Misteri Goa Putri di Batu Raja dan si Pahit Lidah
A
A
A
Goa Putri terletak di Desa Padang Bindu, Kecamatan Pengandonan, sekitar 35 km dari Kota Baturaja, Sumatera Selatan.
Letak Goa Putri sangat mudah dicapai, karena letaknya yang tidak jauh dari jalan raya utama lintas Baturaja Prabumulih-Palembang. Di jalan masuk kearah Goa Putri, terdapat sebuah jembatan besi di atas Sungai Ogan dan ada papan penunjuk arah ke Goa Putri dengan tulisan Objek Wisata Goa Putri.
Di atas jembatan Anda bisa melihat aktivitas masyarakat desa sedang mencuci dan mandi di sungai tersebut, namun ada salah satu yang menarik di sungai tersebut, yakni adanya sebuah batu yang seolah "tumbuh" di tengah sungai.
Batu tersebut kini mulai ditumbuhi rerumputan yang menutupi bentuk aslinya. Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat, batu inilah yang dikisahkan dalam legenda sang Putri Balian itu yang dikutuk menjadi batu oleh seorang sakti mandraguna di zaman itu yang bernama Si Pahit Lidah.
Tidak jauh dari sungai tersebut, kira-kira 1 Km, Anda bisa menemukan sebuah Goa yang oleh penduduk setempat disebut Goa Selabe atau yang sekarang disebut Goa Putri.
Panjang Goa itu lebih dari 150 meter dan masih sangat alami serta tidak tembus, artinya kita harus kembali melalui jalan masuk bila akan keluar. Goa ini belum dipasangi listrik hanya bagian depan saja yang sudah dipasangi listrik, sehingga pengunjung yang datang melihat Goa Putri tidak bisa singgah hingga ke dalam.
Untuk yang gemar berpetualang tidak ada halangan, dengan berbekal lampu senter sudah cukup untuk masuk ke goa tersebut. Tarif masuk sangat murah, untuk dewasa Rp 500 sedangkan anak anak Rp 200.
Untuk kendaraan bus dikenai Rp 2500, minibus Rp 1500, kendaraan pribadi Rp 1000 dan sepeda motor Rp 500. Saat ini ketentuan tarif ini belum efektif berlaku di Goa Putri, hanya sukarela dari pengunjung.
Tidak bisa dipastikan kapan Goa ini ditemukan, tapi menurut cerita yang berkembang, memang goa itu sudah ada sejak dulu dan masyarakat sekitar menyebutnya Goa Putri yang dalam bahasa setempat disebut Susumen Dusun.
Susumen berarti goa dan dusun berarti desa, jadi karena goa itu begitu besar maka masyarakat desa setempat menyebutnya goa desa.
Menurut legenda yang dipercaya sampai sekarang, dulu tinggallah seorang Putri Balian bersama keluarganya. Suatu saat, sang Putri mandi di muara Sungai Semuhun (sungai yang mengalir di dalam goa, bermuara di sungai Ogan), persis pada pertemuan sungai itu dengan sungai Ogan.
Pada suatu saat, kebetulan seorang pengembara sakti lewat, namanya Serunting Sakti atau yang lebih dikenal dengan nama Si Pahit Lidah. Melihat Sang Putri di sungai hendak mandi, Si Pahit Lidah mencoba menegur.
Namun tidak dipedulikan sama sekali oleh Sang Putri. Sampai beberapa kali Si Pahit Lidah menegur Sang Putri, tetap saja tidak dihiraukan oleh Sang Putri. "Sombong benar si Putri ini, diam seperti batu saja...," kata Si Pahit Lidah menggumam.
Gumaman itu langsung mengenai Sang Putri, sehingga serta merta Sang Putri berubah menjadi batu. Itulah batu yang terdapat di Sungai Ogan, seperti yang digambarkan pada awal tulisan ini.
Si Pahit Lidah lalu meneruskan perjalanannya. Tak disangka sampailah sang pengembara di depan lokasi yang sekarang menjadi goa. "Katanya ini desa, tapi tidak kelihatan orangnya, seperti goa batu saja,' kata Si Pahit Lidah bergumam. Dan jadilah tempat itu sebagai goa batu. Itu legenda terjadinya Goa Putri.
Memasuki Goa Putri, banyak keindahan alam ciptaan Tuhan yang menakjubkan dapat Anda saksikan. Bagaikan perunggalan kerajaan pada zaman dahulu yang telah runtuh namun masih utuh. Dinding goa yang dipenuhi stalagmit dan stalagtit menambah indahnya goa tersebut.
Pada pintu masuk dapat Anda lihat patung seekor singa yang seolah-olah sedang orang di sana, jika Anda mencuci muka dengan air tersebut bisa menjadi awet muda, kulit muka tidak kelihatan tua.
Kisah tentang Goa Putri ini memang penuh misteri, entah kapan bisa terungkap. Mungkin hanya keajaiban alam biasa seperti kata seorang antropolog dari Bandung yang pernah melakukan studi di sini. Dia menyatakan bahwa Goa Putri dan kawasan sekitarnya adalah bekas lautan luas berusia 350 tahun sebelum masehi. Yang menjadi goa itu hanyalah sebuah batu karang.
Lalu, siapa sebenarnya Si Pahit Lidah itu? Kalau Anda pernah menonton film yang dibintangi Advent Bangun sebagai pemeran Si Pahit Lidah, tentu Anda akan tahu mengenai legenda Si Pahit Lidah. Mengapa setiap kata-kata yang keluar dari lidahnya begitu "manjur" sehingga orang pun bisa berubah menjadi batu, atau desa menjadi goa batu.
Dari mana asal muasalnya Si Pahit Lidah? Sang jagoan sebenarnya hanya seorang pembantu yang bekerja pada seorang Kiai sakti. Setelah sekian lama bekerja pada Kiai, ia lalu berkeinginan minta ilmu kepadanya. "Tolonglah Pak Kiai, kalau ada ilmu bagi-bagilah sama saya," kata lelaki itu kepada Pak Kiai. Suatu saat, Pak Kiai juga bosan berkali-kali mendengar permintaan itu. Karena lelaki itu juga sudah ingin pulang ke kampung halamannya, maka dipanggillah lelaki muda itu untuk menghadap Pak Kiai.
Kemudian Pak Kiai meminta lelaki itu untuk membuka mulutnya. Pada saat mulutnya dibuka, Pak Kiai lalu membuang ludah ke dalamnya. "Kamu katanya minta ilmu, ya itulah ilmu yang saya kasih, sekarang kamu boleh pulang', kata Pak Kiai. Nah kesaktian lelaki itu kemudian ternyata terletak pada lidahnya. Kata-kata yang keluar dari lidahnya itu sungguh berbahaya, semuanya bisa terjadi.
Si Pahit Lidah juga mempunyai teman yang sakti, namanya dikenal dengan Nenek (Kakek-Red) bermata empat atau Puyang Mata Empat. Keduanya ingin mengadu kesaktian dengan memilih tempat di sekitar Danau Ranau.
Keduanya juga sepakat dengan cara saling ditimpa dengan buah aren, persis di bawah pohon aren. Yang pertama duduk di bawah pohon aren adalah Nenek Bermata Empat dan Si Pahit Lidah naik ke atas pohon aren dan memotong serangkaian buah aren.
Begitu rangkaian buah aren jatuh persis di atas ubun-ubun kepala, Nenek Bermata Empat dengan mudah mengelak, karena ia bermata empat. Kendati Si Pahit Lidah marah-marah, tetapi ia tetap harus menghormati perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat.
Giliran Si Pahit Lidah duduk di bawah pohon aren dan Nenek Bermata Empat naik ke atas pohon aren untuk memotong buah aren. Begitu tangkaian buah aren dipotong, rangkaian buah itu jatuh persis di atas kepala Si Pahit Lidah.
Tanpa bisa mengelak, karena Si Pahit Lidah tidak bisa memprediksi saat jatuhnya rangkaian buah aren itu, lelaki itu akhirnya mati konyol. Karena penasaran, Nenek Bermata Empat ingin mengetahui lebih jauh mengapa sang jagoan bergelar Si Pahit Lidah, lalu ia mencicipi lidahnya. Dan apa yang terjadi? Sekonyong-konyong Nenek Bermata Empat pun langsung mati karena lidah Si Pahit Lidah mengandung kesaktian.
Kabarnya makam Si Pahit Lidah ada di hutan di kawasan Danau Ranau. Sayangnya tak banyak orang tahu tentang ini termasuk warga setempat.
sumber:
wikipedia
juwandi.blogspot
diolah dari berbagai sumber
Letak Goa Putri sangat mudah dicapai, karena letaknya yang tidak jauh dari jalan raya utama lintas Baturaja Prabumulih-Palembang. Di jalan masuk kearah Goa Putri, terdapat sebuah jembatan besi di atas Sungai Ogan dan ada papan penunjuk arah ke Goa Putri dengan tulisan Objek Wisata Goa Putri.
Di atas jembatan Anda bisa melihat aktivitas masyarakat desa sedang mencuci dan mandi di sungai tersebut, namun ada salah satu yang menarik di sungai tersebut, yakni adanya sebuah batu yang seolah "tumbuh" di tengah sungai.
Batu tersebut kini mulai ditumbuhi rerumputan yang menutupi bentuk aslinya. Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat, batu inilah yang dikisahkan dalam legenda sang Putri Balian itu yang dikutuk menjadi batu oleh seorang sakti mandraguna di zaman itu yang bernama Si Pahit Lidah.
Tidak jauh dari sungai tersebut, kira-kira 1 Km, Anda bisa menemukan sebuah Goa yang oleh penduduk setempat disebut Goa Selabe atau yang sekarang disebut Goa Putri.
Panjang Goa itu lebih dari 150 meter dan masih sangat alami serta tidak tembus, artinya kita harus kembali melalui jalan masuk bila akan keluar. Goa ini belum dipasangi listrik hanya bagian depan saja yang sudah dipasangi listrik, sehingga pengunjung yang datang melihat Goa Putri tidak bisa singgah hingga ke dalam.
Untuk yang gemar berpetualang tidak ada halangan, dengan berbekal lampu senter sudah cukup untuk masuk ke goa tersebut. Tarif masuk sangat murah, untuk dewasa Rp 500 sedangkan anak anak Rp 200.
Untuk kendaraan bus dikenai Rp 2500, minibus Rp 1500, kendaraan pribadi Rp 1000 dan sepeda motor Rp 500. Saat ini ketentuan tarif ini belum efektif berlaku di Goa Putri, hanya sukarela dari pengunjung.
Tidak bisa dipastikan kapan Goa ini ditemukan, tapi menurut cerita yang berkembang, memang goa itu sudah ada sejak dulu dan masyarakat sekitar menyebutnya Goa Putri yang dalam bahasa setempat disebut Susumen Dusun.
Susumen berarti goa dan dusun berarti desa, jadi karena goa itu begitu besar maka masyarakat desa setempat menyebutnya goa desa.
Menurut legenda yang dipercaya sampai sekarang, dulu tinggallah seorang Putri Balian bersama keluarganya. Suatu saat, sang Putri mandi di muara Sungai Semuhun (sungai yang mengalir di dalam goa, bermuara di sungai Ogan), persis pada pertemuan sungai itu dengan sungai Ogan.
Pada suatu saat, kebetulan seorang pengembara sakti lewat, namanya Serunting Sakti atau yang lebih dikenal dengan nama Si Pahit Lidah. Melihat Sang Putri di sungai hendak mandi, Si Pahit Lidah mencoba menegur.
Namun tidak dipedulikan sama sekali oleh Sang Putri. Sampai beberapa kali Si Pahit Lidah menegur Sang Putri, tetap saja tidak dihiraukan oleh Sang Putri. "Sombong benar si Putri ini, diam seperti batu saja...," kata Si Pahit Lidah menggumam.
Gumaman itu langsung mengenai Sang Putri, sehingga serta merta Sang Putri berubah menjadi batu. Itulah batu yang terdapat di Sungai Ogan, seperti yang digambarkan pada awal tulisan ini.
Si Pahit Lidah lalu meneruskan perjalanannya. Tak disangka sampailah sang pengembara di depan lokasi yang sekarang menjadi goa. "Katanya ini desa, tapi tidak kelihatan orangnya, seperti goa batu saja,' kata Si Pahit Lidah bergumam. Dan jadilah tempat itu sebagai goa batu. Itu legenda terjadinya Goa Putri.
Memasuki Goa Putri, banyak keindahan alam ciptaan Tuhan yang menakjubkan dapat Anda saksikan. Bagaikan perunggalan kerajaan pada zaman dahulu yang telah runtuh namun masih utuh. Dinding goa yang dipenuhi stalagmit dan stalagtit menambah indahnya goa tersebut.
Pada pintu masuk dapat Anda lihat patung seekor singa yang seolah-olah sedang orang di sana, jika Anda mencuci muka dengan air tersebut bisa menjadi awet muda, kulit muka tidak kelihatan tua.
Kisah tentang Goa Putri ini memang penuh misteri, entah kapan bisa terungkap. Mungkin hanya keajaiban alam biasa seperti kata seorang antropolog dari Bandung yang pernah melakukan studi di sini. Dia menyatakan bahwa Goa Putri dan kawasan sekitarnya adalah bekas lautan luas berusia 350 tahun sebelum masehi. Yang menjadi goa itu hanyalah sebuah batu karang.
Lalu, siapa sebenarnya Si Pahit Lidah itu? Kalau Anda pernah menonton film yang dibintangi Advent Bangun sebagai pemeran Si Pahit Lidah, tentu Anda akan tahu mengenai legenda Si Pahit Lidah. Mengapa setiap kata-kata yang keluar dari lidahnya begitu "manjur" sehingga orang pun bisa berubah menjadi batu, atau desa menjadi goa batu.
Dari mana asal muasalnya Si Pahit Lidah? Sang jagoan sebenarnya hanya seorang pembantu yang bekerja pada seorang Kiai sakti. Setelah sekian lama bekerja pada Kiai, ia lalu berkeinginan minta ilmu kepadanya. "Tolonglah Pak Kiai, kalau ada ilmu bagi-bagilah sama saya," kata lelaki itu kepada Pak Kiai. Suatu saat, Pak Kiai juga bosan berkali-kali mendengar permintaan itu. Karena lelaki itu juga sudah ingin pulang ke kampung halamannya, maka dipanggillah lelaki muda itu untuk menghadap Pak Kiai.
Kemudian Pak Kiai meminta lelaki itu untuk membuka mulutnya. Pada saat mulutnya dibuka, Pak Kiai lalu membuang ludah ke dalamnya. "Kamu katanya minta ilmu, ya itulah ilmu yang saya kasih, sekarang kamu boleh pulang', kata Pak Kiai. Nah kesaktian lelaki itu kemudian ternyata terletak pada lidahnya. Kata-kata yang keluar dari lidahnya itu sungguh berbahaya, semuanya bisa terjadi.
Si Pahit Lidah juga mempunyai teman yang sakti, namanya dikenal dengan Nenek (Kakek-Red) bermata empat atau Puyang Mata Empat. Keduanya ingin mengadu kesaktian dengan memilih tempat di sekitar Danau Ranau.
Keduanya juga sepakat dengan cara saling ditimpa dengan buah aren, persis di bawah pohon aren. Yang pertama duduk di bawah pohon aren adalah Nenek Bermata Empat dan Si Pahit Lidah naik ke atas pohon aren dan memotong serangkaian buah aren.
Begitu rangkaian buah aren jatuh persis di atas ubun-ubun kepala, Nenek Bermata Empat dengan mudah mengelak, karena ia bermata empat. Kendati Si Pahit Lidah marah-marah, tetapi ia tetap harus menghormati perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat.
Giliran Si Pahit Lidah duduk di bawah pohon aren dan Nenek Bermata Empat naik ke atas pohon aren untuk memotong buah aren. Begitu tangkaian buah aren dipotong, rangkaian buah itu jatuh persis di atas kepala Si Pahit Lidah.
Tanpa bisa mengelak, karena Si Pahit Lidah tidak bisa memprediksi saat jatuhnya rangkaian buah aren itu, lelaki itu akhirnya mati konyol. Karena penasaran, Nenek Bermata Empat ingin mengetahui lebih jauh mengapa sang jagoan bergelar Si Pahit Lidah, lalu ia mencicipi lidahnya. Dan apa yang terjadi? Sekonyong-konyong Nenek Bermata Empat pun langsung mati karena lidah Si Pahit Lidah mengandung kesaktian.
Kabarnya makam Si Pahit Lidah ada di hutan di kawasan Danau Ranau. Sayangnya tak banyak orang tahu tentang ini termasuk warga setempat.
sumber:
wikipedia
juwandi.blogspot
diolah dari berbagai sumber
(nag)