Kisah Kiai Sirojudin, Panglima Perang Laskar Diponegoro
A
A
A
SALATIGA - Sejarah perkembangan agama Islam di Salatiga, Jawa Tengah tak lepas dari perjuangan Kiai Sirojudin. Sosok kiai yang diyakini merupakan orang dari Kejaraan Mataram ini, menyebarkan agama Islam di Salatiga pada masa zaman penjajahan kolonial Belanda.
Kiai Sirojudin mensyiarkan agama Islam di Salatiga bersama Kiai Ronosentiko. Awalnya kedua kiai itu, pada tahun 1826 mendirikan Masjid Damarjati di Dukuh Krajan RT02/RW05, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo.
Masjid Damarjati dibangun di tengah kecamuk perang antara Pangeran Diponegoro dan pemerintah kolonial Belanda. Konon, pembangunan masjid ini merupakan bagian dari strategi Kiai Sirojudin dan Kiai Ronosentiko untuk mengalahkan Belanda sekaligus mensyiarkan Islam di Salatiga.
"Berdasarkan cerita yang dikisahkan sejumlah orang tua dulu, Kiai Sirojudin adalah Panglima Perang Laskar Diponegoro. Namun beliau memilih melakukan perlawanan dengan cara gerilya," tutur warga Krajan, Yahya.
Agat tidak dicurigai Belanda, kedua tokoh tersebut membuka perkampungan baru bersama laskarnya. Kiai Sirojudin membuka perkampungan di Dukuh Krajan. Sedangkan Kiai Ronosentiko babat alas di daerah Bancaan, sekitar tiga kilometer jauhnya dari Krajan.
Belakangan, Kiai Sirojudin mengganti namanya menjadi Damarjati. Penggantiaan nama terpaksa dilakukan karena dia berserta Kiai Ronosentiko merupakan buruan tentara Belanda.
“Menurut cerita, kedua ulama itu ditugasi untuk memata-matai Belanda di Salatiga. Dulu basis militer Belanda di Jawa Tengah berada di Salatiga,” ujarnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kiai Sirojudin dibantu laskarnya membangun sebuah langgar di perkampungan yang dibukanya. Saat itu bangunan langgar masih sangat sederhana dan luasnya hanya 6x6 meterpersegi.
Dindingnya terbuat dari papan kayu dan anyaman bambu, sementara atapnya terbuat dari sirap. Selain untuk tempat ibadah, langgar tersebut juga dijadikan sebagai pusat segala aktivitas, termasuk menyusun strategi melawan Belanda.
Langgar ini juga digunakan untuk melakukan syiar Islam kepada masyarakat. Mulai saat itu, syiar Islam di Salatiga tersebar luas dan terus berkembang. Dan langgar itu, juga berkembang menjadi masjid.
Saat Kiai Sirojudin wafat, jenazahnya dimakamkan di seberang masjid. Untuk mengenang jasa-jasanya, warga menamai masjid tersebut dengan nama Masjid Damarjati.
Kiai Sirojudin mensyiarkan agama Islam di Salatiga bersama Kiai Ronosentiko. Awalnya kedua kiai itu, pada tahun 1826 mendirikan Masjid Damarjati di Dukuh Krajan RT02/RW05, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo.
Masjid Damarjati dibangun di tengah kecamuk perang antara Pangeran Diponegoro dan pemerintah kolonial Belanda. Konon, pembangunan masjid ini merupakan bagian dari strategi Kiai Sirojudin dan Kiai Ronosentiko untuk mengalahkan Belanda sekaligus mensyiarkan Islam di Salatiga.
"Berdasarkan cerita yang dikisahkan sejumlah orang tua dulu, Kiai Sirojudin adalah Panglima Perang Laskar Diponegoro. Namun beliau memilih melakukan perlawanan dengan cara gerilya," tutur warga Krajan, Yahya.
Agat tidak dicurigai Belanda, kedua tokoh tersebut membuka perkampungan baru bersama laskarnya. Kiai Sirojudin membuka perkampungan di Dukuh Krajan. Sedangkan Kiai Ronosentiko babat alas di daerah Bancaan, sekitar tiga kilometer jauhnya dari Krajan.
Belakangan, Kiai Sirojudin mengganti namanya menjadi Damarjati. Penggantiaan nama terpaksa dilakukan karena dia berserta Kiai Ronosentiko merupakan buruan tentara Belanda.
“Menurut cerita, kedua ulama itu ditugasi untuk memata-matai Belanda di Salatiga. Dulu basis militer Belanda di Jawa Tengah berada di Salatiga,” ujarnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kiai Sirojudin dibantu laskarnya membangun sebuah langgar di perkampungan yang dibukanya. Saat itu bangunan langgar masih sangat sederhana dan luasnya hanya 6x6 meterpersegi.
Dindingnya terbuat dari papan kayu dan anyaman bambu, sementara atapnya terbuat dari sirap. Selain untuk tempat ibadah, langgar tersebut juga dijadikan sebagai pusat segala aktivitas, termasuk menyusun strategi melawan Belanda.
Langgar ini juga digunakan untuk melakukan syiar Islam kepada masyarakat. Mulai saat itu, syiar Islam di Salatiga tersebar luas dan terus berkembang. Dan langgar itu, juga berkembang menjadi masjid.
Saat Kiai Sirojudin wafat, jenazahnya dimakamkan di seberang masjid. Untuk mengenang jasa-jasanya, warga menamai masjid tersebut dengan nama Masjid Damarjati.
(shf)