Keluarga benteng utama cegah pelecehan seksual
A
A
A
Sindonews.com - Kasus kekerasan seksual yang belakangan marak terjadi di DIY menjadi keprihatinan bagi semua kalangan.Apalagi, kasus seksual ini sudah merambah kalangan pelajar. Mereka tanpa canggung dan sungkan melakukan hubungan layaknya suami istri dengan teman atau pacar.
Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Sulistyaningsih berpendapat kasus seks bebas di kalangan remaja khususnya pelajar dilatarbelakangi dua faktor.Yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari keluarga, sedang faktor eksternal berasal dari pengaruh lingkungan, pergaulan, perkembangan informasi teknologi yang membentuk karakter remaja.
Menurut Sulistyaningsih, saat ini tiap orang bisa dengan mudah mengakses situs porno tanpa filter, misalnya melalui warung internet di luar sepengetahuan orang tua. “Orang tua sebenarnya punya peran strategis untuk menyosialisasikan pendidikan seks,namun yang terjadi selama ini banyak orang tua yang tidak mau peduli,”katanya.
Di luar keluarga,peran dari sekolah juga diperlukan,misalnya melalui bimbingan konseling (BK). Dengan pemberian pemahaman mengenai risiko seks di usia dini, anak tidak akan terjebak dengan pergaulan bebas. Di Provinsi DIY kasus yang pernah menghebohkan yakni terungkapnya kasus pesta seks empat pelajar SMP di Gunungkidul pada Oktober 2011 lalu. Perilaku menyimpang itu dilakukan di ruang kelas usai berpesta minuman keras (miras).
Aksi bejat itu didokumentasikan melalui kamera telepon seluler milik salah satu pelaku. Dari hasil penyidikan mereka kerap menonton video porno melalui telepon seluler. Belum hilang dari ingatan, awal Februari 2011 kembali dihebohkan dengan munculnya video pesta seks sembilan pelajar SMA.
Menanggapi maraknya kasus kekerasan sekual terhadap perempuan dan anak serta pesta seks di kalangan remaja, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia( MUI) DIY Ahmad Muhsin Kamaludiningrat mengatakan ,MUI sejak 2001 sudah mengeluarkan fatwa haram pada pornografi dan pornoaksi. Menurut Ahmad Muhsin, teknologi informasi yang terbuka dan tanpa adanya filter berpengaruh besar terhadap moral bangsa. (wbs)
Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Sulistyaningsih berpendapat kasus seks bebas di kalangan remaja khususnya pelajar dilatarbelakangi dua faktor.Yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari keluarga, sedang faktor eksternal berasal dari pengaruh lingkungan, pergaulan, perkembangan informasi teknologi yang membentuk karakter remaja.
Menurut Sulistyaningsih, saat ini tiap orang bisa dengan mudah mengakses situs porno tanpa filter, misalnya melalui warung internet di luar sepengetahuan orang tua. “Orang tua sebenarnya punya peran strategis untuk menyosialisasikan pendidikan seks,namun yang terjadi selama ini banyak orang tua yang tidak mau peduli,”katanya.
Di luar keluarga,peran dari sekolah juga diperlukan,misalnya melalui bimbingan konseling (BK). Dengan pemberian pemahaman mengenai risiko seks di usia dini, anak tidak akan terjebak dengan pergaulan bebas. Di Provinsi DIY kasus yang pernah menghebohkan yakni terungkapnya kasus pesta seks empat pelajar SMP di Gunungkidul pada Oktober 2011 lalu. Perilaku menyimpang itu dilakukan di ruang kelas usai berpesta minuman keras (miras).
Aksi bejat itu didokumentasikan melalui kamera telepon seluler milik salah satu pelaku. Dari hasil penyidikan mereka kerap menonton video porno melalui telepon seluler. Belum hilang dari ingatan, awal Februari 2011 kembali dihebohkan dengan munculnya video pesta seks sembilan pelajar SMA.
Menanggapi maraknya kasus kekerasan sekual terhadap perempuan dan anak serta pesta seks di kalangan remaja, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia( MUI) DIY Ahmad Muhsin Kamaludiningrat mengatakan ,MUI sejak 2001 sudah mengeluarkan fatwa haram pada pornografi dan pornoaksi. Menurut Ahmad Muhsin, teknologi informasi yang terbuka dan tanpa adanya filter berpengaruh besar terhadap moral bangsa. (wbs)
()