dan ruang belajar serta mengaji untuk anak-anak. Bukan hanya itu, harus ada penambahan ruang lagi sehingga satu kamar yang awalnya ditempati tiga KK bisa dipindah ke kamar baru.
Bahkan, pengungsi banyak yang tidak tahu apa itu BLSM yang merupakan bantuan langsung pengganti kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Kita tidak mendapat BLSM dan selama ini tidak diberitahu apa bantuan itu," ujar Muhammad Zaini, salah satu perwakilan pengungsi Syiah, Senin (24/6/2013).
Pengungsi Syiah sudah selayaknya jika mendapat BLSM. Selain statusnya pengungsi, mereka kini tidak mempunyai pekerjaan tetap. Bahkan, sejak mengungsi di GOR Sampang, mereka juga tidak mendapat bantuan untuk warga miskin.
Muhammad Zaini mengaku, pengungsi Syiah layak mendapat bantuan seperti BLSM maupun bantuan untuk warga miskin lainnya. Sebab sebelum mengungsi, kondisi mereka bisa dikatakan kurang mampu. Hal ini dibuktikan dengan kondisi rumah dan pekerjaan warga.
Pria yang akrab disapa Zaini itu mencontohkan, rumah warga Syiah itu terbuat dari gedek (anyaman bambu). Sedangkan pekerjaan warga Syiah ini mayoritas adalah petani dan serabutan.
"Kalau dilihat dari kondisi kami ya harusnya kita mendapat BLSM," tandasnya.
Kini pengungsi ketika tinggal di Rusun Puspa Agro, sudah menjadi pengangguran karena tidak bisa bekerja. Mereka hanya mengharapkan makan yang disediakan oleh Biro Kesra Pemprov Jatim yang mengurusi pengungsi Syiah yang terusir dari kampung halamannya akibat konflik berbau Sara.
Bila mendapat BLSM, bisa dimanfaatkan oleh pengungsi untuk kebutuhan lainnya. Jika kebutuhan makan sudah dicukupi oleh pemerintah, namun pengungsi masih butuh untuk memenuhi kebutuhan sekunder. Seperti untuk membeli sabun, pakaian dan lainnya.
"Kita di sini bukan hanya butuh untuk makan, tapi butuh beli sabun dan lainnya, kok tak dapat BLSM," ujar pengungsi Syiah lainnya.
Bukan hanya tidak mendapat BLSM, pengungsi Syiah di Puspa Agro juga minim fasilitas. Seperti kamar yang kini ditempati, satu kamar ada yang ditempati oleh tiga Kepala Keluarga (KK). Demikian pula untuk fasilitas belajar anak-anak juga tidak ada.
Selama tinggal di Rusun Puspa Agro, siswa tidak bisa belajar dan mengaji. Berbeda ketika mereka masih mengugsi di GOR Sampang, masih ada fasilitas untuk belajar anak dan musala untuk salat.
"Di sini anak-anak sudah tak sekolah lagi. Mereka juga tidak mengaji karena tidak ada ruangan khusus," keluh pengungsi Syiah lainnya.
Untuk itulah, pengungsi meminta agar pemerintah menyediakan paling tidak dua kamar yang bisa digunakan untuk mushala dan ruang belajar serta mengaji untuk anak-anak. Bukan hanya itu, harus ada penambahan ruang lagi sehingga satu kamar yang awalnya ditempati tiga KK bisa dipindah ke kamar baru.
(rsa)