Kisah Si Lumba-lumba yang Panjang Umur, Jet Latih Tempur Pertama TNI AU
A
A
A
TENTARA Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) pernah memiliki pesawat jet latih tempur yang legendaris, yaitu Aero L-29 Delfin atau populer juga disebut Aero L-29 Dolphin. Si Lumba-lumba merupakan pesawat jet latih tempur pertama yang digunakan TNI AU (dulu AURI) dan paling lama masa pengabdiannya.
Dua pesawat L-29 pertama tiba di tanah air pada awal tahun 1965 setelah dipesan pada Januari 1964 dari pabrik Aero Vodochody di Praha, Cekoslowakia (sekarang, Rep Ceska). Pesawat yang diberi kode nama MAYA oleh NATO ini dimodifikasi untuk pengoperasian di wilayah tropis.
Pesawat ini beroperasi di bawah Kesatuan Pendidikan (Kesdik) 017 (sekarang Skadron Udara 15) berpangkalan di Lanud Adisucipto, Yogyakarta. Si Lumba-lumba didatangkan untuk menggantikan pesawat baling-baling AT-6 Harvard yang dinilai kurang memadai di era penggunaan pesawat jet (pancar gas).
Diketahui pada awal 1960-an Indonesia dikenal memiliki kekuatan Angkatan Udara yang disegani karena memiliki sejumlah pesawat jet tempur canggih, seperti MiG-15, MiG-17, MiG-21, dan pengebom strategis bermesin jet Tu-16. Untuk pendidikan para kadet penerbangnya, maka dicari pesawat jet latih tempur.
Untuk pesawat jet latih tempur, AURI sempat membeli 30 unit MiG-15 UTI berkursi ganda pada 1957-1958. Namun, fungsi MiG-15 UTI tidaklah mulus karena masalah suku cadang dan mesin yang rewel. Untuk itu, Komodor Udara Budiardjo, Deputi Logistik AURI atau yang sekarang menjadi Koharmatau, mencari pesawat jet latih tempur yang cocok.
Pilihan jatuh pada Aero L-29 Delfin karena memiliki karakteristik yang cocok dan desain yang apik. Apalagi Aero L-29 juga sudah terpilih sebagai pesawat latih standar negara-negara Blok Timur, mengalahkan kandidat seperti Yak-30 dan Ts-11 Iskra. Bila disejajarkan di lingkup NATO, pesawat L-29 sekelas dengan keluarga jet Hawk besutan British Aerospace.
Aero L-29 Delfin memiliki desain maksimal untuk pesawat kelas sub-sonik dengan posisi tempat duduk tandem dengan sayap lurus. Pesawat ini mampu mengangkut dua drop-tanks 150 kg, 100 kg bom, dengan pod yang masing-masing berisi empat roket 67 mm atau dua pod senapan mesin 7,62 mm.
Kecepatan maksimal dengan persenjataan penuh di bawah sayap mencapai 0,7 Mach dan 0,75 Mach tanpa persenjataan. Aero L-29 dapat mengudara selama 2 jam 30 menit dengan jarak jelajah hingga 894 km, menggunakan tip tank pada sayap. Dalam pengoperasiannya, Aero L-29 Delfin juga dikenal bandel karena mampu lepas landas dan mendarat langsung di lapangan rumput atau landasan tanah yang diperkeras.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2002 - 2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, punya kenangan tersendiri dengan Aero L-29 Delfin. Pengalaman ketika masih menjadi perwira penerbang tersebut, ditulis pada website pribadi di www.chappyhakim.com dengan judul Terbang dengan L-29 Delfin (01/13/2011).
Banyak keunikan dan kelucuan yang diceritakan bagaimana para perwira penerbang saat menggunaan pesawat ini. Sebab, pesawat ini tidak menggunakan standar NATO sehingga ada kerumitan membaca beberapa instrumennya. Namun, Chappy Hakim mengaku, tidak pernah mengalami masalah selama menerbangkan Si Lumba-lumba besi ini.
“Saya sendiri, merasa sangat cocok dalam menerbangkan pesawat Jet ini. Saya tidak mengalami kesulitan sedikitpun dalam terbang dengan Delfin, ini berarti performance saya jauh berbeda saat masih berlatih dengan pesawat propeller,” tulisnya.
Ketika era orde baru, keberadaan pesawat-pesawat buatan Uni Soviet (Rusia) mulai digantikan dengan pesawat buatan Amerika Serikat, nasib berbeda dengan Aero L-29 Delfin. Ketika itu hampir seluruh alutsista dari blok timur mulai digrounded karena kehabisan suku cadang sementara Aero L-29 Delfin ini masih dapat terbang hingga 1980.
Aero L-29 Delfin baru benar-benar pensiun berdinas dari TNI AU ketika pesawat latih lanjut British Aerospace Hawk Mk 53 datang ke tanah air pada 1980. Saat ini TNI AU menggunakan KAI T-50 Golden Eagle sebagai jet tempur latih.
Setelah itu, Aero L-29 Delfin dinyatakan pensiun, sebagian masih dipertahankan untuk kursus teknik, sebagian dijadikan monumen, dan sebagian lagi ada yang dijual ke luar negeri seperti Amerika Serikat dan Australia. Saat ini bahkan masih diterbangkan oleh kalangan pehobi aviasi.
Diolah dari berbagai sumber;
indomiliter
kasamago
arcinc.id
Dua pesawat L-29 pertama tiba di tanah air pada awal tahun 1965 setelah dipesan pada Januari 1964 dari pabrik Aero Vodochody di Praha, Cekoslowakia (sekarang, Rep Ceska). Pesawat yang diberi kode nama MAYA oleh NATO ini dimodifikasi untuk pengoperasian di wilayah tropis.
Pesawat ini beroperasi di bawah Kesatuan Pendidikan (Kesdik) 017 (sekarang Skadron Udara 15) berpangkalan di Lanud Adisucipto, Yogyakarta. Si Lumba-lumba didatangkan untuk menggantikan pesawat baling-baling AT-6 Harvard yang dinilai kurang memadai di era penggunaan pesawat jet (pancar gas).
Diketahui pada awal 1960-an Indonesia dikenal memiliki kekuatan Angkatan Udara yang disegani karena memiliki sejumlah pesawat jet tempur canggih, seperti MiG-15, MiG-17, MiG-21, dan pengebom strategis bermesin jet Tu-16. Untuk pendidikan para kadet penerbangnya, maka dicari pesawat jet latih tempur.
Untuk pesawat jet latih tempur, AURI sempat membeli 30 unit MiG-15 UTI berkursi ganda pada 1957-1958. Namun, fungsi MiG-15 UTI tidaklah mulus karena masalah suku cadang dan mesin yang rewel. Untuk itu, Komodor Udara Budiardjo, Deputi Logistik AURI atau yang sekarang menjadi Koharmatau, mencari pesawat jet latih tempur yang cocok.
Pilihan jatuh pada Aero L-29 Delfin karena memiliki karakteristik yang cocok dan desain yang apik. Apalagi Aero L-29 juga sudah terpilih sebagai pesawat latih standar negara-negara Blok Timur, mengalahkan kandidat seperti Yak-30 dan Ts-11 Iskra. Bila disejajarkan di lingkup NATO, pesawat L-29 sekelas dengan keluarga jet Hawk besutan British Aerospace.
Aero L-29 Delfin memiliki desain maksimal untuk pesawat kelas sub-sonik dengan posisi tempat duduk tandem dengan sayap lurus. Pesawat ini mampu mengangkut dua drop-tanks 150 kg, 100 kg bom, dengan pod yang masing-masing berisi empat roket 67 mm atau dua pod senapan mesin 7,62 mm.
Kecepatan maksimal dengan persenjataan penuh di bawah sayap mencapai 0,7 Mach dan 0,75 Mach tanpa persenjataan. Aero L-29 dapat mengudara selama 2 jam 30 menit dengan jarak jelajah hingga 894 km, menggunakan tip tank pada sayap. Dalam pengoperasiannya, Aero L-29 Delfin juga dikenal bandel karena mampu lepas landas dan mendarat langsung di lapangan rumput atau landasan tanah yang diperkeras.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2002 - 2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, punya kenangan tersendiri dengan Aero L-29 Delfin. Pengalaman ketika masih menjadi perwira penerbang tersebut, ditulis pada website pribadi di www.chappyhakim.com dengan judul Terbang dengan L-29 Delfin (01/13/2011).
Banyak keunikan dan kelucuan yang diceritakan bagaimana para perwira penerbang saat menggunaan pesawat ini. Sebab, pesawat ini tidak menggunakan standar NATO sehingga ada kerumitan membaca beberapa instrumennya. Namun, Chappy Hakim mengaku, tidak pernah mengalami masalah selama menerbangkan Si Lumba-lumba besi ini.
“Saya sendiri, merasa sangat cocok dalam menerbangkan pesawat Jet ini. Saya tidak mengalami kesulitan sedikitpun dalam terbang dengan Delfin, ini berarti performance saya jauh berbeda saat masih berlatih dengan pesawat propeller,” tulisnya.
Ketika era orde baru, keberadaan pesawat-pesawat buatan Uni Soviet (Rusia) mulai digantikan dengan pesawat buatan Amerika Serikat, nasib berbeda dengan Aero L-29 Delfin. Ketika itu hampir seluruh alutsista dari blok timur mulai digrounded karena kehabisan suku cadang sementara Aero L-29 Delfin ini masih dapat terbang hingga 1980.
Aero L-29 Delfin baru benar-benar pensiun berdinas dari TNI AU ketika pesawat latih lanjut British Aerospace Hawk Mk 53 datang ke tanah air pada 1980. Saat ini TNI AU menggunakan KAI T-50 Golden Eagle sebagai jet tempur latih.
Setelah itu, Aero L-29 Delfin dinyatakan pensiun, sebagian masih dipertahankan untuk kursus teknik, sebagian dijadikan monumen, dan sebagian lagi ada yang dijual ke luar negeri seperti Amerika Serikat dan Australia. Saat ini bahkan masih diterbangkan oleh kalangan pehobi aviasi.
Diolah dari berbagai sumber;
indomiliter
kasamago
arcinc.id
(wib)