Kisah Perawat Corona, Dikucilkan Warga dan Tidur Terpisah dari Anak

Jum'at, 03 April 2020 - 16:40 WIB
Kisah Perawat Corona, Dikucilkan Warga dan Tidur Terpisah dari Anak
Kisah Perawat Corona, Dikucilkan Warga dan Tidur Terpisah dari Anak
A A A
KEDIRI - Tidak semua petugas medis bersedia ditempatkan dan ditugaskan di ruang isolasi khusus pasien positif corona. Hanya mereka yang berhati dan bermental baja saja yang ikhlas menerima tugas ini.

Salah satunya adalah Minarsih, salah satu perawat ruang isolasi RSUD Gambiran Kota Kediri. Perempuan berusia 4. Perempuan berusia 47 tahun itu pun menceritakan hari-harinya saat bertugas sebagai frontliner atau garda terdepan yang berinteraksi langsung dengan pasien baik yang berstatus PDP (Pasien dalam Pantauan) maupun jika ada yang positif. (Baca juga: Meninggal Usai Dijenguk Cucu, Warga Enggan Kuburkan Jenazah)

Disaat banyak perawat menolak ditempatkan di ruang isolasi karena beresiko tertular, Minarsih justru menyatakan kesediaanya. "Tidak semua perawat mau ditempatkan di sini karena resikonya yang tinggi,” ungkap Minarsih, Jumat (3/4/2020).

Bukan karena merasa kebal atau memiliki imunitas super, Minarsih yang sebelumnya bertugas di bagian Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI) juga dirundung cemas seperti halnya dirasakan pasien yang dia rawat. Dengan berinteraksi langsung, Minarsih sadar, dirinya akan terus diincar risiko tertular. Apalagi jika kondisi staminanya sedang turun karena kelelahan.

Setiap pulang ke rumah, dia juga tidak bisa leluasa lagi bercengkrama dengan keluarganya, meskipun sudah berdisiplin menerapkan protokoler yang diinstruksikan. Bahkan, sampai sekarang Minarsih mengaku masih merahasiakan tugas yang diembannya itu ndari anak-anaknya, karena tidak ingin melihat buah hatinya ketakutan. "Saya juga terpaksa tidur terpisah dengan anak agar tidak terpapar. Secara otomatis, saya termasuk kategori ODR (Orang dalam Risiko)," katanya.

Semua perasaan takut tertular tertepis jauh saat Minarsih menyadari perawat merupakan jalan profesi yang menjadi pilihan hidupnya. Yang dia tahu, perawat tidak boleh menolak tugas kemanusiaan, apapun itu risikonya.

Karenannya, ketika banyak rekannya menolak bertugas di ruang isolasi, dia justru mengambilnya. "Apalagi juga tidak sebanding dengan penderitaan dan ketakutan pasien yang terindikasi corona," paparnya.

Namun yang sedikit menjadi ganjalan adalah APD (Alat Perlindungan Diri) yang harus Minarsih kenakan dan langsung dibuang karena memang protokolernya sekali pakai. Jumlah APD menurut dia, sangatlah terbatas.

Untuk mengakalinya, maka tidak ada solusi lain selain mengurangi intensitas berinteraksi dengan pasien. Agar pelayanan tetap berjalan, sebagai ganti Minarsih membentuk grup WA yang beranggotakan petugas ruangan dan pasien.

Termasuk Minarsih, ada sebanyak 12 orang perawat yang bertugas di ruang isolasi COVID-19 RSUD Gambiran. Bukan hanya melaporkan kebutuhan pasien, grup ini juga bisa mengurangi rasa jenuh serta memberi motivasi. Hadirnya grup WA membuat pasien bisa berinteraksi satu sama lain, sekaligus saling memompa semangat untuk sembuh bersama sama.

Hal senada dicurhatkan perawat Tri Sudaryati, rekan Minarsih yang juga bekerja di ruang isolasi. Bahkan, sejak bertugas di ruang isolasi pasien terindikasi corona, Tri mengaku sempat dikucilkan di lingkungannya karena dianggap bisa menularkan virus. "Padahal tidak sesederhana itu," katanya.

Bagi Tri dan perawat yang lain, pengabdian yang diakuinya memang beresiko tinggi itu harus terus berjalan. Tidak hanya merawat pasien, Tri dan perawat lain pun menjadi tempat curhat pasien di saat ngedrop dan sedih. Mereka, kata Tri, juga tidak jarang merangkap kurir barang titipan dari keluarga pasien.

Namun, karena keterbatasan APD, pengantaran barang itu tidak bisa dilakukan setiap saat. Selain ketersediaan APD yang diharapkan segera terpenuhi, Tri dan Minarsih juga berharap situasi darurat COVID-19 bisa segera berakhir.

“Dibutuhkan ketulusan, keikhlasan, dan percaya pada Allah untuk mengemban tugas ini. Kalau Allah tidak menghendaki kami tertular, Insyaallah aman," kata Tri Sudaryati.

Direktur RSUD Gambiran Fauzan Adhima mengakui bahwa ketersediaan APD memang terbatas. “Pada awal-awal sempat ada kesulitan penyediaan APD karena banyak distributor yang menghentikan pengiriman," ujarnya.

Namun saat ini ketersediaan APD relatif sudah mencukupi. Fauzan berharap tidak ada penambahan jumlah pasien sehingga stok APD tetap cukup. "Semoga pasien tidak nambah lagi sehingga APD-nya tetap tercukupi," kata Fauzan.

Fauzan juga menyatakan apresiasinya kepada semua medis, paramedis, dan petugas lain yang all out memberikan pelayanan terbaik bagi pasien di RSUD Gambiran. "Semoga tenaga medis, paramedis, dan petugas lainnya selalu diberikan kesehatan," ujarnya.
(nbs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3531 seconds (0.1#10.140)