Prihatin, Warga Tapsel Dipasung 4 Tahun karena Gangguan Jiwa

Sabtu, 19 Januari 2019 - 07:15 WIB
Prihatin, Warga Tapsel...
Prihatin, Warga Tapsel Dipasung 4 Tahun karena Gangguan Jiwa
A A A
TAPANULI SELATAN - Indonesia bebas pasung yang dicanangkan pemerintah sejak 2010 ternyata belum terwujud secara maksimal. Banyak warga yang masih mendapat tindakan pasung dan tidak terpantau oleh pemerintah. Ibrahim Hutasuhut, salah seorang korban yang sudah empat tahun dipasung, namun tidak terpantau oleh pemerintah.

Ibrahim Hutasuhut (42) alias Jabosi warga Dusun Tandiat Desa Bulu Mario Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dipasung keluarganya di rumahnya, akibat gangguan jiwa yang dialami selama 10 tahun terakhir. Jabosi dipasung di salah satu ruangan di rumah peninggalan kedua orang tuanya.

Setiap hari, dinding papan yang sudah rusak dan lapuk berukuran 2 meter persegi menjadi tempat Jabosi. Di kamar itu terlihat ada kasur yang uzur ditambah selimut dan bajunya. Jabosi harus mandi cuci kakus (MCK) di ruangan itu sendiri.

Bau menyengat langsung tercium saat penulis mencoba masuk ke kamarnya. Jabosi tidak banyak berbicara, namun, dia menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

Sebelum dipasung, anak pasangan Pinduman Hutasuhut dan Asnah Siregar itu, sering menggangu masyarakat dan pernah menganiaya istrinya dan merusak tanaman milik warga. Saat ini, Ibrahim Hutasuhut harus hidup sendiri karena kedua orangtuanya telah wafat, sedangkan istri dan anaknya meninggalkannya.

"Ibrahim dipasung baru 4 tahun terakhir, tiap hari kami yang mengantar makanannya," ujar Fahruddin Hutasuhut, salah seorang kerabat yang rumahnya berdekatan dengan Ibrahim.

Fahruddin mengungkapkan, tindakan pasung dengan cara merantai kedua kaki Ibrahim, merupakan upaya agar tidak ada warga yang diganggunya.

"Ini upaya keluarga, agar Ibrahim tidak mengganggu warga, ditengah keterbatasan dana mengobatinya ke rumah sakit," tuturnya.

Diharapkannya, pemerintah dapat memberi bantuan kepada Ibrahim, agar mendapatkan perobatan dan tempat lebih layak. "Satu sisi, kami merasa iba, namun di sisi lain tidak bisa berbuat lebih karena keterbatasan dana untuk mengobatinya. Maka bantuan dan uluran tangan pemerintah dan dermawanlah harapan kami," ujarnya.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1120 seconds (0.1#10.140)