Dampak Karhutla, Nilai Ekspor Sumsel Turun
A
A
A
PALEMBANG - Tiga bulan terakhir nilai ekspor Sumsel mengalami penurunan, akibat dampak dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Pada September 2019 nilai ekspor di Sumsel turun hingga 16,87% atau lebih tinggi dari penurunan ekspor nasional sekitar 1,29%. Ekspor didominasi dari sektor non-migas sebesar 90%.
"Dampak karhutla, nilai ekspor Sumsel menurun. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di sebagian wilayah Sumsel berdampak pada penurunan nilai ekspor di Sumsel. Tercatat pada September nilai ekspor Sumsel sebesar USD 278,09 juta atau menurun dibandingkan Agustus yang mencapai USD 334,54 juta," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Endang, Jumat (15/11/2029).
Penurunan ekspor, lanjutnya, disebabkan menurunnya beberapa komoditas non migas yang memiliki share terbesar seperti karet dan barang dari Karet (34,52 %) menurun sebesar 14,89%, bubur kayu (31,22 %) menurun sebesar 12,75 %, dan bahan bakar mineral (share 15,21%) menurun sebesar 41,83 %. "Serta menurunnya komoditas migas (share 8,94 %) menurun sebesar 19 %," jelasnya.
Harga karet yang belum membaik, kata Endang, dikarenakan kelebihan suplai dipasar ekspor, mengingat terdapat sejumlah negara baru yang menjadi eksportir karet. "Sebelumnya produksi karet alam dunia hanya berasal dari enam negara penghasil karet alam, yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, India, China, dan Malaysia dengan pangsa pasar 85,1%. Kemudian, negara produsen baru muncul belakangan seperti Myanmar, Laos, dan Kamboja," tukasnya.
"Dampak karhutla, nilai ekspor Sumsel menurun. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di sebagian wilayah Sumsel berdampak pada penurunan nilai ekspor di Sumsel. Tercatat pada September nilai ekspor Sumsel sebesar USD 278,09 juta atau menurun dibandingkan Agustus yang mencapai USD 334,54 juta," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Endang, Jumat (15/11/2029).
Penurunan ekspor, lanjutnya, disebabkan menurunnya beberapa komoditas non migas yang memiliki share terbesar seperti karet dan barang dari Karet (34,52 %) menurun sebesar 14,89%, bubur kayu (31,22 %) menurun sebesar 12,75 %, dan bahan bakar mineral (share 15,21%) menurun sebesar 41,83 %. "Serta menurunnya komoditas migas (share 8,94 %) menurun sebesar 19 %," jelasnya.
Harga karet yang belum membaik, kata Endang, dikarenakan kelebihan suplai dipasar ekspor, mengingat terdapat sejumlah negara baru yang menjadi eksportir karet. "Sebelumnya produksi karet alam dunia hanya berasal dari enam negara penghasil karet alam, yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, India, China, dan Malaysia dengan pangsa pasar 85,1%. Kemudian, negara produsen baru muncul belakangan seperti Myanmar, Laos, dan Kamboja," tukasnya.
(wib)