Berdayakan Eks Penambang, Alumnus ITB Bikin Perhiasan dari Limbah Batu Bara

Senin, 07 Oktober 2019 - 07:01 WIB
Berdayakan Eks Penambang,...
Berdayakan Eks Penambang, Alumnus ITB Bikin Perhiasan dari Limbah Batu Bara
A A A
SOLO - Di antara sekitar 1.000 pelaku usaha ekonomi kreatif yang unjuk produk dan jasa di Bekraf Festival 2019 di Benteng Vastenburg Solo, 4-6 Oktober ini, ada beberapa UKM dan startup mendapat antusiasme tinggi dari para pengunjung karena faktor unique value yang ditampilkan.

Legam, misalnya. Ini adalah UKM yang memproduksi aneka kreasi perhiasan wanita modern kelas premium dari bahan limbah batu bara. Untuk jenis ini, bisa dibilang Legam adalah pionir atau yang pertama di Indonesia.

Limbah batu bara hasil proses kimiawi, biologi dan geologi endapan organik selama ratusan juta tahun dibentuk dan diukir sedemikian rupa menjadi mata anting, kalung, gelang, cincin, jepit rambut, bros dan jenis aksesori lain yang memikat. Simpel namun elegan.

Bahan ikatnya tersedia dalam beragam pilihan logam mulai emas, perak, kuningan hingga tembaga. Karena keindahan dan nilai unik tadi, hanya setahun setelah kehadirannya, aneka perhiasan produk Legam sudah memiliki pasar yang cukup menjanjikan. Terlebih, konsumen juga dapat memesan desain yang mereka inginkan secara custom. Produk favorit adalah anting untuk barang jadi. Untuk custom, konsumen banyak memesan cincin

Pendiri sekaligus desainer tunggal perhiasan dari batu bara ini adalah Alvinska Octaviana, perempuan asal Bandung yang baru berusia 25 tahun. Sementara perajinnya adalah empat warga Sawahlunto, sebuah kota yang berlokasi sekitar 95 km sebelah timur laut Kota Padang, Sumatera Barat. Bahan dasar limbah batu bara yang dijadikan perhiasan pun diambil dari bekas pertambangan di daerah tersebut.

"Kami menggunakan, limbah antrasit atau batu bara berkualitas terbaik berwarna hitam solid yang memiliki kilau metalik," kata Alvins.

Untuk ikat, Alvins bermitra dengan pengrajin logam dari Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Berbagai produk Legam dipasarkan secara offline dan online. Harganya mulai Rp150 ribu hingga Rp1 juta. Menurut Alvins, keuntungannya dari berbisnis perhiasan dari limbah batu bara cukup lumayan. Dia mengaku puas usaha rintisannya bisa mengangkat kesejahteraan para perajin limbah batu bara dan perajin logam.

Kok terpikir membuat perhiasan dan aksesoris dari limbah batu bara? Alumnus Jurusan Kriya Tekstil Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB angkatan 2015 ini mengatakan, awalnya dia terlibat dalam Program Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara (Ikkon) pada 2016.

Ikkon adalah program besutan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang mempertemukan para profesional bidang desain dan bisnis dengan komunitas masyarakat di daerah untuk berkolaborasi mengembangkan produk kerajinan lokal berorientasi pasar.

Alvins ditempatkan di Sawahlunto. Di sana dia bertemu dengan para bekas pekerja tambang batu bara yang memiliki keahlian memahat dan mengukir patung. Namun karya-karya mereka susah sekali dijual karena berukuran besar dan tidak memiliki jaringan pemasaran ke luar daerah.

"Saya lalu mengajak mereka mencoba membuat kerajinan yang kecil saja. Yang paling ideal adalah membuat mata untuk perhiasan dan aksesori. Pasarnya sudah jelas karena wanita dewasa dan remaja putri di perkotaan willing to buy-nya tinggi terhadap pernak-pernik yang indah dan lucu apalagi unik," tutur Alvins.

Program Ikkon berakhir enam bulan kemudian. Namun kemitraan Alvins dan para perajin di Sawahlunto justru semakin erat. Mereka terus berkreasi dan melakukan riset. Setelah dua tahun bersinergi, Alvins pun resmi meluncurkan produk pertama Legam ke pasar pada September 2018. Pesanan berdatangan dari berbagai daerah.

Alvins menjamin produknya tidak memiliki dampak apapun terhadap kulit. "Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa gas metan yang terkandung dalam batu bara tidak aktif lagi ketika batu bara sudah diangkat dari tambang," jelasnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2705 seconds (0.1#10.140)