Aliansi Pemuda Desak Penuntasan Kasus Pemotongan Dana Desa di Taliabu
A
A
A
JAKARTA - Puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pemerhati Dana Desa menggelar unjuk rasa di depan Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/11/2019). Mereka mendesak penegak hukum menindaklanjuti kasus pemotongan dana desa yang terjadi di Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara.
Koordinator aksi, M Frans menjelaskan, dugaan pemotongan dana desa di Kabupaten Pulau Taliabu terjadi pada pencairan tahan satu 2017, tepatnya pada 6 Juli 2017. Pemotongan dilakukan oleh bank yang ditunjuk sebagai penyalur Dana Desa dengan besaran Rp60 juta per desa. Di Taliabu sendiri terdapat 71 desa. Jika ditotal berarti jumlahnya mencapai Rp4,260 miliar.
Menurut M Frans, uang pemotongan dana desa lalu ditransfer ke CV Syafaat Perdana. Perusahaan ini merupakan badan usaha milik Kepala Bidang Perbendaharaan dan Khas Daerah Kabupaten Pulau Taliabu, Agumaswaty Toyib Koten. Uang itu kemudian mengalir ke sejumlah pihak. Di antaranya delapan camat yang mengeluarkan rekomendasi, Kepala BPMD yang kini menjabat Sekda Pulau Taliabu Salim Ganiru, Agumaswaty Toyib Koten, dan oknum bank penyalur.
Sejak kasus ini mencuat, kata Frans, sejumlah elemen mahasiswa dan LSM mendesak penegak hukum menuntaskan kasus pemotongan dana desa ini. Komite Pemuda dan Mahasiswa Maluku Utara (Kompas Malut) juga menggeruduk gedung KPK pada 18 Juli 2018. Kemudian Himpunan Mahasiswa Tanjung Una (HIPMATU) Cabang Ternate pernah melaporkan Agumaswaty ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 15 September 2017. Aksi dilanjutkan oleh Front Perjuangan Pemuda Taliabu Anti Korupsi (FPPTAK) dengan berunjuk rasa di Mapolda Maluku Utara pada 5 Desember 2019.
"Kasus ini sudah ditangani Ditreskrimsus Polda Maluku. Pada 26 Agustus 2018 Agumaswaty Toyib Koten telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana desa," kata M Frans dalam siaran persnya, Jumat (29/11/2019).
Frans menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh berhenti pada satu orang tersangka. Sebab, masih ada pihak lain yang juga diduga menerima uang hasil pemotongan dana desa. Karena itu, Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pemerhati Dana Desa mendesak kepada penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan Agung, maupun KPK untuk memproses orang-orang yang terlibat dalam kasus ini. Sebab, diduga kuat kepada daerah Taliabu juga ikut terlibat di dalamnya.
"Kami juga mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan investigasi dan audit terkait penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang dilakukan oleh oknum di Pemerintah Kabupaten Taliabu," katanya.
Koordinator aksi, M Frans menjelaskan, dugaan pemotongan dana desa di Kabupaten Pulau Taliabu terjadi pada pencairan tahan satu 2017, tepatnya pada 6 Juli 2017. Pemotongan dilakukan oleh bank yang ditunjuk sebagai penyalur Dana Desa dengan besaran Rp60 juta per desa. Di Taliabu sendiri terdapat 71 desa. Jika ditotal berarti jumlahnya mencapai Rp4,260 miliar.
Menurut M Frans, uang pemotongan dana desa lalu ditransfer ke CV Syafaat Perdana. Perusahaan ini merupakan badan usaha milik Kepala Bidang Perbendaharaan dan Khas Daerah Kabupaten Pulau Taliabu, Agumaswaty Toyib Koten. Uang itu kemudian mengalir ke sejumlah pihak. Di antaranya delapan camat yang mengeluarkan rekomendasi, Kepala BPMD yang kini menjabat Sekda Pulau Taliabu Salim Ganiru, Agumaswaty Toyib Koten, dan oknum bank penyalur.
Sejak kasus ini mencuat, kata Frans, sejumlah elemen mahasiswa dan LSM mendesak penegak hukum menuntaskan kasus pemotongan dana desa ini. Komite Pemuda dan Mahasiswa Maluku Utara (Kompas Malut) juga menggeruduk gedung KPK pada 18 Juli 2018. Kemudian Himpunan Mahasiswa Tanjung Una (HIPMATU) Cabang Ternate pernah melaporkan Agumaswaty ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 15 September 2017. Aksi dilanjutkan oleh Front Perjuangan Pemuda Taliabu Anti Korupsi (FPPTAK) dengan berunjuk rasa di Mapolda Maluku Utara pada 5 Desember 2019.
"Kasus ini sudah ditangani Ditreskrimsus Polda Maluku. Pada 26 Agustus 2018 Agumaswaty Toyib Koten telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana desa," kata M Frans dalam siaran persnya, Jumat (29/11/2019).
Frans menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh berhenti pada satu orang tersangka. Sebab, masih ada pihak lain yang juga diduga menerima uang hasil pemotongan dana desa. Karena itu, Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pemerhati Dana Desa mendesak kepada penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan Agung, maupun KPK untuk memproses orang-orang yang terlibat dalam kasus ini. Sebab, diduga kuat kepada daerah Taliabu juga ikut terlibat di dalamnya.
"Kami juga mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan investigasi dan audit terkait penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang dilakukan oleh oknum di Pemerintah Kabupaten Taliabu," katanya.
(amm)