Dijadikan Tersangka Hoax, Aktivis Praperadilankan Polres Blitar
A
A
A
BLITAR - Polres Blitar, Jawa Timur akhirnya menetapkan aktivis antikorupsi Moh Triyanto sebagai tersangka kasus penyebaran hoax di media sosial, Jumat (30/11/2018). Keterangan saksi dan alat bukti yang dikantongi penyidik dianggap sudah memenuhi unsur pelanggaran UU ITE.
Kasubag Humas Polres Blitar Iptu M Burhanuddin membenarkan Moh Triyanto telah dutetapkan tersangka. Triyanto dianggap melanggar UU ITE. Dalam waktu dekat polisi akan melayangkan surat panggilan untuk pemeriksaan lanjutan. Apakah Triyanto akan ditahan atau tidak, menurut Burhanuddin, tergantung hasil pemeriksaan lanjutan.
"Iya pemilik akun Facebook inisial MT (Moh Triyanto) telah ditetapkan tersangka atas kasus penyebaran hoax," katanya saat dikonfirmasi.
Namun kuasa hukum Moh Triyanto, Moh Sholeh menilai penetapan status tersangka kliennya atas dugaan penyebaran kabar hoax surat KPK untuk Bupati Blitar sarat kepentingan politik.
"Penetapan tersangka ini sarat kepentingan politis. Setelah menerima surat panggilan tersangka kami akan langsung mendaftarkan gugatan praperadilan," kata Moh Sholeh kepada SINDOnews, Jumat (30/11/2018). (Baca Juga: Diduga Sebarkan Hoax, Aktivis Antikorupsi Blitar Dipanggil Polisi
Menurut Sholeh, kliennya telah diperlakukan tidak adil. Triyanto tidak pernah diberi kesempatan menghadirkan saksi meringankan atau saksi ahli, yakni ahli Pidana, ahli ITE dan ahli Bahasa. Padahal keterangan saksi ahli berfungsi untuk memenuhi objektifitas hukum. Polisi Blitar, kata dia, harusnya belajar pada penanganan kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
Sebelum keputusan diambil, Ahok diberi kesempatan menghadirkan saksi ahli atau saksi meringankan. "Harusnya polisi belajar dari kasus Ahok. Polisi mendengar kedua belah pihak (pelapor dan terlapor), sebelum melakukan gelar perkara. Bukan tiba tiba menetapkan tersangka," katanya. Sholeh juga mengakui nuansa ketidakadilan proses hukum sudah terasa sejak awal.
Dia melihat Bupati Blitar Rijanto diperlakukan istimewa. Bupati Blitar selaku pelapor diistimewakan dengan diperiksa di kantor pemkab. Pelapor dugaan penyebaran hoax di akun media sosial itu juga tidak langsung bupati, melainkan Kabag Hukum. Karenanya Sholeh menilai kasus yang menjerat kliennya kental nuansa politis daripada persoalan hukum.
Penetapan tersangka Triyanto diduga bentuk kriminalisasi yang terkait sepak terjang Triyanto yang selama ini kerap membongkar kasus korupsi di Kabupaten dan Kota Blitar. "Nuansa politisnya sangat kental. Karenanya akan kita lawan," katanya.
Seperti diberitakan Moh Triyanto dilaporkan menyebarkan kabar bohong (hoax) terkait surat pemanggilan KPK untuk Bupati Blitar. Dalam waktu yang sama Triyanto juga dilaporkan diduga sebagai pembuat surat palsu KPK.
Pelapor dalam kasus ini adalah Bupati Blitar Rijanto melalui kuasa hukumnya Kabag Hukum Pemkab Blitar dan anggota Polres Blitar Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Dalam kasus ini polisi juga memeriksa sejumlah pemilik akun di media sosial sebagai saksi. Di antaranya berlatar belakang wartawan media lokal, politisi dan aktivis lembaga swadaya masyarakat.
Kasubag Humas Polres Blitar Iptu M Burhanuddin membenarkan Moh Triyanto telah dutetapkan tersangka. Triyanto dianggap melanggar UU ITE. Dalam waktu dekat polisi akan melayangkan surat panggilan untuk pemeriksaan lanjutan. Apakah Triyanto akan ditahan atau tidak, menurut Burhanuddin, tergantung hasil pemeriksaan lanjutan.
"Iya pemilik akun Facebook inisial MT (Moh Triyanto) telah ditetapkan tersangka atas kasus penyebaran hoax," katanya saat dikonfirmasi.
Namun kuasa hukum Moh Triyanto, Moh Sholeh menilai penetapan status tersangka kliennya atas dugaan penyebaran kabar hoax surat KPK untuk Bupati Blitar sarat kepentingan politik.
"Penetapan tersangka ini sarat kepentingan politis. Setelah menerima surat panggilan tersangka kami akan langsung mendaftarkan gugatan praperadilan," kata Moh Sholeh kepada SINDOnews, Jumat (30/11/2018). (Baca Juga: Diduga Sebarkan Hoax, Aktivis Antikorupsi Blitar Dipanggil Polisi
Menurut Sholeh, kliennya telah diperlakukan tidak adil. Triyanto tidak pernah diberi kesempatan menghadirkan saksi meringankan atau saksi ahli, yakni ahli Pidana, ahli ITE dan ahli Bahasa. Padahal keterangan saksi ahli berfungsi untuk memenuhi objektifitas hukum. Polisi Blitar, kata dia, harusnya belajar pada penanganan kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
Sebelum keputusan diambil, Ahok diberi kesempatan menghadirkan saksi ahli atau saksi meringankan. "Harusnya polisi belajar dari kasus Ahok. Polisi mendengar kedua belah pihak (pelapor dan terlapor), sebelum melakukan gelar perkara. Bukan tiba tiba menetapkan tersangka," katanya. Sholeh juga mengakui nuansa ketidakadilan proses hukum sudah terasa sejak awal.
Dia melihat Bupati Blitar Rijanto diperlakukan istimewa. Bupati Blitar selaku pelapor diistimewakan dengan diperiksa di kantor pemkab. Pelapor dugaan penyebaran hoax di akun media sosial itu juga tidak langsung bupati, melainkan Kabag Hukum. Karenanya Sholeh menilai kasus yang menjerat kliennya kental nuansa politis daripada persoalan hukum.
Penetapan tersangka Triyanto diduga bentuk kriminalisasi yang terkait sepak terjang Triyanto yang selama ini kerap membongkar kasus korupsi di Kabupaten dan Kota Blitar. "Nuansa politisnya sangat kental. Karenanya akan kita lawan," katanya.
Seperti diberitakan Moh Triyanto dilaporkan menyebarkan kabar bohong (hoax) terkait surat pemanggilan KPK untuk Bupati Blitar. Dalam waktu yang sama Triyanto juga dilaporkan diduga sebagai pembuat surat palsu KPK.
Pelapor dalam kasus ini adalah Bupati Blitar Rijanto melalui kuasa hukumnya Kabag Hukum Pemkab Blitar dan anggota Polres Blitar Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Dalam kasus ini polisi juga memeriksa sejumlah pemilik akun di media sosial sebagai saksi. Di antaranya berlatar belakang wartawan media lokal, politisi dan aktivis lembaga swadaya masyarakat.
(amm)