Kisah Sendang Sinongko dan Pelarian Prajurit Kasultanan Mataram
A
A
A
Wilayah Dlingo, Bantul tak hanya kaya akan wisata alam. Di wilayah paling timur di Kabupaten Bantul ini juga kaya akan tempat bersejarah dan cerita rakyat.
Salah satunya di Dusun Tangkil, Desa Muntuk, Dlingo, Bantul, DIY. Di tempat ini ada sebuah sendang yang dipercaya sebagai cikal bakal Dusun Tangkil. Ceritanya pun tak terlepas dengan kisah seorang sesepuh Kasultanan Mataram di era Amangkurat I.
Sendang Sinongko, begitu warga sekitar menyebutnya, berada sekitar 50 meter di sebelah timur Masjid Baitul Muttaqin Tangkil. Di tempat ini ada sebuah sendang yang airnya tidak pernah kering. Tepat di dekat Sendang, berdiri menjulang tinggi pohon beringin yang tingginya sekitar 10 meteran lebih. Sebuah bangunan yang diperuntukkan sebagai pemandian umum berada.
Berdasarkan cerita turun temurun, di dekat sedang ini adalah tempat tinggal Ki Onggowongso yang merupakan punggawa kenamaan di Kasultanan Mataram. Dia adalah pejabat yang tegas, berani dan amanah.
Lantaran ketegasan,keberanian dan kejujurannya ini dia menjadi pejabat yang disegani dan banyak pengikutnya. Sayangnya pada saat itu suasana kerajaan sedang tidak kondusif. Amangkurat I dianggap memimpin dengan otoriter. Banyak pejabat dan sesepuh Kasultanan yang dianggap melakukan kesalahan langsung dipidana.
"Sanksi juga diberikan kepada Putro Dalem, Tejaningrat. Penyebabnya lantaran Tejaningrat suka dengan Roro Hoyi yang tak lain adalah sengkerane (pingitan) ayahnya atau Amangkurat I," terang tokoh masyarakat Tangkil, Sukimin.
Melihat suasana kerajaan yang tidak kondusif, Ki Onggowongso secara diam-diam memutuskan meninggalkan keraton yang berada di Pleret, Bantul. Kepergian Ki Onggowongso ini diikuti oleh keluarganya dan pengikutnya. Mereka menuju kearah timur dan sampai di sebuah daerah yang banyak pohon bambu.
Di tempat ini mereka kemudian mendirikan pemukiman. Ki Onggowongso membuat rumah di dekat sebuah sendang yang kemudian dikenal dengan Sendang Sinongko. Sebagai pemeluk agama Islam yang taat Ki Onggowongso juga membuat tempat untuk salat, yakni sebuah batu berbentuk empat persegi panjang.
“Batu ini hanya muat untuk dua orang. Warga di sini menyebutnya batu sajadah. Letaknya di dekat sendang. Mungkin sengaja agar dekat memgambil air wuudunya,” terang Sukimin.
Kondisi Dusun Tangkil yang gersang dan hanya ditumbuhi banyak pohon bambu membuat Ki Onggowongso berpikir keras supaya bambu-bambu itu bisa menghasilkan. Akhirnya Ki Onggowongso membuat berbagai anyaman bambu. Anyaman bambu ini kemudian dibawa ke kota, pusat kerjaaan di Pleret.
“Dengan menyamar sebagai rakyat jelata, sespuh keraton ini menukarkan anyaman bambu hasil kreasinya dengan berbagai kebutuhan untuk memenuhi hidup,” terangnya.
Keahlian Ki Onggowongso ini kemudian ditularkan kepada warga sekitar. “Inilah yang menjadi cikal bakal Dusun Tangkil yang menjadi sentra kerajinan bambu. Hampir seluruh warga di sini mata pencahariannya sebagai perajin bambu,” terangnya.
Nah, kalau Ki Onggowongo ahli dalam membuat kerajinan bambu, istrinya Nyi Onggowongso juga seorang yang ahli memasak. Saat itu melihat di sekeliling hanya ada pohon bambu, dia pun memutar otak. Bagaimana pohon bambu tersebut bisa menjadi makanan lezat.
"Pohon bambu muda diolah menjadi masakan lezat. Ini asal muasal sayur rebung yang sampai saat ini masih menjadi menu favorit warga di sini," ujar mantan Kepala Desa Muntuk ini.
Saat ini, untuk melestarikan warisan Ki Onggowongso di dekat sedang tersebut didirikan masjid. Sebagai pertanda pusat penyebaran angama Islam di dusun tersebut. "Setiap kegiatan merti dusun juga di pusatkan di tempat ini," terangnya.
Selain warga setempat, banyak warga luar daerah yang khusus datang ke Sendang Sinongko. Mereka datang pada malam-malam tertentu. "Di sini mereka mengheningkan cipta ingin mendekatkan diri kepada sang pencipta. Banyak di antara mereka yang punya hajat tertentu. Seperti ingin danganganya laris dan lain sebagainya," jelasnya.
Salah satunya di Dusun Tangkil, Desa Muntuk, Dlingo, Bantul, DIY. Di tempat ini ada sebuah sendang yang dipercaya sebagai cikal bakal Dusun Tangkil. Ceritanya pun tak terlepas dengan kisah seorang sesepuh Kasultanan Mataram di era Amangkurat I.
Sendang Sinongko, begitu warga sekitar menyebutnya, berada sekitar 50 meter di sebelah timur Masjid Baitul Muttaqin Tangkil. Di tempat ini ada sebuah sendang yang airnya tidak pernah kering. Tepat di dekat Sendang, berdiri menjulang tinggi pohon beringin yang tingginya sekitar 10 meteran lebih. Sebuah bangunan yang diperuntukkan sebagai pemandian umum berada.
Berdasarkan cerita turun temurun, di dekat sedang ini adalah tempat tinggal Ki Onggowongso yang merupakan punggawa kenamaan di Kasultanan Mataram. Dia adalah pejabat yang tegas, berani dan amanah.
Lantaran ketegasan,keberanian dan kejujurannya ini dia menjadi pejabat yang disegani dan banyak pengikutnya. Sayangnya pada saat itu suasana kerajaan sedang tidak kondusif. Amangkurat I dianggap memimpin dengan otoriter. Banyak pejabat dan sesepuh Kasultanan yang dianggap melakukan kesalahan langsung dipidana.
"Sanksi juga diberikan kepada Putro Dalem, Tejaningrat. Penyebabnya lantaran Tejaningrat suka dengan Roro Hoyi yang tak lain adalah sengkerane (pingitan) ayahnya atau Amangkurat I," terang tokoh masyarakat Tangkil, Sukimin.
Melihat suasana kerajaan yang tidak kondusif, Ki Onggowongso secara diam-diam memutuskan meninggalkan keraton yang berada di Pleret, Bantul. Kepergian Ki Onggowongso ini diikuti oleh keluarganya dan pengikutnya. Mereka menuju kearah timur dan sampai di sebuah daerah yang banyak pohon bambu.
Di tempat ini mereka kemudian mendirikan pemukiman. Ki Onggowongso membuat rumah di dekat sebuah sendang yang kemudian dikenal dengan Sendang Sinongko. Sebagai pemeluk agama Islam yang taat Ki Onggowongso juga membuat tempat untuk salat, yakni sebuah batu berbentuk empat persegi panjang.
“Batu ini hanya muat untuk dua orang. Warga di sini menyebutnya batu sajadah. Letaknya di dekat sendang. Mungkin sengaja agar dekat memgambil air wuudunya,” terang Sukimin.
Kondisi Dusun Tangkil yang gersang dan hanya ditumbuhi banyak pohon bambu membuat Ki Onggowongso berpikir keras supaya bambu-bambu itu bisa menghasilkan. Akhirnya Ki Onggowongso membuat berbagai anyaman bambu. Anyaman bambu ini kemudian dibawa ke kota, pusat kerjaaan di Pleret.
“Dengan menyamar sebagai rakyat jelata, sespuh keraton ini menukarkan anyaman bambu hasil kreasinya dengan berbagai kebutuhan untuk memenuhi hidup,” terangnya.
Keahlian Ki Onggowongso ini kemudian ditularkan kepada warga sekitar. “Inilah yang menjadi cikal bakal Dusun Tangkil yang menjadi sentra kerajinan bambu. Hampir seluruh warga di sini mata pencahariannya sebagai perajin bambu,” terangnya.
Nah, kalau Ki Onggowongo ahli dalam membuat kerajinan bambu, istrinya Nyi Onggowongso juga seorang yang ahli memasak. Saat itu melihat di sekeliling hanya ada pohon bambu, dia pun memutar otak. Bagaimana pohon bambu tersebut bisa menjadi makanan lezat.
"Pohon bambu muda diolah menjadi masakan lezat. Ini asal muasal sayur rebung yang sampai saat ini masih menjadi menu favorit warga di sini," ujar mantan Kepala Desa Muntuk ini.
Saat ini, untuk melestarikan warisan Ki Onggowongso di dekat sedang tersebut didirikan masjid. Sebagai pertanda pusat penyebaran angama Islam di dusun tersebut. "Setiap kegiatan merti dusun juga di pusatkan di tempat ini," terangnya.
Selain warga setempat, banyak warga luar daerah yang khusus datang ke Sendang Sinongko. Mereka datang pada malam-malam tertentu. "Di sini mereka mengheningkan cipta ingin mendekatkan diri kepada sang pencipta. Banyak di antara mereka yang punya hajat tertentu. Seperti ingin danganganya laris dan lain sebagainya," jelasnya.
(shf)