Percepat Perhutanan Sosial di Buleleng
A
A
A
SINGARAJA - Dalam rangka percepatan program perhutanan sosial, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan(DJPSKL) Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara melakukan langkah langkah strategis. Salah satunya terjun langsung ke lapangan jemput bola terhadap usulan usulan program perhutanan sosial. Selain itu juga melaksanakan penandatanganan Naskah Kesepahaman Senergitas Perencanaan pelaksanaan Pembangunan bidang program kehutanan sosial di Ruang Rapat Unit IV Kantor Bupati Buleleng, Kamis (12/12/2019).
Pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan. Dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
Apik Karyana, Sekretaris DJPSKL mengatakan bahwa setelah penandatanganan NKK akan segera ditindaklanjuti dengan penerbitan SK Kulin KK oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memberikan akses legal masyarakat dalam mengelola hutan. Apik Karyana berharap setelah tertibnya SK Menteri LHK, petani bersama pendamping dapat menyusun rencana rencana yang akan dilakukan untuk pengembangan masing masing lahan garapan apakah akan membuat tanaman keras kehutanan, jenis MPTS atau tanaman pangan.
Selain itu Apik Karyana menekankan setiap kelompok dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah dengan banyak melakukan inovasi dalam pengembangan produk produk perhutanan sosial. Jika keberhasilan Program Perhutanan Sosial akan semakin mendorong kelestarian ekosistem hutan yang sekaligus membangun ekosistem sosial di sekitar kawasan hutan, sehingga masyarakat sejahtera.
Perhutanan sosial merupakan irisan antara upaya mewujudkan kelestarian ekosistem dan ekosistem sosial melalui pembukaan akses legal kepada masyarakat untuk turut serta melakukan pemanfaatan hutan yang bertanggungjawab demi kesejahteraan.
”Program Perhutanan Sosial ini sebagai salah satu strategi nasional untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan daerah, serta menjadi tulang punggung menuju Indonesia Maju, Berkeadilan dan Inklusif. Dengan program Perhutanan Sosial ini diharapkan dapat mempercepat pengentasan kemiskinan, pembangunan daerah, serta penurunan disparitas antar wilayah,” terangnya.
Sementara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Buleleng Ir. Nyoman Genep. MP mengatakan pemerintah Daerah menyambuat baik percepatan implementasi perhutanan sosial di Kabupaten Buleleng.”Kita Ketahui di Buleleng merupakan kawasan hutan terluas di Provinsi Bali dan memenuhi penataan ruang yang besarannya sekitar 30 persen,” jelasnya.
Selain itu juga, Nyoman Genep menjelaskan orientasi peningkatan perekonomian masyarakat menjadi titik awal untuk tata kelola desa dan legalitas lahan yang sesuai kebutuhan dan bukan berdasarkan orientasi luasannya dan ini menjadi poin bahasan.
“Untuk mempercepat Perhutanan Sosial diperlukan kemitraan konservasi dan mekanisme yang harus jelas. Sehingga pemanfataan perhutanan sosial bener bener seperti yang kita harapkan bersama dan masyarakat pemanfaat paham akan tugas serta kewajibannya sehingga meningkatkan perekonomian di Buleleng,” imbuhnya.
Dengan dilaksanakannya Penandatanganan Naskah Kesepahaman Senergitas Perencanaan pelaksanaan Pembangunan bidang program kehutanan sosial, Nyoman Genep berharap perhutanan sosial dapat mendorong pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan dengan pemberian akses legal.
“Ketersedian lapangan kerja dan persoalan ekonomi sosial dapat dipecahkan melalui pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan beserta lingkungan hidup,” ungkapnya. (ama)
Pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan. Dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
Apik Karyana, Sekretaris DJPSKL mengatakan bahwa setelah penandatanganan NKK akan segera ditindaklanjuti dengan penerbitan SK Kulin KK oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memberikan akses legal masyarakat dalam mengelola hutan. Apik Karyana berharap setelah tertibnya SK Menteri LHK, petani bersama pendamping dapat menyusun rencana rencana yang akan dilakukan untuk pengembangan masing masing lahan garapan apakah akan membuat tanaman keras kehutanan, jenis MPTS atau tanaman pangan.
Selain itu Apik Karyana menekankan setiap kelompok dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah dengan banyak melakukan inovasi dalam pengembangan produk produk perhutanan sosial. Jika keberhasilan Program Perhutanan Sosial akan semakin mendorong kelestarian ekosistem hutan yang sekaligus membangun ekosistem sosial di sekitar kawasan hutan, sehingga masyarakat sejahtera.
Perhutanan sosial merupakan irisan antara upaya mewujudkan kelestarian ekosistem dan ekosistem sosial melalui pembukaan akses legal kepada masyarakat untuk turut serta melakukan pemanfaatan hutan yang bertanggungjawab demi kesejahteraan.
”Program Perhutanan Sosial ini sebagai salah satu strategi nasional untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan daerah, serta menjadi tulang punggung menuju Indonesia Maju, Berkeadilan dan Inklusif. Dengan program Perhutanan Sosial ini diharapkan dapat mempercepat pengentasan kemiskinan, pembangunan daerah, serta penurunan disparitas antar wilayah,” terangnya.
Sementara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Buleleng Ir. Nyoman Genep. MP mengatakan pemerintah Daerah menyambuat baik percepatan implementasi perhutanan sosial di Kabupaten Buleleng.”Kita Ketahui di Buleleng merupakan kawasan hutan terluas di Provinsi Bali dan memenuhi penataan ruang yang besarannya sekitar 30 persen,” jelasnya.
Selain itu juga, Nyoman Genep menjelaskan orientasi peningkatan perekonomian masyarakat menjadi titik awal untuk tata kelola desa dan legalitas lahan yang sesuai kebutuhan dan bukan berdasarkan orientasi luasannya dan ini menjadi poin bahasan.
“Untuk mempercepat Perhutanan Sosial diperlukan kemitraan konservasi dan mekanisme yang harus jelas. Sehingga pemanfataan perhutanan sosial bener bener seperti yang kita harapkan bersama dan masyarakat pemanfaat paham akan tugas serta kewajibannya sehingga meningkatkan perekonomian di Buleleng,” imbuhnya.
Dengan dilaksanakannya Penandatanganan Naskah Kesepahaman Senergitas Perencanaan pelaksanaan Pembangunan bidang program kehutanan sosial, Nyoman Genep berharap perhutanan sosial dapat mendorong pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan dengan pemberian akses legal.
“Ketersedian lapangan kerja dan persoalan ekonomi sosial dapat dipecahkan melalui pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan beserta lingkungan hidup,” ungkapnya. (ama)
(alf)