Cegah HIV/AIDS, Pemkab Buleleng Rangkul Desa Dinas dan Desa Adat
A
A
A
SINGARAJA - Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng untuk mencegah dan menurunkan angka kasus HIV/AIDS di Buleleng. Selain sosialisasi dan penyuluhan, Pemkab Buleleng juga merangkul desa dinas dan desa adat.
Hal tersebut diungkapkan Asisten bidang Perekonomian, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Buleleng, Ni Made Rousmini, usai Rapat Koordinasi Penanggulangan HIV/AIDS di Ruang Rapat Unit IV Kantor Bupati Buleleng, Kamis (24/10/2019).
Rousmini menjelaskan angka kasus HIV/AIDS di Buleleng sudah di garis kuning atau dengan kata lain sudah mengkhawatirkan. Oleh karena itu, penanggulangan HIV/AIDS membutuhkan dukungan dari seluruh stakeholder terkait.
Penyuluhan-penyuluhan dan juga sosialisasi terus diintesifkan guna mencegah penyebaran HIV/AIDS ini. “Utamanya mengajak tokoh-tokoh masyarakat baik itu di desa dinas maupun desa adat karena hal ini menyangkut perilaku masyarakat. Peran keluarga, lingkungan dan sekolah juga penting untuk mencegah HIV/AIDS di kalangan remaja,” jelasnya.
Pola ke depan untuk pencegahan penyebaran HIV/AIDS selain sosialisasi, kelompok kerja (pokja) pada Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) yang ada akan lebih dihidupkan kembali. Utamanya di masing-masing desa. Pokja-pokja ini yang ada di desa akan digenjot untuk bekerja lebih maksimal lagi.
Anggaran di desa baik itu dari Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD) juga diupayakan untuk disisihkan untuk mengkader pendamping-pendamping di desa. “Saya rasa itu bentuk pelibatan desa baik itu desa dinas maupun desa adat. Akan lebih efektif karena lebih dekat dengan masyarakat,” ujar Rousmini.
Menurut data yang diberikan oleh Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan Pengendalian PEnyakit Menular (PPPM) Dinas Kesehatan (Dinkes) Buleleng, Putu Indrawan, jumlah kasus HIV/AIDS di Buleleng masih direkapitulasi dari tahun 1999-2019.
Sampai dengan sekarang, kurang lebih 3000 kasus terjadi. Besaran tersebut merupakan angka komulatif sehingga belum bisa ditentukan apakah pengidap masih hidup atau tidak. “Kita harus bongkar lagi untuk mengetahui hal tersebut,” katanya.
Ia menambahkan salah satu upaya memperpanjang hidup pengidap HIV adalah dengan memberikan secara gratis obat Antiretroviral (ARV). Obat ini untuk menghambat pertumbuhan virus di dalam tubuh pengidap.
Untuk saat ini hanya ada di RSUD Buleleng. Namun, untuk mendekatkan pengidap kepada pelayanan obat ARV, Dinkes Buleleng sudah membentuk lima satelit di puskesmas-puskesmas.
“Sehingga tidak ada lost follow up karena alasan RSUD jauh. Kelima satelit itu adalah Puskesmas Gerokgak II, Puskesmas Seririt I, Puskesmas Busungbiu I, Puskesmas Banjar I, dan Puskesmas Banjar I,” ungkap Indrawan.
Sementara itu salah satu penggiat HIV/AIDS di Buleleng yang juga Ketua Wargas Buleleng, Mami Sisca, menyebutkan dirinya mempunyai tim yang turun langsung ke lapangan. Selain relawan pendamping ada juga yang disebut dengan PMO atau Pengawas Minum Obat. Semua ini dilakukan agar Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) agar lebih berdaya dan lebih percaya diri.
Pemberdayaan juga dilakukan agar ODHA merasa diperhatikan dan tidak dendam dengan menularkan lagi. “Kita juga menyasar remaja dengan edukasi-edukasi dan kegiatan positif agar menghindari hal-hal negative yang dilakukan oleh remaja,” pungkasnya.
Hal tersebut diungkapkan Asisten bidang Perekonomian, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Buleleng, Ni Made Rousmini, usai Rapat Koordinasi Penanggulangan HIV/AIDS di Ruang Rapat Unit IV Kantor Bupati Buleleng, Kamis (24/10/2019).
Rousmini menjelaskan angka kasus HIV/AIDS di Buleleng sudah di garis kuning atau dengan kata lain sudah mengkhawatirkan. Oleh karena itu, penanggulangan HIV/AIDS membutuhkan dukungan dari seluruh stakeholder terkait.
Penyuluhan-penyuluhan dan juga sosialisasi terus diintesifkan guna mencegah penyebaran HIV/AIDS ini. “Utamanya mengajak tokoh-tokoh masyarakat baik itu di desa dinas maupun desa adat karena hal ini menyangkut perilaku masyarakat. Peran keluarga, lingkungan dan sekolah juga penting untuk mencegah HIV/AIDS di kalangan remaja,” jelasnya.
Pola ke depan untuk pencegahan penyebaran HIV/AIDS selain sosialisasi, kelompok kerja (pokja) pada Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) yang ada akan lebih dihidupkan kembali. Utamanya di masing-masing desa. Pokja-pokja ini yang ada di desa akan digenjot untuk bekerja lebih maksimal lagi.
Anggaran di desa baik itu dari Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD) juga diupayakan untuk disisihkan untuk mengkader pendamping-pendamping di desa. “Saya rasa itu bentuk pelibatan desa baik itu desa dinas maupun desa adat. Akan lebih efektif karena lebih dekat dengan masyarakat,” ujar Rousmini.
Menurut data yang diberikan oleh Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan Pengendalian PEnyakit Menular (PPPM) Dinas Kesehatan (Dinkes) Buleleng, Putu Indrawan, jumlah kasus HIV/AIDS di Buleleng masih direkapitulasi dari tahun 1999-2019.
Sampai dengan sekarang, kurang lebih 3000 kasus terjadi. Besaran tersebut merupakan angka komulatif sehingga belum bisa ditentukan apakah pengidap masih hidup atau tidak. “Kita harus bongkar lagi untuk mengetahui hal tersebut,” katanya.
Ia menambahkan salah satu upaya memperpanjang hidup pengidap HIV adalah dengan memberikan secara gratis obat Antiretroviral (ARV). Obat ini untuk menghambat pertumbuhan virus di dalam tubuh pengidap.
Untuk saat ini hanya ada di RSUD Buleleng. Namun, untuk mendekatkan pengidap kepada pelayanan obat ARV, Dinkes Buleleng sudah membentuk lima satelit di puskesmas-puskesmas.
“Sehingga tidak ada lost follow up karena alasan RSUD jauh. Kelima satelit itu adalah Puskesmas Gerokgak II, Puskesmas Seririt I, Puskesmas Busungbiu I, Puskesmas Banjar I, dan Puskesmas Banjar I,” ungkap Indrawan.
Sementara itu salah satu penggiat HIV/AIDS di Buleleng yang juga Ketua Wargas Buleleng, Mami Sisca, menyebutkan dirinya mempunyai tim yang turun langsung ke lapangan. Selain relawan pendamping ada juga yang disebut dengan PMO atau Pengawas Minum Obat. Semua ini dilakukan agar Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) agar lebih berdaya dan lebih percaya diri.
Pemberdayaan juga dilakukan agar ODHA merasa diperhatikan dan tidak dendam dengan menularkan lagi. “Kita juga menyasar remaja dengan edukasi-edukasi dan kegiatan positif agar menghindari hal-hal negative yang dilakukan oleh remaja,” pungkasnya.
(akn)