Batu Candi di Temanggung mulai diteliti
A
A
A
Sindonews.com - Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Temanggung melaporkan temuan batu candi ke Balai Pelestarian Peninggalan Purbakal (BP3) Jawa Tengah. Sebelumnya ditemukan benda purbakala di Dusun Bantengan, Desa Kebonsari, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung.
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olaharaga Kabupaten Temanggung, Subekti Prijono mengatakan, temuan tersebut diprediksikan bentuk menhir dan sarfokagus dari zaman megalitikum. Namun, hal itu masih akan dipastikan setelah dilakukan penelitian di BP3.
“Besok akan dilaporkan ke BP3 untuk mendapatkan rekomendasi,” katanya, ketika dihubungi, Rabu (6/3/2013).
Kesimpulan sementara yang dilakukan tim arkeologis Pemkab Temanggung, batu tersebut merupakan peninggalan zaman prasejarah. Sebanyak lima batu yang ditemukan mengarah pada bentuk bangunan menhir dan sarfokagus dari zaman peradaban batu besar.
“Awalnya ada empat, tapi ternyata ada lima batu yang ditemukan, Ini temuan baru karena sejauh ini tidak ditemukan situs dari zaman prasejarah,” lanjutnya.
Secara rinci, dia menyampaikan, batu pertama merupakan lempengan dengan panjang 150 sentimeter dan tinggi 100 meter. Batu kedua merupakan batu dengan bentuk lempeng dengan bagian atas mendekati bulat dan ada tanda-tanda terpotong. Batu ketiga merupakan batu yang kemungkinan merupakan bagian pangkal dari batu kedua yang terpotong.
Batu keempat, lanjutnya, merupakan batu yang berbentuk segi tiga siku-siku yang merupakan pecahan batu pertama dan batu terakhir berbentuk bulat dan belum diketahui hubungannya dengan keempat batu lainnya.
“Batu kedua dan ketiga adalah bentuk menhir dari megalitik. Dari dugaan itu memperhatikan konteks temuan maka lempengan satu dan empat adalah bagian dari peti kubur atau sarfokagus,” terangnya.
Sementara itu, di lokasi temuan batu-batu tersebut saat ini menjadi objek wisata dadakan, ratusan orang setiap harinya memadati kawasan ini untuk melihat langsung temuan di lahan bengkok Kaur Pemerintahan Desa yang dikelola oleh Sujadi.
Seorang warga setempat, Wagiyah (47) mengatakan, sejumlah warga rela menjaga keberadaan batu tersebut selama 24 jam. Sebab, ada beberapa orang yang melakukan ritual tanpa tujuan yang jelas.
"Kami terpaksa melarangnya. Untuk itu, siang dan malam ada yang jaga," tandasnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olaharaga Kabupaten Temanggung, Subekti Prijono mengatakan, temuan tersebut diprediksikan bentuk menhir dan sarfokagus dari zaman megalitikum. Namun, hal itu masih akan dipastikan setelah dilakukan penelitian di BP3.
“Besok akan dilaporkan ke BP3 untuk mendapatkan rekomendasi,” katanya, ketika dihubungi, Rabu (6/3/2013).
Kesimpulan sementara yang dilakukan tim arkeologis Pemkab Temanggung, batu tersebut merupakan peninggalan zaman prasejarah. Sebanyak lima batu yang ditemukan mengarah pada bentuk bangunan menhir dan sarfokagus dari zaman peradaban batu besar.
“Awalnya ada empat, tapi ternyata ada lima batu yang ditemukan, Ini temuan baru karena sejauh ini tidak ditemukan situs dari zaman prasejarah,” lanjutnya.
Secara rinci, dia menyampaikan, batu pertama merupakan lempengan dengan panjang 150 sentimeter dan tinggi 100 meter. Batu kedua merupakan batu dengan bentuk lempeng dengan bagian atas mendekati bulat dan ada tanda-tanda terpotong. Batu ketiga merupakan batu yang kemungkinan merupakan bagian pangkal dari batu kedua yang terpotong.
Batu keempat, lanjutnya, merupakan batu yang berbentuk segi tiga siku-siku yang merupakan pecahan batu pertama dan batu terakhir berbentuk bulat dan belum diketahui hubungannya dengan keempat batu lainnya.
“Batu kedua dan ketiga adalah bentuk menhir dari megalitik. Dari dugaan itu memperhatikan konteks temuan maka lempengan satu dan empat adalah bagian dari peti kubur atau sarfokagus,” terangnya.
Sementara itu, di lokasi temuan batu-batu tersebut saat ini menjadi objek wisata dadakan, ratusan orang setiap harinya memadati kawasan ini untuk melihat langsung temuan di lahan bengkok Kaur Pemerintahan Desa yang dikelola oleh Sujadi.
Seorang warga setempat, Wagiyah (47) mengatakan, sejumlah warga rela menjaga keberadaan batu tersebut selama 24 jam. Sebab, ada beberapa orang yang melakukan ritual tanpa tujuan yang jelas.
"Kami terpaksa melarangnya. Untuk itu, siang dan malam ada yang jaga," tandasnya.
(ysw)