Sudah Jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah, Pegawai KPU Papua Tak Ditahan
A
A
A
JAYAPURA - Meski telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyalagunaan anggaran danah hibah Pilkada Kabupaten Sarmi tahun 2017, yang merugikan negara Rp14 miliar, Oknum pegawai KPU Provinsi Papua RU masih menghirup udara bebas.
Hingga saat ini alasan Kejaksaan Tinggi Papua belum menahan tersangka RU karena adanya proses Pemilu. Padahal yang bersangkutan telah ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Papua sejak 16 Januari 2019.
RU yang menjabat sebagai PLT Sekretaris KPU Sarmi pada 2017 masih melakukan aktivitas seperti biasa.
“Kita jaga situasi kondisi dululah, dari faktor jelang pileg dan pilpres ini, nanti usai pileg dan pilpres ini baru kita lanjutkan, Mereka juga adalah bagian dari proses pileg dan pilpres ini kan, “ ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Heffinur saat diwawancarai wartawan di Jayapura,” Jumat (12/4/2019).
Kejati juga mengaku hingga kini pihaknya masih menunggu laporan dari BPK terkait jumlah kerugian pasti Negara dalam kasus yang diduga melibatkan banyak pihak didalam KPU Papua ini.
“Itukan tinggal masalah teknis saja, tentunya kita juga akan sesuaikan data dari temuan BPK terkait jumlah kerugian Negara, barulah kita buatkan dakwaan nya.., Insya Allah setelah pilpres dan pileg kita proses, “ tegas Hefinur.
Sebelumnya menurut Direktur Papua Anti Coruption Investigation (PACI) saat diwawancarai wartawan menegaskan bahwa seorang tersangka tindak pidana korupsi wajib hukumnya di tahan setelah resmi menyandang status tersangka oleh lembaga hukum, yaitu Polisi atau Kejaksaan.
“Menurut saya namanya tersangka korupsi wajib hukumnya ditahan, entah itu siapa, jabatannya apa, tersangka korupsi harus ditahan, asalkan penetapannya itu berdasarkan dua alat bukti. Ingat semua sama di mata hukum,” tegas Direktur PACI, Anton Laharusun kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tindak pidana korupsi adalah ekstraordinary crime yakni kejahatan luar biasa sehingga penanganan kasusnya juga harus dilakukan ektra dengan perioritas utama kasus tersebut dalam hal proses hukumnya.
“Ini kejahatan luar biasa, kalau sudah tersangka, wajib di tahan, jangan dimandekkan di tingkat penyidikan, karna itu bisa menjadi pertanyaan besar jangan-jangan si pelaku korupsi ini dijadikan ATM, kan bisa jadi,” cetusnya.
Sehingga, kata Ketua Peradi Papua ini, jika seorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka belum ditahan oleh pihak yang berwenang, maka sudah barang tentu akan jadi pertanyaan berbagai pihak dan menduga ada permainan apa. Karena pencuri sendal saja ditahan apalagi tersangka korup uang rakyat.
“Makanya wajar dipertanyakan berbagai pihak kenapa si tersangka ini masih bebas di luar, ya karena pasti ada sesuatu, dan Intinya mau siapapun itu kalau sudah tersangka wajib ditahan, cumakan terkadang ada deal-deal di belakang itu, ya ada jaminanlah, dan lainnya,” kata advokat senior ini.
Sekedar diketahui, pertengahan Januari 2019 Kejaksaan Tinggi Papua, telah menetapkan 4 orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Pilkada KPU Kabupaten Sarmi tahun 2017 Sebesar Rp14 miliar lebih dari total anggaran Rp28 miliar yang dikelola.
Berbagai modus dibeberkan Kejaksaan, mulai dari tiket fiktif, Korupsi SPPD, hingga memakai uang negara untuk kepentingan pribadi sehingga tidak mampu dipertanggung jawabkan.
Namun sejak ditetapkan, para tersangka ini tak kunjung juga ditahan, Kejaksaan berdalih, penahanan para tersangka kasus masih menunggu hasil pemeriksaan perhitungan pasti kerugian negara dari BPK.
Hingga saat ini alasan Kejaksaan Tinggi Papua belum menahan tersangka RU karena adanya proses Pemilu. Padahal yang bersangkutan telah ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Papua sejak 16 Januari 2019.
RU yang menjabat sebagai PLT Sekretaris KPU Sarmi pada 2017 masih melakukan aktivitas seperti biasa.
“Kita jaga situasi kondisi dululah, dari faktor jelang pileg dan pilpres ini, nanti usai pileg dan pilpres ini baru kita lanjutkan, Mereka juga adalah bagian dari proses pileg dan pilpres ini kan, “ ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Heffinur saat diwawancarai wartawan di Jayapura,” Jumat (12/4/2019).
Kejati juga mengaku hingga kini pihaknya masih menunggu laporan dari BPK terkait jumlah kerugian pasti Negara dalam kasus yang diduga melibatkan banyak pihak didalam KPU Papua ini.
“Itukan tinggal masalah teknis saja, tentunya kita juga akan sesuaikan data dari temuan BPK terkait jumlah kerugian Negara, barulah kita buatkan dakwaan nya.., Insya Allah setelah pilpres dan pileg kita proses, “ tegas Hefinur.
Sebelumnya menurut Direktur Papua Anti Coruption Investigation (PACI) saat diwawancarai wartawan menegaskan bahwa seorang tersangka tindak pidana korupsi wajib hukumnya di tahan setelah resmi menyandang status tersangka oleh lembaga hukum, yaitu Polisi atau Kejaksaan.
“Menurut saya namanya tersangka korupsi wajib hukumnya ditahan, entah itu siapa, jabatannya apa, tersangka korupsi harus ditahan, asalkan penetapannya itu berdasarkan dua alat bukti. Ingat semua sama di mata hukum,” tegas Direktur PACI, Anton Laharusun kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tindak pidana korupsi adalah ekstraordinary crime yakni kejahatan luar biasa sehingga penanganan kasusnya juga harus dilakukan ektra dengan perioritas utama kasus tersebut dalam hal proses hukumnya.
“Ini kejahatan luar biasa, kalau sudah tersangka, wajib di tahan, jangan dimandekkan di tingkat penyidikan, karna itu bisa menjadi pertanyaan besar jangan-jangan si pelaku korupsi ini dijadikan ATM, kan bisa jadi,” cetusnya.
Sehingga, kata Ketua Peradi Papua ini, jika seorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka belum ditahan oleh pihak yang berwenang, maka sudah barang tentu akan jadi pertanyaan berbagai pihak dan menduga ada permainan apa. Karena pencuri sendal saja ditahan apalagi tersangka korup uang rakyat.
“Makanya wajar dipertanyakan berbagai pihak kenapa si tersangka ini masih bebas di luar, ya karena pasti ada sesuatu, dan Intinya mau siapapun itu kalau sudah tersangka wajib ditahan, cumakan terkadang ada deal-deal di belakang itu, ya ada jaminanlah, dan lainnya,” kata advokat senior ini.
Sekedar diketahui, pertengahan Januari 2019 Kejaksaan Tinggi Papua, telah menetapkan 4 orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Pilkada KPU Kabupaten Sarmi tahun 2017 Sebesar Rp14 miliar lebih dari total anggaran Rp28 miliar yang dikelola.
Berbagai modus dibeberkan Kejaksaan, mulai dari tiket fiktif, Korupsi SPPD, hingga memakai uang negara untuk kepentingan pribadi sehingga tidak mampu dipertanggung jawabkan.
Namun sejak ditetapkan, para tersangka ini tak kunjung juga ditahan, Kejaksaan berdalih, penahanan para tersangka kasus masih menunggu hasil pemeriksaan perhitungan pasti kerugian negara dari BPK.
(sms)