Kasus Perundungan di Purworejo, Sekolah Harus Terapkan Zona Zero Bullying
A
A
A
JAKARTA - Aksi perundungan (bullying) yang dialami seorang siswi di sekolah swasta daerah Purworejo, Jawa Tengah oleh tiga siswa menimbulkan keprihatinan banyak kalangan. Sekolah pun diminta lebih aktif melindungi para siswa dari segala aksi perundungan.
Sebelumnya viral video aksi bullying terhadap seorang siswi. Dalam video berdurasi 28 detik terlihat pelajar putri berkerudung tengah duduk sambil menunduk. Di samping dan belakangnya terdapat tiga pelajar pria yang silih berganti melakukan penganiayaan. Semula seorang pelajar pria memukul kepala korban.
Bocah perempuan itu hanya bisa menunduk membenamkan wajahnya ke meja sambil menangis. Pelajar lainnya kemudian datang melakukan aksi serupa. Tendangan dan pukulan mendarat ke tubuh korban. Pelaku bahkan menggunakan sapu untuk memukul.
Kasus ini masih ditangani Polres Purworejo. Tiga pelaku terancam hukuman penjara 3,5 tahun meski di bawah umur. “Kami sa ngat prihatin atas kejadian itu dan tindak bullying atau kekerasan harus segera disetop, tidak boleh terjadi di kemudian hari,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. (Baca: Tiga Pelajar Pelaku Penganiayaan Siswi di Kelas Jadi Tersangka)
Dia menegaskan, sekolah harus aktif melindungi peserta didik dari aksi perundungan. Baik guru hingga kepala sekolah harus aktif melakukan pengawasan agar kasus-kasus seperti ini tak kembali terulang. Setiap sekolah harus membentuk sebuah zona zero bullying guna mencegah bullying dan menangani siswa yang menjadi korban.
“Sistem zona zero bullying di sekolah ini harus diaktifkan dengan cara pengawasan disekolah dan harus ditingkatkan. Saya khawatir sekolah-sekolah relatif tidak punya perangkat atau prosedur mekanisme apa yang harus dilakukan menyangkut soal fenomena yang semakin banyak ini,” tuturnya.
Selain itu, Huda menginginkan para pelaku aksi bullying dapat diberikan tindakan tegas. Namun, dia memandang terdapat dua opsi untuk menangani pelaku yang masih di bawah umur. Opsi pertama yakni melakukan pembinaan kepada pelaku. Kedua, menyerahkan kepada penegak hukum jika tingkat kekerasan yang dilakukannya sudah melebihi batas dan termasuk kategori kriminal. “Ya, memang ada dua opsi menurut saya,” ujarnya.
Kasus penganiayaan dan perundungan ini juga langsung direspons Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Dalam akun Twitter @ganjarpranowo, dia telah memerintahkan seluruh pihak terjun menangani kasus penganiayaan ini. “Akun sy dibanjiri kejadian di salah satu smp di butuh, purworejo. Sy sdh telp kaseknya & dia sdh urus. Polisi juga sdh meminta laporannya. Bsk sy minta pengawas sekolah & dins utk turun agar bicara dengan ortu anak2 itu. pak Bupati Purworejo juga sdh sy kontak. Sayangi teman mu!” tulis Ganjar.
Pengamat sosial UGM Hempri Suyatna menilai ada beberapa faktor mengapa aksi bullying terhadap siswi SMP Muhammadiyah Purworejo di dalam kelas oleh beberapa siswa terjadi. Di antaranya faktor pendidikan, lingkungan, dan pergaulan. Faktor pendidikan karena lemahnya pendidikan karakter sebab pendidikan hanya berorientasi pada akademisi, namun mengabaikan sisi humanisme.
Di mana dalam menilai prestasi hanya berdasarkan nilai-nilai yang didapatkan. Padahal, pendidikan seharusnya tidak sekadar memproduksi siswa dari sisi intelektual, tetapi juga harus menghasilkan insan yang memenuhi intelektual dan emosional yang baik. “Karena itu, pendidikan karakter ini harus diajarkan sejak dini, termasuk dalam pengembangan talenta mereka,” kata dosen Fispol UGM itu.
Faktor lainnya, yaitu lingkungan dan interaksi sosial sebab pergaulan memilik peran penting dalam pembentukan sikap dan mental. Terutama pengaruh ihwal negatif dalam diri mereka. Sehingga, harus ada kontrol dari keluarga dan sosial masyarakat terhadap perkembangan anak-anak itu.
“Pendidikan dari keluarga maupun lembaga pendidikan terhadap perkembangan anak-anak sangat penting dan menjadi perhatian bersama,” paparnya.
Menurut Hempri, sebagai solusinya, kualitas dan sumber daya manusia (SDM) pendidikan serta peran keluarga dalam mendidik anak-anak mereka harus menjadi perhatian, termasuk kontrol sosial harus ditingkatkan. “Jadi harus ada sinergi antara keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan,” ungkapnya.
Sementara itu, kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto mengatakan, pelaku bullying apapun alasannya, karena tindakan itu merupakan kekerasan, maka tetap harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dijerat dengan sanksi hukum, yaitu dengan melaporkan pelakunya ke pihak berwajib. “Ini juga sebagai solusi kuratifnya,” ujar Suprapto kemarin.
Namun, jika ternyata vidoe itu merupakan rekaman dari adegan drama, maka orang yang mengunggah harus dijerat dengan UU ITE. Karena unggahannya tidak dilengkapi penjelasan bahwa itu merupakan adegan drama, itu dapat menimbulkan interpretasi yang salah bagi penontonnya. “Adapun sanksi preventifnya, para siswa harus dibekali secara intensif mengenai perilaku mana yang perlu dan harus dilakukan serta perilaku mana yang perlu dan harus dihindari,” jelas dosen Fisipol UGM itu. (Baca juga: Ternyata Perundungan Siswi di Purworejo Dipicu Pemalakan Rp2.000)
Suprapto menjelaskan, untuk menjawab apa masalahnya, harus ditelusuri dulu kronologinya. Siapa tahu siswi yang di-bully itu sebelumnya punya salah sehingga motifnya bisa balas dendam atas perilaku siswi tersebut sebelumnya. Iri hati atas sukses atau keberuntungan yang dialami si siswi tersebut dan kelompok yang mem-bully memiliki kepuasan jika bisa menyakiti orang lain.
“Jika ditanya siapa yang salah, maka yang salah adalah kualitas EQ atau kecerdasan emosinya masih di level rendah karena jika level tinggi, maka mereka bisa mengendalikan diri meskipun diperlakukan seperti apa pun,” terangnya. (Abdul Rochim/Priyo Setyawan/Neneng Zubaidah)
Sebelumnya viral video aksi bullying terhadap seorang siswi. Dalam video berdurasi 28 detik terlihat pelajar putri berkerudung tengah duduk sambil menunduk. Di samping dan belakangnya terdapat tiga pelajar pria yang silih berganti melakukan penganiayaan. Semula seorang pelajar pria memukul kepala korban.
Bocah perempuan itu hanya bisa menunduk membenamkan wajahnya ke meja sambil menangis. Pelajar lainnya kemudian datang melakukan aksi serupa. Tendangan dan pukulan mendarat ke tubuh korban. Pelaku bahkan menggunakan sapu untuk memukul.
Kasus ini masih ditangani Polres Purworejo. Tiga pelaku terancam hukuman penjara 3,5 tahun meski di bawah umur. “Kami sa ngat prihatin atas kejadian itu dan tindak bullying atau kekerasan harus segera disetop, tidak boleh terjadi di kemudian hari,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. (Baca: Tiga Pelajar Pelaku Penganiayaan Siswi di Kelas Jadi Tersangka)
Dia menegaskan, sekolah harus aktif melindungi peserta didik dari aksi perundungan. Baik guru hingga kepala sekolah harus aktif melakukan pengawasan agar kasus-kasus seperti ini tak kembali terulang. Setiap sekolah harus membentuk sebuah zona zero bullying guna mencegah bullying dan menangani siswa yang menjadi korban.
“Sistem zona zero bullying di sekolah ini harus diaktifkan dengan cara pengawasan disekolah dan harus ditingkatkan. Saya khawatir sekolah-sekolah relatif tidak punya perangkat atau prosedur mekanisme apa yang harus dilakukan menyangkut soal fenomena yang semakin banyak ini,” tuturnya.
Selain itu, Huda menginginkan para pelaku aksi bullying dapat diberikan tindakan tegas. Namun, dia memandang terdapat dua opsi untuk menangani pelaku yang masih di bawah umur. Opsi pertama yakni melakukan pembinaan kepada pelaku. Kedua, menyerahkan kepada penegak hukum jika tingkat kekerasan yang dilakukannya sudah melebihi batas dan termasuk kategori kriminal. “Ya, memang ada dua opsi menurut saya,” ujarnya.
Kasus penganiayaan dan perundungan ini juga langsung direspons Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Dalam akun Twitter @ganjarpranowo, dia telah memerintahkan seluruh pihak terjun menangani kasus penganiayaan ini. “Akun sy dibanjiri kejadian di salah satu smp di butuh, purworejo. Sy sdh telp kaseknya & dia sdh urus. Polisi juga sdh meminta laporannya. Bsk sy minta pengawas sekolah & dins utk turun agar bicara dengan ortu anak2 itu. pak Bupati Purworejo juga sdh sy kontak. Sayangi teman mu!” tulis Ganjar.
Pengamat sosial UGM Hempri Suyatna menilai ada beberapa faktor mengapa aksi bullying terhadap siswi SMP Muhammadiyah Purworejo di dalam kelas oleh beberapa siswa terjadi. Di antaranya faktor pendidikan, lingkungan, dan pergaulan. Faktor pendidikan karena lemahnya pendidikan karakter sebab pendidikan hanya berorientasi pada akademisi, namun mengabaikan sisi humanisme.
Di mana dalam menilai prestasi hanya berdasarkan nilai-nilai yang didapatkan. Padahal, pendidikan seharusnya tidak sekadar memproduksi siswa dari sisi intelektual, tetapi juga harus menghasilkan insan yang memenuhi intelektual dan emosional yang baik. “Karena itu, pendidikan karakter ini harus diajarkan sejak dini, termasuk dalam pengembangan talenta mereka,” kata dosen Fispol UGM itu.
Faktor lainnya, yaitu lingkungan dan interaksi sosial sebab pergaulan memilik peran penting dalam pembentukan sikap dan mental. Terutama pengaruh ihwal negatif dalam diri mereka. Sehingga, harus ada kontrol dari keluarga dan sosial masyarakat terhadap perkembangan anak-anak itu.
“Pendidikan dari keluarga maupun lembaga pendidikan terhadap perkembangan anak-anak sangat penting dan menjadi perhatian bersama,” paparnya.
Menurut Hempri, sebagai solusinya, kualitas dan sumber daya manusia (SDM) pendidikan serta peran keluarga dalam mendidik anak-anak mereka harus menjadi perhatian, termasuk kontrol sosial harus ditingkatkan. “Jadi harus ada sinergi antara keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan,” ungkapnya.
Sementara itu, kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto mengatakan, pelaku bullying apapun alasannya, karena tindakan itu merupakan kekerasan, maka tetap harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dijerat dengan sanksi hukum, yaitu dengan melaporkan pelakunya ke pihak berwajib. “Ini juga sebagai solusi kuratifnya,” ujar Suprapto kemarin.
Namun, jika ternyata vidoe itu merupakan rekaman dari adegan drama, maka orang yang mengunggah harus dijerat dengan UU ITE. Karena unggahannya tidak dilengkapi penjelasan bahwa itu merupakan adegan drama, itu dapat menimbulkan interpretasi yang salah bagi penontonnya. “Adapun sanksi preventifnya, para siswa harus dibekali secara intensif mengenai perilaku mana yang perlu dan harus dilakukan serta perilaku mana yang perlu dan harus dihindari,” jelas dosen Fisipol UGM itu. (Baca juga: Ternyata Perundungan Siswi di Purworejo Dipicu Pemalakan Rp2.000)
Suprapto menjelaskan, untuk menjawab apa masalahnya, harus ditelusuri dulu kronologinya. Siapa tahu siswi yang di-bully itu sebelumnya punya salah sehingga motifnya bisa balas dendam atas perilaku siswi tersebut sebelumnya. Iri hati atas sukses atau keberuntungan yang dialami si siswi tersebut dan kelompok yang mem-bully memiliki kepuasan jika bisa menyakiti orang lain.
“Jika ditanya siapa yang salah, maka yang salah adalah kualitas EQ atau kecerdasan emosinya masih di level rendah karena jika level tinggi, maka mereka bisa mengendalikan diri meskipun diperlakukan seperti apa pun,” terangnya. (Abdul Rochim/Priyo Setyawan/Neneng Zubaidah)
(ysw)