NH Dini, Menulis untuk Menyenangkan Hati Lingkungan

Selasa, 04 Desember 2018 - 22:11 WIB
NH Dini, Menulis untuk Menyenangkan Hati Lingkungan
NH Dini, Menulis untuk Menyenangkan Hati Lingkungan
A A A
JAKARTA - Menulis adalah jalan hidup Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin alias NH Dini. Dia sadar betul tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghasilkan uang kecuali hanya dengan menulis.

"Saya menulis karena honorarium. Saya anak janda tanpa pensiunan," kata NH Dini dalam sebuah wawancara yang diunggah PKJ Taman Ismail Marzuki di kanal YouTube empat tahun lalu.

NH Dini yang ditinggal mati ayahnya, Saljowidjojo saat duduk di bangku SMP mengaku menemukan motifnya menulis karena uang sejak siaran di RRI pada 1950-an. Waktu itu perempuan kelahiran Semarang, 29 Februari 1936 tersebut mendapat bayaran Rp7,5. Uang itu cukup untuk mengganti ban sepeda.

"Dengan siaran saja bisa dapat uang, apalagi menulis, pasti saya bisa mencari uang," ujar bungsu dari lima bersaudara ini.

Selain motif uang, menulis juga menjadi sarana NH Dini untuk menyenangkan hati lingkungan, terutama ibunya, Kusaminah. Ibunya selalu menanyakan tulisan-tulisan terbaru, sehingga mendorong NH Dini untuk terus menulis.

Untuk memperkuat kemampuannya, NH Dini mengambil Jurusan Sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Dia juga aktif mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke majalah. NH Dini juga membuat naskah drama yang memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah.

Selepas SMA, NH Dini sempat bekerja sebagai pramugari di Garuda Indonesia Airways (GIA). Meski sibuk dengan pekerjaannya, NH Dini masih menyempatkan menulis. Dari situ kemudian lahir buku kumpulan cerpen, Dua Dunia yang laris manis terjual. (Baca Juga: Kecelakaan di Tol Semarang, Sastrawan NH Dini Meninggal Dunia
NH Dini melepas masa lajangnya pada 1960. Dia dipersunting Yves Coffin, seorang diplomat Prancis yang bertugas di Jepang. Dari pernikahannya itu, NH Dini dikarunia dua anak, Marie-Claire Lintang (lahir 1961) dan Pierre Louis Padang (lahir 1967). Sayang perkawinannya tidak langgeng. NH Dini berpisah dengan Yves Coffin pada 1984.

Sejak saat itulah, keinginannya menjadi penulis kembali membara. NH Dini menulis cerita-cerita pendek, cerita bersambung, dan novel. Tak kurang dari 20 novel yang berhasil dia terbitkan. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain, Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975), Orang-Orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), dan Hati yang Damai (1998). Kebanyakan ceritanya menyuarakan atas ketidakadilan gender yang diterima perempuan. Karena itulah, NH Dini mendapat gelar pengarang sastra feminis.

Atas dedikasinya di dunia tulis menulis, NH Dini pernah diganjar penghargaan SEA Write Award di bidang sastra oleh Pemerintah Thailand.

Meski telah menjadi penulis terkenal, tapi kehidupan NH Dini tidak bergelimang harta. Dia tidak mempunyai rumah dan hidup sendiri di kamar sewa. Untuk memenuhi kebutuhannya, NH Dini hanya mengandalkan royalti dari karya-karyanya. Dan dalam beberapa tahun terakhir, NH Dini memutuskan hidup di Panti Wredha Langen Wedharsih, Ungaran, Semarang.

Kini, NH Dini telah meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di Tol Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (4/12/2018). Kepala Bruder Wisma Lansia Harapan Asri Banyumanik Semarang, Heri mengatakan, jenazah NH Dini disucikan di RS Elizabeth sebelum disemayamkan di Wisma Lansia Harapan Asri. "Besok setelah pukul 12.00 WIB akan dikremasi di pemakaman Kedungmundu, Semarang," katanya.

Ada salah satu pesan bagi para penulis pemula dari NH Dini yang disampaikan dalam sebuah wawancara panjang. "Catatlah semua adegan-adegan menarik yang terjadi di sekitarmu. Suatu saat adegan itu akan menjadi bagian cerita dalam buku atau novelmu," katanya. Selamat jalan NH Dini.

Sumber* Youtube PKJ Taman Ismail Marzuki, Wikipedia
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7561 seconds (0.1#10.140)