12 Tahun Dipasung, Penderitaan Marmin Diakhiri Aparat TNI
A
A
A
LAMPUNG BARAT - Meski melanggar hak azazi manusia dan menghambat upaya penyembuhan, kasus pemasungan terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) masih terjadi di Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Di Pekon/Desa Srimulyo, Kecamatan Bandarnegeri Suoh, seorang penderita gangguan jiwa bernama Marmin (39) dipasung hingga 12 tahun.
Akhir pekan lalu, atas prakarsa sejumlah anggota TNI yang melaksanakan TMMD di Kecamatan Bandarnegeri Suoh, penderitaan Marmin, diputus. Berkoordinasi dengan UPT Puskesmas setempat, para anggota TNI kemudian merujuk ODGJ kelahiran 1980 ini ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kemiling, Bandar Lampung.
Menurut Misinem, ibu kandung Marmin, putranya tersebut sudah menderita gangguan jiwa lebih dari 20 tahun. Namun karena tidak mampu, mereka tidak mengobatinya secara maksimal. Hanya dibawa ke “orang pintar” dan sesekali ke puskesmas.
Meski miskin, keluarga ini ternyata tidak masuk Basis Data Terpadu Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu (BDT FMOTM) Dinas Sosial Lambar, sehingga tidak mengantongi Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS PBI).
Fakta ini tentu menghambat upaya penyembuhan bagi si ODGJ. Karena semakin parah dan mulai mengganggu keluarga danlingkungan sekitar, Misinem sekeluarga memutuskan untuk memasung Marmin sejak 2007 silam.
Akibatnya, pria yang sempat lulus SD ini lumpuh dan tidak mampu berjalan. Saat ini, Misinem mengaku pasrah kepada pemerintah terkait penanganan bagi putra tersayangnya itu.
Kepala UPT Puskesmas Rawat Inap Bandarnegeri Suoh Saimin mengakui pihaknya telah menemukan kasus ODGJ atas nama Marmin sejak lima tahun silam/ Letak rumah Marmin memang dekat dengan puskesmas, hanya berjarak sekitar 200 meter dari Puskesmas BNS. Namun selama bertahun-tahun pihak puskes hanya melakukan pantobat (pemantauan obat) terhadap pasien ODGJ ini.
Pihak UPT Puskesmas tidak merujuk pasien ke RSJ meski tahu telah terjadi pemasungan terhadap ODGJ yang bertentangan dengan Permenkes Nomor 54/2017 tentang Pemasungan pada ODGJ sekaligus melanggar UU Nomor 39/1999 tentang HAM.
Saimin berdalih pihak puskesmas tidak berani merujuk pasien ODGJ ini sebab tidak memiliki KIS PBI. Jika dirujuk sebagai pasien umum, dipastikan tidak ada keluarga pasien yang mampu membayar. Padahal, dalam Permenkes disebutkan bahwa penanganan bebas pasung ODGJ termasuk proses rujukan ke RSJ biayanya ditanggung negara.
Saimin berkilah pihaknya sempat mengajukan permohonan KIS PBI bagi Misinem sekeluarga ke Dinsos Lambar, namun terkendala kartu keluarga pasien yang “raib”. Proses ini berlarut sampai setahun. Atas desakan babinsa setempat, pekan lalu, kartu keluarga Misinem baru ditemukan ada ditangan aparat pekon setempat.
Namun, hingga saat dirujuk Kamis lalu, pasien ODGJ ini belum berhasil mengantongi KIS PBI. Marmin yang sudah lumpuh akibat pemasungan dalam waktu lama dirujuk ke Bandar Lampung menggunakan selembar surat keterangan tidak mampu yang ditulis tangan oleh aparat Pekon Srimulyo.
Peratin (Kepala Desa) Srimulyo Nurdiansyah mengakui Misinem sekeluarga merupakan warga yang sudah lama tinggal di Pekon Srimulyo. Keluarga ini sudah menjadi penduduk setempat bahkan sebelum Nurdiansyah menjabat sebagai peratin setempat. Anehnya, meski terlihat jelas merupakan warga tidak mampu, Misinem sekeluarga tidak dilindungi program perlindungan sosial yang digelontorkan pemerintah.
Bahkan ajaibnya, Nurdiansyah yang sudah menjabat sebagai Kepala Desa Srimulyo selama empat periode (kurang lebih 16 tahun) mengaku tidak paham program perlindungan sosial dan proses penetapan BDT FMOTM bagi warganya sendiri. Upaya pemerintah Indonesia menghapus pemasungan dilakukan melalui Kemenkes RI.
Dalam Permenkes 54/2017 pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa pemasungan terhadap ODGJ mengakibatkan hilangnya kebebasan ODGJ termasuk hilangnya hak atas yankes untuk membantu pemulihan. Sebab itu pemerintah mewajibkan penanganan pada pasien ODGJ dengan rujukan ke RSJ. Pada praktiknya, pemasungan bahkan menyebabkan kelumpuhan bagi ODGJ persis seperti yang diderita Marmin.
Akhir pekan lalu, atas prakarsa sejumlah anggota TNI yang melaksanakan TMMD di Kecamatan Bandarnegeri Suoh, penderitaan Marmin, diputus. Berkoordinasi dengan UPT Puskesmas setempat, para anggota TNI kemudian merujuk ODGJ kelahiran 1980 ini ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kemiling, Bandar Lampung.
Menurut Misinem, ibu kandung Marmin, putranya tersebut sudah menderita gangguan jiwa lebih dari 20 tahun. Namun karena tidak mampu, mereka tidak mengobatinya secara maksimal. Hanya dibawa ke “orang pintar” dan sesekali ke puskesmas.
Meski miskin, keluarga ini ternyata tidak masuk Basis Data Terpadu Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu (BDT FMOTM) Dinas Sosial Lambar, sehingga tidak mengantongi Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS PBI).
Fakta ini tentu menghambat upaya penyembuhan bagi si ODGJ. Karena semakin parah dan mulai mengganggu keluarga danlingkungan sekitar, Misinem sekeluarga memutuskan untuk memasung Marmin sejak 2007 silam.
Akibatnya, pria yang sempat lulus SD ini lumpuh dan tidak mampu berjalan. Saat ini, Misinem mengaku pasrah kepada pemerintah terkait penanganan bagi putra tersayangnya itu.
Kepala UPT Puskesmas Rawat Inap Bandarnegeri Suoh Saimin mengakui pihaknya telah menemukan kasus ODGJ atas nama Marmin sejak lima tahun silam/ Letak rumah Marmin memang dekat dengan puskesmas, hanya berjarak sekitar 200 meter dari Puskesmas BNS. Namun selama bertahun-tahun pihak puskes hanya melakukan pantobat (pemantauan obat) terhadap pasien ODGJ ini.
Pihak UPT Puskesmas tidak merujuk pasien ke RSJ meski tahu telah terjadi pemasungan terhadap ODGJ yang bertentangan dengan Permenkes Nomor 54/2017 tentang Pemasungan pada ODGJ sekaligus melanggar UU Nomor 39/1999 tentang HAM.
Saimin berdalih pihak puskesmas tidak berani merujuk pasien ODGJ ini sebab tidak memiliki KIS PBI. Jika dirujuk sebagai pasien umum, dipastikan tidak ada keluarga pasien yang mampu membayar. Padahal, dalam Permenkes disebutkan bahwa penanganan bebas pasung ODGJ termasuk proses rujukan ke RSJ biayanya ditanggung negara.
Saimin berkilah pihaknya sempat mengajukan permohonan KIS PBI bagi Misinem sekeluarga ke Dinsos Lambar, namun terkendala kartu keluarga pasien yang “raib”. Proses ini berlarut sampai setahun. Atas desakan babinsa setempat, pekan lalu, kartu keluarga Misinem baru ditemukan ada ditangan aparat pekon setempat.
Namun, hingga saat dirujuk Kamis lalu, pasien ODGJ ini belum berhasil mengantongi KIS PBI. Marmin yang sudah lumpuh akibat pemasungan dalam waktu lama dirujuk ke Bandar Lampung menggunakan selembar surat keterangan tidak mampu yang ditulis tangan oleh aparat Pekon Srimulyo.
Peratin (Kepala Desa) Srimulyo Nurdiansyah mengakui Misinem sekeluarga merupakan warga yang sudah lama tinggal di Pekon Srimulyo. Keluarga ini sudah menjadi penduduk setempat bahkan sebelum Nurdiansyah menjabat sebagai peratin setempat. Anehnya, meski terlihat jelas merupakan warga tidak mampu, Misinem sekeluarga tidak dilindungi program perlindungan sosial yang digelontorkan pemerintah.
Bahkan ajaibnya, Nurdiansyah yang sudah menjabat sebagai Kepala Desa Srimulyo selama empat periode (kurang lebih 16 tahun) mengaku tidak paham program perlindungan sosial dan proses penetapan BDT FMOTM bagi warganya sendiri. Upaya pemerintah Indonesia menghapus pemasungan dilakukan melalui Kemenkes RI.
Dalam Permenkes 54/2017 pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa pemasungan terhadap ODGJ mengakibatkan hilangnya kebebasan ODGJ termasuk hilangnya hak atas yankes untuk membantu pemulihan. Sebab itu pemerintah mewajibkan penanganan pada pasien ODGJ dengan rujukan ke RSJ. Pada praktiknya, pemasungan bahkan menyebabkan kelumpuhan bagi ODGJ persis seperti yang diderita Marmin.
(thm)