Cerita Kapolda Riau Taklukkan Karhutla dengan Dashboard Lancang Kuning
A
A
A
PEKANBARU - Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi punya cara tersendiri dalam menaklukkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayahnya. Jenderal bintang dua ini membuat inovasi teknologi yang diberi "Dashboard Lancang Kuning". Dalam bekerja teknologi ini memanfaatkan Satelit Tera, Nora, Lapa dan Aqua untuk mamantau lokasi titik api.
Dari satelit tersebut akan muncuk banyak hal. Misalnya berapa jumlah anggota yang turun memadamkan api, apa yang dilakukan, bagaimana hasilnya termasuk dimana posisi imbung air. Satelit tersebut juga akan memunculkan gambar aktivitas anggota yang sedang bekerja.
"Laporan awalnya kita infokan ke kapolres dan anggotanya dimana lokasi titik apinya. Setelah itu mereka bergerak lalu mengirimkan laporan kembali bersama foto kegiatan. Dari satelit kita bisa ketahui posisi anggota waktu laporan, apakah betul di lapangan atau tidak. Jadi kalau mereka bohong bisa ketahuan," ujar Agung diruang kerjanya sambil memantau layar Lancang Kuning, Jumat (18/10/2019).
Agung mencontohkan hari Kamis (17/10) lalu, terdapat 19 titik api berdasarkan pantauan citra satelit. 1 titik api dengan kualifikasi 10-30% berwarna kuning, 12 titik api kualifikasi 30-70% dan 6 titik api dengan kualifikasi 70-100%. "Hasil pantauan ini, saya perintahkan kepada kapolres untuk melakukan penanganan. Prioritas kita adalah yang merah," tandasnya.
Agung mangakui, inovasi ini sangat membantu pihaknya dalam memadamkan titik api meski teknologi ini masih dalam tahap pengembangan. "Saya katakan bahwa kita tidak mau jadi keledai yang tertanduk pada batu yang sama. Maasa sih kebakaran setiap tahun kita tidak bisa berbuat sesuat untuk mencegahnya. Kita ingin melakukan penanganan yang komperhensif," tuturnya.
Dia menceritakan, "Lancang Kuning" berarti perahu layar. Dimana di dalam perahu tersebut ada nahkoda, juru mesin dan anak buah kapal. Meskipun berlayar malam hari dalam cuaca buruk dan bergelombang serta angin kencang tapi tetap fokus pada tujuan dan sampai tujuan.
"Itulah filosofi kapal layar yang artinya jika kita pada satu titik dengan semangat yang sama, walapun malam hari dan ada badai kita akan tetap sampai tujuan. Apalagi kathula terjadi bukan sejak provinsi ini ada, tapi beberapa tahun belakangan ini," sebutnya.
Dikatakannya, dalam penanggulangan kathula dibutukan kerjasama dan sinergitas pihak terkait termasuk masyarakat. Khususnya koorporasi atau masyarakat yang terbiasa membuka lahan dengan cara membakar karena perangkat teknologi ini bisa memotret seluruh aktkvitas.
"Kita bisa tahu juga ini lahan kayak apa, sekarang diapakan, terus tiga tahun kedepan jadi apa. Kalau ini lahan hutan, lima tahun lalu illegal loging, terus dibakar, ada tanaman yang tumbuh di situ. Berarti mencuri kayu, merambah hutan, membakar dan perkebunan di areal hutan, kira-kira hukumannya apa," pungkas mantan Deputi Siber Badan Intelijen Negara (BIN) itu.
Dari satelit tersebut akan muncuk banyak hal. Misalnya berapa jumlah anggota yang turun memadamkan api, apa yang dilakukan, bagaimana hasilnya termasuk dimana posisi imbung air. Satelit tersebut juga akan memunculkan gambar aktivitas anggota yang sedang bekerja.
"Laporan awalnya kita infokan ke kapolres dan anggotanya dimana lokasi titik apinya. Setelah itu mereka bergerak lalu mengirimkan laporan kembali bersama foto kegiatan. Dari satelit kita bisa ketahui posisi anggota waktu laporan, apakah betul di lapangan atau tidak. Jadi kalau mereka bohong bisa ketahuan," ujar Agung diruang kerjanya sambil memantau layar Lancang Kuning, Jumat (18/10/2019).
Agung mencontohkan hari Kamis (17/10) lalu, terdapat 19 titik api berdasarkan pantauan citra satelit. 1 titik api dengan kualifikasi 10-30% berwarna kuning, 12 titik api kualifikasi 30-70% dan 6 titik api dengan kualifikasi 70-100%. "Hasil pantauan ini, saya perintahkan kepada kapolres untuk melakukan penanganan. Prioritas kita adalah yang merah," tandasnya.
Agung mangakui, inovasi ini sangat membantu pihaknya dalam memadamkan titik api meski teknologi ini masih dalam tahap pengembangan. "Saya katakan bahwa kita tidak mau jadi keledai yang tertanduk pada batu yang sama. Maasa sih kebakaran setiap tahun kita tidak bisa berbuat sesuat untuk mencegahnya. Kita ingin melakukan penanganan yang komperhensif," tuturnya.
Dia menceritakan, "Lancang Kuning" berarti perahu layar. Dimana di dalam perahu tersebut ada nahkoda, juru mesin dan anak buah kapal. Meskipun berlayar malam hari dalam cuaca buruk dan bergelombang serta angin kencang tapi tetap fokus pada tujuan dan sampai tujuan.
"Itulah filosofi kapal layar yang artinya jika kita pada satu titik dengan semangat yang sama, walapun malam hari dan ada badai kita akan tetap sampai tujuan. Apalagi kathula terjadi bukan sejak provinsi ini ada, tapi beberapa tahun belakangan ini," sebutnya.
Dikatakannya, dalam penanggulangan kathula dibutukan kerjasama dan sinergitas pihak terkait termasuk masyarakat. Khususnya koorporasi atau masyarakat yang terbiasa membuka lahan dengan cara membakar karena perangkat teknologi ini bisa memotret seluruh aktkvitas.
"Kita bisa tahu juga ini lahan kayak apa, sekarang diapakan, terus tiga tahun kedepan jadi apa. Kalau ini lahan hutan, lima tahun lalu illegal loging, terus dibakar, ada tanaman yang tumbuh di situ. Berarti mencuri kayu, merambah hutan, membakar dan perkebunan di areal hutan, kira-kira hukumannya apa," pungkas mantan Deputi Siber Badan Intelijen Negara (BIN) itu.
(nag)