Pusksemas Mlati II Sleman, Saksi Bisu Tempat Layanan Kesehatan Pertama di Masa Penjajahan Belanda
A
A
A
Puskesmas Mlati II yang terletak di Cabakan, Sumberadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta
secara umum tak ada bedanya dalam hal pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Namun jika dilihat dari bangunannya yang berada di bagian timur jalan utara kantor Kecamatan Mlati atau utara bekas pabrik gula Cebonga, ternyata bangunan Puskesmas Mlati itu ada yang berbeda.
Bangunan puskesmas itu merupakan bangunan lama yang dibangun saat masa penjajahan Belanda. Dulunya bangunan itu dijadikan sebagai rumah sakit pembantu Petronella (kini RS Bethesda Yogyakarta) yang dibangun pada 1879 oleh keluarga Enger.
Selain memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum di pelosok yang jauh dari kota, juga melayani kesehatan kepada pekerja pabrik gula. Karena itulah mengapa letak bangunannya tidak jauh dari pabrik gula Cebongan.
Dari segi bentuk bangunan, Puskesmas Mlati II terdiri dari bangunan induk dan dua bangunan tambahan yang dihubungkan dengan selasar dengan ciri bangunan indis (bangunan gaya Belanda) yaitu langit-langit dan jendela tinggi, beranda depan dan belakang, denah simetris, serta bangunan tambahan di samping kanan kiri bangunan induk.
Rumah sakit pembantu ini sempat ditutup pada 1932, lalu dibuka lagi tahun 1935. Sesudah kemerdekaan, pengelolaan rumah sakit diserahkan kepada pemerintah dan ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.
Hingga sekarang bangunan itu tetap difungsikan sebagai tempat layanan kesehatan, yakni Puskesmas Mlati II. Staf Puskesmas Mlati II, Nur Subiyanto mengatakan dari tiga bangunan rumah sakit peninggalan Belanda itu, semuanya masih difungsikan untuk layanan kesehatan Puskesmas Mlati II.
Bangunan depan atau utama digunakan untuk pelayanan umum kesehatan, seperti pendaftaran, gigi, ibu anak, keluarga berencana (KB), laboratorium, farmasi dan rekam medis.
Bangunan tengah, untuk ruang psikologi, fisioterapi, konsultasi gizi, pelayanan masyarakat, rontgen, pepustakaan dan ruang kepala puskesmas. Sementara bangunan belakang, untuk ruang TU, rawat inap dan dapur umur.
“Semua bangunan bentuknya masih dipertahanakan sama seperti bangunan awal. Untuk renovasi hanya memperbaiki yang rusak dan ada penambahan yang tidak merubah aslinya, seperti bangunan untuk tepat duduk di depan bangunan utama sebagai ruang runggu,” kata Nur Subiyanto.
Menurut Nur Subiyanto keberadaan Puskesmas Mlati II ini juga sering mendapat kunjungan atau tempat studi banding dari instansi lain. Baik yang menyangkut tentang sejarah bangunan maupun pelayanan Puskesmas Mlati II. Apalagi pusksemas ini juga ditetapkan menjadi puskesmas terbaik nasional.
“Dari sisi sejarah, bangunan ini menjadi saksi sebagai tempat pelayanan kesehatan pertama di Sleman,” ungkapnya.
Kepala Seksi Museum dan Purbakala (Kasi Muskala) Dinas Kebudayaan (Disbud) Sleman, Risliani mengatakan, bangunan Puskesmas Mlati II memiliki nilai sejarah yang penting. Hal itu dapat dilihat dari layanan kesehatan maupun pabrik gula. "Maka keberadaanya harus terus dijaga dan dilestarikan," sebutnya.
Sehingga bukan hanya menjadi kebanggaan namun juga dapat menjadi narasi sejarah yang dapat diketahui dan dijaga oleh generasi yang akan
datang. “Inilah yang harus kita lakukan,” paparnya.
Kepala Puskesmas Mlati II Veronica Evita Setianingrum menambahkan,
dari bangunan ini banyak yang bisa dipelajari terutama dari sisi arsiteknya.
Meski bentuk bangunannya sudah kuno dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman namun sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia yang tropis. Di antarnya untuk ventilasinya dengan bentuknya yang tinggi. Istimewanya, bangunan ini tidak membutuhkan Air Conditioner atau AC. Sehingga selain ramah lingkungan, juga hemat energi.
“Untuk menghargai kebudyaan, selain harus dilesarikan juga memanfaatkannya seoptimal mungkin,” harapnya.
secara umum tak ada bedanya dalam hal pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Namun jika dilihat dari bangunannya yang berada di bagian timur jalan utara kantor Kecamatan Mlati atau utara bekas pabrik gula Cebonga, ternyata bangunan Puskesmas Mlati itu ada yang berbeda.
Bangunan puskesmas itu merupakan bangunan lama yang dibangun saat masa penjajahan Belanda. Dulunya bangunan itu dijadikan sebagai rumah sakit pembantu Petronella (kini RS Bethesda Yogyakarta) yang dibangun pada 1879 oleh keluarga Enger.
Selain memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum di pelosok yang jauh dari kota, juga melayani kesehatan kepada pekerja pabrik gula. Karena itulah mengapa letak bangunannya tidak jauh dari pabrik gula Cebongan.
Dari segi bentuk bangunan, Puskesmas Mlati II terdiri dari bangunan induk dan dua bangunan tambahan yang dihubungkan dengan selasar dengan ciri bangunan indis (bangunan gaya Belanda) yaitu langit-langit dan jendela tinggi, beranda depan dan belakang, denah simetris, serta bangunan tambahan di samping kanan kiri bangunan induk.
Rumah sakit pembantu ini sempat ditutup pada 1932, lalu dibuka lagi tahun 1935. Sesudah kemerdekaan, pengelolaan rumah sakit diserahkan kepada pemerintah dan ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.
Hingga sekarang bangunan itu tetap difungsikan sebagai tempat layanan kesehatan, yakni Puskesmas Mlati II. Staf Puskesmas Mlati II, Nur Subiyanto mengatakan dari tiga bangunan rumah sakit peninggalan Belanda itu, semuanya masih difungsikan untuk layanan kesehatan Puskesmas Mlati II.
Bangunan depan atau utama digunakan untuk pelayanan umum kesehatan, seperti pendaftaran, gigi, ibu anak, keluarga berencana (KB), laboratorium, farmasi dan rekam medis.
Bangunan tengah, untuk ruang psikologi, fisioterapi, konsultasi gizi, pelayanan masyarakat, rontgen, pepustakaan dan ruang kepala puskesmas. Sementara bangunan belakang, untuk ruang TU, rawat inap dan dapur umur.
“Semua bangunan bentuknya masih dipertahanakan sama seperti bangunan awal. Untuk renovasi hanya memperbaiki yang rusak dan ada penambahan yang tidak merubah aslinya, seperti bangunan untuk tepat duduk di depan bangunan utama sebagai ruang runggu,” kata Nur Subiyanto.
Menurut Nur Subiyanto keberadaan Puskesmas Mlati II ini juga sering mendapat kunjungan atau tempat studi banding dari instansi lain. Baik yang menyangkut tentang sejarah bangunan maupun pelayanan Puskesmas Mlati II. Apalagi pusksemas ini juga ditetapkan menjadi puskesmas terbaik nasional.
“Dari sisi sejarah, bangunan ini menjadi saksi sebagai tempat pelayanan kesehatan pertama di Sleman,” ungkapnya.
Kepala Seksi Museum dan Purbakala (Kasi Muskala) Dinas Kebudayaan (Disbud) Sleman, Risliani mengatakan, bangunan Puskesmas Mlati II memiliki nilai sejarah yang penting. Hal itu dapat dilihat dari layanan kesehatan maupun pabrik gula. "Maka keberadaanya harus terus dijaga dan dilestarikan," sebutnya.
Sehingga bukan hanya menjadi kebanggaan namun juga dapat menjadi narasi sejarah yang dapat diketahui dan dijaga oleh generasi yang akan
datang. “Inilah yang harus kita lakukan,” paparnya.
Kepala Puskesmas Mlati II Veronica Evita Setianingrum menambahkan,
dari bangunan ini banyak yang bisa dipelajari terutama dari sisi arsiteknya.
Meski bentuk bangunannya sudah kuno dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman namun sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia yang tropis. Di antarnya untuk ventilasinya dengan bentuknya yang tinggi. Istimewanya, bangunan ini tidak membutuhkan Air Conditioner atau AC. Sehingga selain ramah lingkungan, juga hemat energi.
“Untuk menghargai kebudyaan, selain harus dilesarikan juga memanfaatkannya seoptimal mungkin,” harapnya.
(vhs)