Kisah Genteng Jatiwangi yang Sempat Melegenda
A
A
A
Bicara Jatiwangi, sebuah kecamatan di Kabupaten Majalengka, dengan sendirinya akan terbesit nama sebuah produk bernama Genteng. Bahkan, lantaran produk Gentengnya itu, nama Jatiwangi kerap lebih dikenal orang luar daerah, dibanding dengan Majalengkanya sendiri.
Hubungan Jatiwangi dengan Genteng sendiri sudah terjalin dalam kurun waktu yang sangat lama, jauh sebelum Indonesia merdeka. Desa Burujul Wetan, bisa dikatakan sebagai tonggak dari popularnya Genteng Jatiwangi itu.
Ila Syurkila Syarif, ketua Museum Genteng menjelaskan, produksi Genteng dimulai pada 1905 silam. Adalah H Umar bin Ma'rup dan Barmawi, dua sosok yang bisa dikatakan sebagai tokoh dari munculnya Genteng di Kecamatan Jatiwangi itu.
"1905 mulai nuncul. Saat itu, di Desa Burujul Wetan ada masjid, namanya Al Maidah. Nah, Pak H. Umar bin Maruf ingin mengganti atap rumbia dengan Genteng. Lalu ngundang Bapak Barmawi dari Babakan Jawa (Kecamatan/Kabupaten Majalengka) untuk membuat Genteng," kata Ila saat berbincang dengan SINDOnews.
Tidak sekadar membuat Genteng untuk atap Masjid saja. Barmawi juga, jelas dia, mengajarkan keterampilannya kepada warga sekitar, hingga akhirnya mereka cukup mahir dalam membuat Genteng, di kemudian hari. "Dari sana mulai menyebar di Burujul. Awalnya bikin Genteng untuk sendiri aja. Akhirnya dipasarkan," kata dia.
Dalam perjalanannya, Genteng Jatiwangi tercatat pernah menjadi bagian dari sebuah bangunan besar di Tanah Air. Salah satu terminal di Bandara Soekarno Hatta (Soeta) Cengkareng, Banten, salah satu bangunan bersejarah di Indonesia yang menggunakan Genteng buatan Jatiwangi untuk atapnya.
"Era 80 sampai 90, itu era kejayaan Genteng Majalengka. Di masa itu, beberapa negara, seperti Malaysia dan Brunai Darussalam menjadi pasar dari Genteng Jatiwangi. Ada sekitar 600 pabrik Genteng di masa itu," jelas dia.
Namun, seiring berjalannya waktu, dengan menjamurnya pabrik-pabrik, keberadaan Pabrik Genteng mulai muram. Saat ini, jumlah pabrik Genteng di Kecamatan Jatiwangi sekitar di angka 150-180 saja. Desa Burujul Wetan, masih menjadi daerah dengan jumlah pabrik Genteng paling banyak di Kecamatan Jatiwangi.
"Minimnya karyawan, bahan baku yang berkurang, dan munculnya produk lain sebagai atap, menjadi pemicunya. Tiga eleman itu, saling berhubungan satu sama lain," jelas Ila.
Di balik menurunnya peminat, Ila menjelaskan, sejumlah upaya dilakukan guna penjagaan terhadap status Jatiwangi sebagai pusat Genteng di Tanah Air. Upaya-upaya tersebut di antaranya dilakukan dengan cara yang mungkin jauh dari fungsi Genteng yang dikenal di sebagian besar masyarakat.
"Upaya penjagaan genteng di antaranya Rampak Genteng, Binaraga Jebor. Ini untuk mengingatkan bahwa Genteng tidak sekadar produk, tapi budaya. Memberi tahu kepada generasi muda bahwa Jatiwangi memiliki sejarah besar dalam hal Genteng," papar dia.
Pengusaha Genteng dari Super Jaja Putra, Desa Burujul Wetan, Asep Lukman mengatakan, dibanding era 90 an, produksi Genteng saat ini terbilang cukup jauh menurun. Namun, dalan beberapa bulan terakhir, peminat Gentang miliknya lumayan bagus dibanding sebelum-sebelumnya.
"Sekarang alhamdulillah lagi banyak order, bulan-bulan ini lagi banyak. Pemasaran ke Jakarta dan beberapa kota di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur)," jelas Jaja, demikian dia biasa disapa.
Namun, minimnya tenaga kerja, memaksa Jaja tidak bisa leluasa untuk menerima permintaan dari calon pembeli. "Cuma, pekerja yang masih kekurangan, diakibatkan ada pabrik-pabrik yang baru. Jadi kesedot ke pabrik tersebut. (produksi) 5.000 keping per hari," ungkap dia.
Lebih jauh dijelaskan dia, dibanding Metal, penggunaan Genteng tanah liat sebagai atap dinilai jauh lebih nyaman. Saat musim kemarau, penggunaan Genteng biasa bisa membuat ruangan di dalam bangunan cenderung lebih adem, lantaran tahan cuaca. "Banyak juga yang sebelumnya pake Gennteng metal, diganti lagi," papar dia
Pabrik Genteng, adalah Jebor
Di kalangan masyarakat Kabupaten Majalengka, pabrik Genteng lebih dikenal dengan sebutan Jebor. Penyebutan Jebor untuk pabrik Genteng sendiri sudah berlangsung sejak lama.
"Awalnya jebor itu untuk menyebut pabrik yang membuat produk dari tanah liat, apapun, termasuk Genteng," kata Ila.
Namun, seiring berjalannya waktu, kini Jebor lebih ditunjukan kepada pabrik Genteng. "Dilihat di KBBI, Jebor itu ya Pabrik Genteng. Namun di sana (KBBI) penyebutannya bukan Genteng, tapi Genting. Sementara Genting sendiri, masih di KBBI, artinya suasana yang tidak aman, hahaha," jelas dia.
Hubungan Jatiwangi dengan Genteng sendiri sudah terjalin dalam kurun waktu yang sangat lama, jauh sebelum Indonesia merdeka. Desa Burujul Wetan, bisa dikatakan sebagai tonggak dari popularnya Genteng Jatiwangi itu.
Ila Syurkila Syarif, ketua Museum Genteng menjelaskan, produksi Genteng dimulai pada 1905 silam. Adalah H Umar bin Ma'rup dan Barmawi, dua sosok yang bisa dikatakan sebagai tokoh dari munculnya Genteng di Kecamatan Jatiwangi itu.
"1905 mulai nuncul. Saat itu, di Desa Burujul Wetan ada masjid, namanya Al Maidah. Nah, Pak H. Umar bin Maruf ingin mengganti atap rumbia dengan Genteng. Lalu ngundang Bapak Barmawi dari Babakan Jawa (Kecamatan/Kabupaten Majalengka) untuk membuat Genteng," kata Ila saat berbincang dengan SINDOnews.
Tidak sekadar membuat Genteng untuk atap Masjid saja. Barmawi juga, jelas dia, mengajarkan keterampilannya kepada warga sekitar, hingga akhirnya mereka cukup mahir dalam membuat Genteng, di kemudian hari. "Dari sana mulai menyebar di Burujul. Awalnya bikin Genteng untuk sendiri aja. Akhirnya dipasarkan," kata dia.
Dalam perjalanannya, Genteng Jatiwangi tercatat pernah menjadi bagian dari sebuah bangunan besar di Tanah Air. Salah satu terminal di Bandara Soekarno Hatta (Soeta) Cengkareng, Banten, salah satu bangunan bersejarah di Indonesia yang menggunakan Genteng buatan Jatiwangi untuk atapnya.
"Era 80 sampai 90, itu era kejayaan Genteng Majalengka. Di masa itu, beberapa negara, seperti Malaysia dan Brunai Darussalam menjadi pasar dari Genteng Jatiwangi. Ada sekitar 600 pabrik Genteng di masa itu," jelas dia.
Namun, seiring berjalannya waktu, dengan menjamurnya pabrik-pabrik, keberadaan Pabrik Genteng mulai muram. Saat ini, jumlah pabrik Genteng di Kecamatan Jatiwangi sekitar di angka 150-180 saja. Desa Burujul Wetan, masih menjadi daerah dengan jumlah pabrik Genteng paling banyak di Kecamatan Jatiwangi.
"Minimnya karyawan, bahan baku yang berkurang, dan munculnya produk lain sebagai atap, menjadi pemicunya. Tiga eleman itu, saling berhubungan satu sama lain," jelas Ila.
Di balik menurunnya peminat, Ila menjelaskan, sejumlah upaya dilakukan guna penjagaan terhadap status Jatiwangi sebagai pusat Genteng di Tanah Air. Upaya-upaya tersebut di antaranya dilakukan dengan cara yang mungkin jauh dari fungsi Genteng yang dikenal di sebagian besar masyarakat.
"Upaya penjagaan genteng di antaranya Rampak Genteng, Binaraga Jebor. Ini untuk mengingatkan bahwa Genteng tidak sekadar produk, tapi budaya. Memberi tahu kepada generasi muda bahwa Jatiwangi memiliki sejarah besar dalam hal Genteng," papar dia.
Pengusaha Genteng dari Super Jaja Putra, Desa Burujul Wetan, Asep Lukman mengatakan, dibanding era 90 an, produksi Genteng saat ini terbilang cukup jauh menurun. Namun, dalan beberapa bulan terakhir, peminat Gentang miliknya lumayan bagus dibanding sebelum-sebelumnya.
"Sekarang alhamdulillah lagi banyak order, bulan-bulan ini lagi banyak. Pemasaran ke Jakarta dan beberapa kota di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur)," jelas Jaja, demikian dia biasa disapa.
Namun, minimnya tenaga kerja, memaksa Jaja tidak bisa leluasa untuk menerima permintaan dari calon pembeli. "Cuma, pekerja yang masih kekurangan, diakibatkan ada pabrik-pabrik yang baru. Jadi kesedot ke pabrik tersebut. (produksi) 5.000 keping per hari," ungkap dia.
Lebih jauh dijelaskan dia, dibanding Metal, penggunaan Genteng tanah liat sebagai atap dinilai jauh lebih nyaman. Saat musim kemarau, penggunaan Genteng biasa bisa membuat ruangan di dalam bangunan cenderung lebih adem, lantaran tahan cuaca. "Banyak juga yang sebelumnya pake Gennteng metal, diganti lagi," papar dia
Pabrik Genteng, adalah Jebor
Di kalangan masyarakat Kabupaten Majalengka, pabrik Genteng lebih dikenal dengan sebutan Jebor. Penyebutan Jebor untuk pabrik Genteng sendiri sudah berlangsung sejak lama.
"Awalnya jebor itu untuk menyebut pabrik yang membuat produk dari tanah liat, apapun, termasuk Genteng," kata Ila.
Namun, seiring berjalannya waktu, kini Jebor lebih ditunjukan kepada pabrik Genteng. "Dilihat di KBBI, Jebor itu ya Pabrik Genteng. Namun di sana (KBBI) penyebutannya bukan Genteng, tapi Genting. Sementara Genting sendiri, masih di KBBI, artinya suasana yang tidak aman, hahaha," jelas dia.
(sms)