Silaunya Kemilau Emas dan Oleh-oleh di Somba Opu

Sabtu, 14 Maret 2020 - 07:02 WIB
Silaunya Kemilau Emas dan Oleh-oleh di Somba Opu
Silaunya Kemilau Emas dan Oleh-oleh di Somba Opu
A A A
Sore itu menjelang senja, matahari masih ramah menyapa. Sinarnya yang kuning berpadu jingga menghangatkan suasana di pesisir pantai Kota Makassar. Suara bising knalpot kendaraan dan asap tipisnya, seolah tak dirasakan oleh orang-orang yang berlalulalang di sekitarnya, di kawasan barat Kota Makassar.

Kawasan yang menyimpan surga belanja bagi masyarakat maupun wisatawan ini namanya Jalan Somba Opu. Berada di lingkungan Kecamatan Ujung Pandang, pengunjung akan menemukan deretan toko yang umumnya menjual emas.

Jalan yang mirip dengan nama salah satu benteng peninggalan Kerajaan Gowa ini panjangnya 700 meter dan lebar 6 meter. Somba Opu tak henti menjadi magnet. Jalan ini selalu ramai dikunjungi warga setempat atau wisatawan, apalagi lokasinya yang dekat dengan area Pantai Losari, kawasan wisata tersohor di Makassar.

Akhir pekan lalu, Koran SINDO menapaki kawasan yang moncer dengan predikat tempat berbelanja emas terbaik di Indonesia bagian timur, bahkan se-Nusantara ini. Deretan toko di sisi kanan dan kiri tampak begitu ramai. Separuh badan jalan dipenuhi deretan mobil yang terparkir. Kilauan emas tak henti dikanan-kiri sepanjang jalan. Umumnya pertokoan disepanjang Jalan Somba Opu dibangun seperti rumah toko (ruko) berukuran lebar 3 meter dan panjang 10 meter, berlantai dua hingga empat.

Dari gerbang bertuliskan “Somba Opu Shopping Center” masuk dari Jalan Pattimura kekanan hingga berakhir di perempatan Jalan Muchtar Lutfi, tercatat ada 88 toko emas di sisi kiri dan kanan. Di sebelah kanan, 38 toko emas dan sebelah kiri 50 toko emas.

Setiap toko memamerkan beragam perhiasan emas rata-rata berada di lantai satu dan ditaruh di etalase kaca. Begitu sesaknya kawasan ini dan kecilnya ruko, setiap etalase hanya berjarak 1-2 meter dari pintu masuk.

Trotoar sempit yang menyatu dengan bagian depan toko-toko dipenuhi hilir mudik orang yang berbelanja. Di trotoar ini pula, pembeli emas bekas atau yang disebut pattimbang berjajar memasang meja kecil dengan seperangkat alat timbangan, siap membeli emas milik masyarakat. “Jalan Somba Opu dulu itu pasar memang, cuma sudah dipugar jadi pertokoan. Dan ramai,” ucap Nurhayati (75) tokoh masyarakat setempat yang memang asli Bontonompo, Gowa.

Husain (50) keponakan Nurhayati, mengungkapkan bahwa selain warga China, kawasan Somba Opu juga banyak dihuni orang keturunan Arab. Pamor Jalan Somba Opu menjadi sentra toko emas sejak 1970. Tak hanya toko emas, beberapa toko peralatan musik dan olahraga ataupun kerajinan juga ada di situ.

Bukan hanya hasil kerajinan tukang emas domestik, emas perhiasan model India dan Timur Tengah pun berseliweran di kawasan ini. Emas kuning, emas putih hingga berlian pun terpajang rapi di beberapa etalase. “Aih.. tidak afdol ke Makassar kalau tidak beli emas. Bagus kualitasnya, kadar dan modelnya sangat dikenal baik se-Indonesia,” ujar Afifah, perempuan asal Semarang yang kebetulan membeli cincin dan gelang di Toko Emas Murni, kawasan Somba Opu. (Baca: Kaligending: Menguak Peradaban Masyarakat di Sepanjang Sungai Lukula)

Menurutnya, kadar emas jadi salah satu keunggulan perhiasan yang dijual di Jalan Somba Opu. Kebanyakan kadar emas dijual yakni emas 916. Beberapa masyarakat menyebut dengan emas 88 dan 87,5%. Secara umum, emas yang dijual di Somba Opu adalah 22-23 karat. Kejujuran dalam kadar atau karat emas di pertokoan ini juga menjadi alasan mengapa orang berburu emas di Somba Opu. Beberapa toko emas yang cukup terkenal yakni Toko Harapan Baru, Senang, Sama Senang, Sejahtera, Murni, Logam Mulia, dan Sinar Sulawesi.

Kolil, salah satu pattimbang emas bekas, mengatakan kawasan Somba Opu mulai ramai dikunjungi sejak pukul 09.00 hingga 20.00 Wita. Profesi sebagai pattimbang sudah dijalani sejak 15 tahun lalu. Sebulan, emas yang dibelinya rata-rata bisa sampai 100-200 gram. Dari setiap gram, keuntungannya berkisar Rp5.000 hingga Rp10.000.

Guru Besar Fakultas SastraUniversitas HasanuddinNurhayati Rahman mengatakan,kawasan pertokoan emas di Somba Opu telah ada sejak 1970. Dibuka oleh Wali Kota HM Dg Patompo. Kala itu beberapa bagian permukiman masih tampak kosong. Guru besar filologi ini menuturkan, pada zaman kolonial, orang Belanda menguasai kawasan di dekat jalan-jalan besar di Makassar, seperti Jenderal Sudirman dan Dr Ratulangi.

Sementara keturunan Asia dan Timur Tengah seperti China, Arab mendapat Jalan pendek, salah satunya Jalan Somba Opu. Nurhayati menyebut perdagangan emas di Makassar diteken di dalam perjanjian Bongaya. Saat itu kesultanan seperti Mandar dan Bone harus menyerahkan upeti berupa emas di wilayah tersebut. “Memang daerah perdaganganitu di sana, sejak KerajaanGowa Tallo ada,” ujarnya.

Oleh Belanda, beberapa benteng peninggalan kerajaan dirobohkan dan dijadikan pusat pemerintahan. Maka itu, Jalan Somba Opu itu dekat dengan Benteng Rotterdam, karena disitu salah satu pusat pemerintahan juga,” ucapnya.

Budayawan sekaliguspenulis buku sastra I La Galigoini menjelaskan, sejak Orde Baru, penataan permukiman penduduk sebagai tujuan wisata selalu digalakkan, terutama untuk memeratakan perekonomian dari hasil wisatabelanja. “Karena memang disitu kawasan Pecinan. Sampai sekarang, makanya banyak bangunan kuno yang kental dengan gaya arsitektur Tionghoa,” terang sastrawan yang karya-karyanya mendapat pengakuan dari UNESCO ini.

Perlahan keberadaan jalan yang diapit oleh dua kelurahan yaitu Maloku dan Bulo Gading itu mulai bertransformasi. Pemerintah tidak lagi melihat Jalan Somba Opu sebagai tempat penjualan emas, tetapi jalan itu telah berubah menjadi emas itu sendiri. (Baca juga: Sejarah Masuknya Islam di Tanah Batak)

Ibarat anak kesayangan yang tiap saat dimanja, wajah daerah itu mulai berubah. Somba Opu mulai bersolek untuk menggaet orang asing yang datang. “Supaya parawisatawan nyaman dan bersih, karena itu kan sudah jadi kawasan area publik, jadi kita fokuskan menjadi prioritas untuk kebersihan dan kenyamanannya,” kata Camat Ujung Pandang Andi Zulkifli.

Transformasi terus berkembang hingga Somba Opukhas di mata orang-orang sebagai sentra oleh-oleh Makassar. Turis lokal yang datang tiap tahunnya mencapai 5 juta orang. Adapun turis asingmencapai ratusan ribu orang.

“Wilayah Somba Opu masukwilayah yang kita promosikansebagai wisata belanja oleh-oleh,Somba Opu sudah dimasukkan ke dalam aplikasi tourism,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Makassar Rusmayani Majid.

Penjabat Wali Kota Makassar Iqbal Samad Suhaeb optimistis Somba Opu masih bisa dioptimalkan sebagai destinasi wisata karena karakternya yang spesifik. “Produknya spesifik yang berbeda dengan tempat-tempat lain,” kata Iqbal.

Meski memiliki ambisi yang bagus, ada persoalan lain yang mulai menghinggapi kawasan ini. Imbas banyaknya turis adalah kemacetan lalu lintas lantaran minimnya lahan parkir.

Es Putar nan Melegenda

Menemani berburu perhiasan, masyarakat bisa mencoba jajanan es putar yangcukup banyak berjejer di sini. Salah satunya Es Putar Shandi yang memangkalkan gerobaknya di perempatan Jalan Ranggong-Jalan Somba Opu.

Es putar kerap dianggap sebagai es tradisional khas Makassar. Aldy, salah satu penjual, mengaku es putar terbuat dari tepung kanji, lalu dilengkapi tapai, kacang, alpukat hingga irisan nangka dan taburan susu bubuk.

“Kalausaya ini generasi ketiga, bapak itu sekitar 20 tahun, dari kakek saya juga itu jualan. Mulai ada ini Somba Opu di sini memang jualannya, tapi dulu keliling tidak menetap begini,” ujar pemuda yang tinggal di Jalan Laiya, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar ini.

Seiring berjalannya waktu, cita rasa khas es putar di Makassar sudah mulai mengikuti perkembangan zaman. Jika dulu hanya tapai, sekarang ada buah-buahan sampai susu dan kacang. (Faizal Mustofa/Ashari Prawira Negara)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6341 seconds (0.1#10.140)