Joko gunakan senpi tanpa izin

Jum'at, 18 Januari 2013 - 18:24 WIB
Joko gunakan senpi tanpa...
Joko gunakan senpi tanpa izin
A A A
Sindonews.com - Aiptu Joko Subandi, seorang anggota Dalmas Polres Magelang Kota diketahui melakukan aksi bunuh diri menggunakan senjata api (senpi) tanpa izin. Menuysul senpi tersebut merupakan inventaris Polri yang tidak diperbolehkan dibawa pulang di luar jam bertugas.

Kapolres Magelang Kota, AKBP Joko Pitoyo menyampaikan, korban sebelum meninggal masih menjalankan tugas untuk mengamankan obyek vital di pertokoan emas di Jalan Pemuda.

Dalam menjalankan tugas, tiap petugas dibekali dengan senjata api yang sesuai dengan peruntukannya. Namun, senjata itu harus dikembalikan setelah selesai bertugas.

”Kalau selesai tugas sebenarnya harus dikembalikan lagi,” katanya, di Mapolres Magelang, Jumat (18/1/2013).

Pitoyo menegaskan, melihat kondisi tersebut pihaknya berjanji akan segera melakukan inventarisir kembali senjata api secara disiplin dan rutin.

”Nanti akan kita inventaris lagi (senjata),” ungkap Pitoyo.

Menurutnya, setiap petugas yang dilengkapi dengan senjata api harus melalui prosedur yang berlaku. Diantaranya mengikuti tes psikologi dan pemeriksaan senjata api secara rutin.

Namun, untuk penyidikan kasus bunuh diri tersebut diserahkan yang berwenang yakni Polres Kabupaten Magelang.

"Lokasi kejadian berada di wilayah hukum Polres Kabupaten Magelang. Jadi, kami hanya membantu," ujarnya.

Terpisah, Kapolres Kabupaten Magelang, AKBP Guritno Wibowo mengatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan guna mengungkap motif maupun faktor kasus bunuh diri yang dilakukan Aiptu Joko Subandi.

"Saat ini kami masih mendalami kasus ini. Apakah ada masalah berat yang mengakibatkan depresi, atau ada masalah lain sehingga yang bersangkutan nekat bunuh diri," kata Guritno.

Pemeriksaan saksi-saksi sudah dilakukan, namun pihaknya belum memanggil saksi dari keluarga korban. Mengingat kondisi keluarga masih berduka. Rencananya, pemeriksaan saksi akan dilakukan beberapa waktu setelah kondisi normal.

"Segera kami akan melakukan pemeriksaan saksi-saksi, namun alangkah baiknya menunggu waktu yang tepat. Selain menghormati keluarga yang masih berduka, kami mempertimbangkan kondisi psikis saksi," lanjutnya.

Mengenai dugaan korban nekat mengakhiri hidupnya lantaran persoalan nikah siri dengan perempuan berinisial NN (26), warga Kecamatan Tegalrejo, Guritno juga belum bisa memberikan keterangan.

"Kami masih dalam proses. Sehingga dugaan-dugaan masih belum dipastikan," timpalnya.

Sejauh ini, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya senjata api pistol jenil revolver seri ACD8351 inventaris Polri dan satu buah handphon.

Jenazah korban juga sudah dilakukan pemeriksaan oleh dokter dari Tim forensik. Ditemukan, insiden nahas tersebut korban tewas akibat peluru senjata api mengenai rahang kanan hingga menembus kepala bagian belakang.

"Satu kali tembakan, tapi dari rahang menembus kepala bagian belakang," paparnya.

Dikatakannya, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Polres Magelang Kota terkait penggunaan senjata api yang merupakan inventaris Polri oleh korban. Mengingat aturan senjata harus dikembalikan setelah bertugas untuk dilakukan pengecekan.

"Kalau soal itu nanti kami akan koordinasi dengan Polresta," imbuhnya.

Sementara seorang psikolog, Suci Widayanti mengutarakan ada belum bisa memastikan penyebab korban nekat melakukan bunuh diri. Menurutnya, ada beberapa faktor yang mendasari orang untuk berbuat nekat. Diantaranya halusinasi, paranoid, depresi dan gangguan kejiwaan.

"Dalam kasus ini, saya belum bisa memastikan bahwa korban benar depresi atau tidak. Karena untuk memastikan itu perlu adanya pemeriksaan terlebih dulu," ujarnya.

Pemeriksaan itu bisa melalui keterangan dari keluarga korban, rekan kerja, dan tetangga.

"Ada perubahan sikap atau perilaku pada korban sebelum bunuh diri, ssetidaknya satu minggu sampai sebulan terakhir. Nah, dari sini baru bisa dipastikan penyebab korban nekat bunuh diri, depresi atau yang lain," tuturnya lagi.

Suci juga tidak membedakan korban bunuh diri tersebut merupakan warga sipil, pejabat, atau petugas negara.

"Setiap orang punya masalah masing-masing yang dapat mempengaruhi kejiwaan. Meskipun memang di dalam aparat negara ada prosedur pemeriksaan psikologo secara rutin," tandasnya.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7934 seconds (0.1#10.140)