Misteri Hutan Jati Binong dan Jejak Sang Ratu Pajajaran
A
A
A
Matahari mulai terbenam, hari berganti malam. Peziarah yang datang ke salah satu makam kuno di tengah hutan jati di Desa Naggerang, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Jawa Barat, itu mulai terlihat berdatangan.
Meskipun tidak banyak, namun tempat itu tidak pernah sepi. Ya, makam yang didatangi perziarah tersebut diyakini adalah makam seorang ratu pajajaran yang bernama Nyai Subang Larang.
Hutan jati tersebut disebut Muara Jati dan Teluk Agung yang juga dikenal dengan sebutan Astana Panjang. Tempat ini diyakini sebagai situs peninggalan Nyai Subang Larang didasari hasil penelusuran sejarawan dari Bogor bernama Abah Dasep Arifin yang sudah puluhan tahun mencari jejak makam istri Prabu Siliwangi tersebut.
Berbagai peninggalan yang ditemukan dan kesamaan nama-nama tempat dengan latar belakang kehidupan Subang Larang zaman dulu semakin menguatkan tempat ini merupakan saksi sejarah perjalanan sang ratu Pajajaran. Selain itu di daerah Cipunagara juga terdapat makam Eyang Gelok yang diyakini sebagai pengiring Nyai Subang Larang semasa hidupnya.
“Dari beberapa tempat yang diteliti oleh Abah Dasep itu, tempat ini lah yang paling sempurna. Dimana unsur-usur penamaan tempat dan kondisi alam serta didukung dengan temuan sejumlah puing-puing bekas bangunan kuno, diyakini hutan ini adalah tempat Nyai Subang Larang bermukim. Termasuk temuan koin kuno dan juga perhaiasan berupa kalung dan gelang yang terbuat dari batu yang berusia ratusan tahun,”tutur Usman Salim (46) warga setempat yang mengaku kuncen Makam Subang Larang itu saat berbincang dengan Sindonews, pekan lalu.
Meskipun diklaim merupakan makam Nyai Subang Larang dan menjadi wisata religi, namun secara pasti kebenarannya masih diragukan sebagian pihak. Terlebih hingga saat ini belum ada catatan sejarah yang disertai bukti ilmiah yang mendukung Nyai Subang Larang dimakamkan di tempat itu.
Hanya beberapa jejak kehidupannya saja yang dapat ditelusuri berdasarkan cacatatan sejarah yang juga masih terbatas. Tidak heran jika sebagian masyarakat ada yang menyebut makam Nyai Subang Larang di Hutan Jati Astana Panjang lebih kepada sebuah maqom atau kedudukan. Maqom (makom) adalah "petilasan" yang mengacu bahwa seseorang pernah ada di tempat itu.
“Selain seorang istri seorang raja, Nyai Subang Larang adalah seorang santri. Beliau juga memiliki padepokan untuk belajar mengaji atau pesantren, yang juga berjasa menyebarkan agama Islam di tatar pasundan. Jejak-jejak ada sebuah kehidupan pada jaman dulu di kawasan hutan jati ini bisa dibuktikan,”tutur pria bertubuh kurus ini.
Usman Salim meyakini jika Hutan Jati Astana Panjang di Subang ini menjadi tempat peristirahatan terakhir Nyai Subang Larang. Setelah meninggal dunia Nyai Subang Larang dimakamkan di kawasan ini. Terlebih dia menceritakan, sejak dulu warga setempat sering menemukan benda-benda kuno di hutan jati kawasan Astana Panjang. Bahkan, sejak dirinya kecil tetangganya sering menemukan benda berharga berupa potongan emas dan perak di tempat itu. Namun karena ketidak tahuan benda-benda itu dijual.
Kemudian, memasuki era 90-an kata dia tempat ini diusulkan oleh pemerintah desa setempat untuk segera dilakukan penelitian. Baru memasuki awal tahun 2000-an usulan tersebut mendapat respon. Hingga akhirnya tempat ini menjadi kawasan penelitian dan pada 30 Juni 2011 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Provinsi Jawa Barat mengukuhkan cagar budaya Teluk Agung sebagai cagar budaya baru di Jawa Barat.
“Hutan jati yang dijadikan objek penelitian tersebut seluas 2 hektare, meskipun secara keseluruhan luas tempat yang sering ditemukan benda kuno mencapai 70 hektar, yang kini sebagian besar arealnya berubah menjadi areal pertanian berupa sawah,”ujar Usman, yang juga berperan sebagai pemandu wisata religi Situs Nyai Subang Larang tersebut.
Tidak hanya manik-manik atau perhiasan kuno yang diklaim milik Nyai Subang Larang dan masyarakat masa kerajaan pajajaran saja yang ditemukan, belakangan peneliti juga menemukan situs kono lain yang diyakini berusia ribuan tahun. Salah satu di ataranya temuan fosil kerangka manusia yang diprediksi usianya sudah puluhan ribuan tahun. Fosil itu diklaiam merupakan manusia prasejarah pada bangsa austronesia.
“Setelah tiga kali ekskavasi, tim arkeolog menenukan lima bagian kerangka manusia. Dua di antaranya hasil ekskavasi tahun 2016 dan tiga lagi ditemukan 2018 lalu,”ungkap Usman Salim, yang mengaku mendampingi peroses penelitian para arkeolog dari awal hingga akhir di lokasi tersebut.
Sejumlah temuan dari zaman prasejarah di Situs Nyi Subang Larang itu tentunya tidak ada kaitannya dengan tokoh wanita legendaris di tatar Pasundan yang hidup sekitar abad 16-17 masehi tersebut. Salah satu alasannya karena secara periode kehidupannya jelas jauh berbeda.
Sebelumnya, Ketua Tim Arkeolog, Dr Lutfi Yondri, yang ditunjuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang menegaskan, Situs Nyi Subang Larang bisa naik statusnya menjadi Cagar Budaya Provinsi atau Nasional, bahkan bisa menjadi pusat study Austronesia.
Meskipun temuan kerangka manusia dari bangsa Austronesia di Situs Nyi Subang Larang ini bukan merupakan yang tertua di Jawa Barat, ada yang lebih tua yakni yang ditemukan di Banjar Ciamis. Namun temuan di Situs Nyi Subang Larang ini setidaknya bisa disambungkan dengan keberadaan Gunung Padang di Cianjur.
“Walaupun jarak kedua situs itu berjauhan, dari kacamata arkeolog, tak mustahil bila kedua situs itu punya keterkaitan. Sebab, jarak tersebut masih termasuk terjangkau untuk ukuran manusia zaman dahulu,” jelasnya.
Meskipun tidak banyak, namun tempat itu tidak pernah sepi. Ya, makam yang didatangi perziarah tersebut diyakini adalah makam seorang ratu pajajaran yang bernama Nyai Subang Larang.
Hutan jati tersebut disebut Muara Jati dan Teluk Agung yang juga dikenal dengan sebutan Astana Panjang. Tempat ini diyakini sebagai situs peninggalan Nyai Subang Larang didasari hasil penelusuran sejarawan dari Bogor bernama Abah Dasep Arifin yang sudah puluhan tahun mencari jejak makam istri Prabu Siliwangi tersebut.
Berbagai peninggalan yang ditemukan dan kesamaan nama-nama tempat dengan latar belakang kehidupan Subang Larang zaman dulu semakin menguatkan tempat ini merupakan saksi sejarah perjalanan sang ratu Pajajaran. Selain itu di daerah Cipunagara juga terdapat makam Eyang Gelok yang diyakini sebagai pengiring Nyai Subang Larang semasa hidupnya.
“Dari beberapa tempat yang diteliti oleh Abah Dasep itu, tempat ini lah yang paling sempurna. Dimana unsur-usur penamaan tempat dan kondisi alam serta didukung dengan temuan sejumlah puing-puing bekas bangunan kuno, diyakini hutan ini adalah tempat Nyai Subang Larang bermukim. Termasuk temuan koin kuno dan juga perhaiasan berupa kalung dan gelang yang terbuat dari batu yang berusia ratusan tahun,”tutur Usman Salim (46) warga setempat yang mengaku kuncen Makam Subang Larang itu saat berbincang dengan Sindonews, pekan lalu.
Meskipun diklaim merupakan makam Nyai Subang Larang dan menjadi wisata religi, namun secara pasti kebenarannya masih diragukan sebagian pihak. Terlebih hingga saat ini belum ada catatan sejarah yang disertai bukti ilmiah yang mendukung Nyai Subang Larang dimakamkan di tempat itu.
Hanya beberapa jejak kehidupannya saja yang dapat ditelusuri berdasarkan cacatatan sejarah yang juga masih terbatas. Tidak heran jika sebagian masyarakat ada yang menyebut makam Nyai Subang Larang di Hutan Jati Astana Panjang lebih kepada sebuah maqom atau kedudukan. Maqom (makom) adalah "petilasan" yang mengacu bahwa seseorang pernah ada di tempat itu.
“Selain seorang istri seorang raja, Nyai Subang Larang adalah seorang santri. Beliau juga memiliki padepokan untuk belajar mengaji atau pesantren, yang juga berjasa menyebarkan agama Islam di tatar pasundan. Jejak-jejak ada sebuah kehidupan pada jaman dulu di kawasan hutan jati ini bisa dibuktikan,”tutur pria bertubuh kurus ini.
Usman Salim meyakini jika Hutan Jati Astana Panjang di Subang ini menjadi tempat peristirahatan terakhir Nyai Subang Larang. Setelah meninggal dunia Nyai Subang Larang dimakamkan di kawasan ini. Terlebih dia menceritakan, sejak dulu warga setempat sering menemukan benda-benda kuno di hutan jati kawasan Astana Panjang. Bahkan, sejak dirinya kecil tetangganya sering menemukan benda berharga berupa potongan emas dan perak di tempat itu. Namun karena ketidak tahuan benda-benda itu dijual.
Kemudian, memasuki era 90-an kata dia tempat ini diusulkan oleh pemerintah desa setempat untuk segera dilakukan penelitian. Baru memasuki awal tahun 2000-an usulan tersebut mendapat respon. Hingga akhirnya tempat ini menjadi kawasan penelitian dan pada 30 Juni 2011 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Provinsi Jawa Barat mengukuhkan cagar budaya Teluk Agung sebagai cagar budaya baru di Jawa Barat.
“Hutan jati yang dijadikan objek penelitian tersebut seluas 2 hektare, meskipun secara keseluruhan luas tempat yang sering ditemukan benda kuno mencapai 70 hektar, yang kini sebagian besar arealnya berubah menjadi areal pertanian berupa sawah,”ujar Usman, yang juga berperan sebagai pemandu wisata religi Situs Nyai Subang Larang tersebut.
Tidak hanya manik-manik atau perhiasan kuno yang diklaim milik Nyai Subang Larang dan masyarakat masa kerajaan pajajaran saja yang ditemukan, belakangan peneliti juga menemukan situs kono lain yang diyakini berusia ribuan tahun. Salah satu di ataranya temuan fosil kerangka manusia yang diprediksi usianya sudah puluhan ribuan tahun. Fosil itu diklaiam merupakan manusia prasejarah pada bangsa austronesia.
“Setelah tiga kali ekskavasi, tim arkeolog menenukan lima bagian kerangka manusia. Dua di antaranya hasil ekskavasi tahun 2016 dan tiga lagi ditemukan 2018 lalu,”ungkap Usman Salim, yang mengaku mendampingi peroses penelitian para arkeolog dari awal hingga akhir di lokasi tersebut.
Sejumlah temuan dari zaman prasejarah di Situs Nyi Subang Larang itu tentunya tidak ada kaitannya dengan tokoh wanita legendaris di tatar Pasundan yang hidup sekitar abad 16-17 masehi tersebut. Salah satu alasannya karena secara periode kehidupannya jelas jauh berbeda.
Sebelumnya, Ketua Tim Arkeolog, Dr Lutfi Yondri, yang ditunjuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang menegaskan, Situs Nyi Subang Larang bisa naik statusnya menjadi Cagar Budaya Provinsi atau Nasional, bahkan bisa menjadi pusat study Austronesia.
Meskipun temuan kerangka manusia dari bangsa Austronesia di Situs Nyi Subang Larang ini bukan merupakan yang tertua di Jawa Barat, ada yang lebih tua yakni yang ditemukan di Banjar Ciamis. Namun temuan di Situs Nyi Subang Larang ini setidaknya bisa disambungkan dengan keberadaan Gunung Padang di Cianjur.
“Walaupun jarak kedua situs itu berjauhan, dari kacamata arkeolog, tak mustahil bila kedua situs itu punya keterkaitan. Sebab, jarak tersebut masih termasuk terjangkau untuk ukuran manusia zaman dahulu,” jelasnya.
(wib)