5 Peninggalan Bangsa Portugis di Indonesia
A
A
A
Bangsa Portugis atau sekarang disebut Portugal merupakan salah satu bangsa yang ikut menjajah Indonesia selain bangsa Belanda, Inggris, Spanyol dan Jepang. Pada 15 Agustus 1511, mereka berhasil merebut Malaka, dan kemudian ingin menguasai Maluku karena kekayaan rempah-rempahnya.
Portugis membangun kerja sama dagang dengan Kesultanan Ternate ketika Kesultanan Ternate dan Tidore saling bermusuhan. Bersamaan dengan itu, Armada Laut Spanyol datang ke Maluku pada tahun 1521.
Spanyol yang sedang bersaing dengan Portugis diterima di Tidore. Karena diangap melanggar perjanjian Tordesillas, maka Armada Spanyol keluar dari Maluku dan menetap di Filipina.
Akhirnya, di Ternate terjadi pertempuran antara Portugis melawan tentara Sultan Hairun sejak tahun 1550. Pada tahun 1570, Sultan Hairun dibunuh oleh Portugis. Akibatnya, pengganti Sultan Hairun, yaitu Sultan Baabullah, bersumpah akan terus memusuhi Portugis dan mengepung benteng Portugis di Ternate.
Benteng ini berhasil bertahan selama empat tahun, hingga akhirnya tentara Sultan Baabullah berhasil menjebol pertahanan benteng dan membunuh semua pasukannya. Kala itu Portugis tidak dapat mengirim bala bantuan karena Malaka sedang dikepung Kesultanan Aceh.
Lima bangunan peninggalan Bangsa Portugis di Indonesia:
1. Benteng Tolukko Benteng yang satu ini mulanya dikenal dengan nama Tolukko, hingga akhirnya banyak orang meyebutnya dengan nama Benteng Hollandia. Benteng peninggalan bangsa Portugis di Indonesia ini dibangun pada tahun 1540 oleh Fransisco Sereo, seorang panglima Portugis.
Banyak yang mengatakan bawa nama Tolukku merupakan nama dari penguasa ke sepuluh yang berada di kesultanan Ternate. Namun, berdasarkan catatan sejarah Belanda di tahun 1610 benteng Portugis ini diperbaiki oleh Pieter Both yang merupakan pria berkebangsaan Belanda.
Tujuan memperbaiki benteng tersebut yaitu untuk menjadikan benteng sebagai tempat perlindungan atau pertahanan terhadap bangsa Spanyol yang kala itu tengah menyerang Ternate. Pada tahun 1864 benteng itu dikosongkan karena seluruh bangunan sudah rusak parah.Memasuki tahun 1996, benteng tersebut direnovasi oleh masyarakat setempat. Sayangnya setelah direnovasi justru keaslian dari bangunan seperti terowongan bawah tanah yang berhubungan langsung dengan laut malah menjadi hilang. Benteng Tolukko ini berada di Kelurahan Sangadji, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
2. Benteng Oranje
Benteng Oranje ini dulunya adalah sebuah peninggalan dari bangsa Portugis yang dihuni oleh orang-orang Melayu. Namun, oleh Belanda benteng tersebut dipugar kembali dan dijadikan sebagai pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda yang dipimpin langsung oleh Gubernur Jenderal VOC Pieter Both, Laurenz Reaal, Herald Reyist dan J.C Coum.
Namun kini, benteng Oranje ini menjadi salah satu tempat favorit bagi masyarakat Ternate dan pengunjung dari daerah lain untuk sekedar melepas penat. Dulunya kondisi benteng tersebut rusak parah, setelah mengalami revitalisasi oleh pemerintah setempat maka Benteng Oranje ini kembali menjadi salah satu tempat menarik di Ternate yang banyak dikunjungi pada hari libur dan musim liburan.
Benteng Oranje ini terletak di Jalan DR Hasan Boesoiri, Kelurahan Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
2. Benteng Kalamata
Benteng Kalamata atau Kalamata mempunyai nama lain sebagai Benteng Kayu Merah atau Benteng Santa Lusia. peninggalan bangsa Portugis di Indonesia ini dibangun menggunakan bebatuan sungai, batu kapur dan juga batu karang yang mempunyai arsitektur yang sangat indah. Letak dari benteng Kalamata dekat dengan laut, sehingga bisa melihat langsung Pulau Maltara dan Tidore dari kejauhan.
Benteng ini Didirikan pada tahun 1540 oleh panglima Portugis yaitu Fransisco Sereo. Fungsi didirikannya benteng ini untuk menghadapi serangan dari bangsa Spanyol dari Rum dan Tidore.
Seiring dengan digunakannya benteng tersebut, benteng inipun dibangun kembali oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda di tahun 1609 yang bernama Pieter Both. Sebelum itu, benteng Kalamata di kuasai oleh Spanyol pada tahun 1625 setelah dikosongkan oleh bangsa Portugis yang bernama Geen Huigen Schapen. Setelah ditinggalkan juga oleh bangsa Spanyol, benteng ini kembali dirawat oleh Belanda.
Akhirnya benteng tersebut menjadi saksi bisu sejarah di masa penjajahan. Pemandangan indah di sekitar kawasan benteng tersebut menjadi daya tarik bagi pengunjung baik lokal maupun mancanegara.
4. Penjara Tua Kema
Sebuah penjara bekas yang dibuat oleh bangsa Portugis berlokasi di Desa Kema III Kecamatan Kema, Minahasa Utara. Terletak di ketinggian enam meter di atas permukaan laut atau berjarak sekitar 500 meter dari pantai.
Penjara ini berada di sebuah gang sempit di tengah pemukiman penduduk. Ketika sampai ke penjara ini, nuansa putih sangat dominan mulai dari pintu masuk hingga ke bangunan penjara. Ketika memasuki bangunan utama penjara, pengunjung akan merasakan udara sedikit berbeda dari mulai agak dingin sampai membuat bulu kuduk merinding. Konon penjara ini dulunya merupakan tempat penghukuman bagi warga dan tentara yang melakukan kesalahan.
Bentuk dari penjara itu sendiri dibuat menyerupai gudang dengan ukuran 10 x 7,5 meter dengan tinggi bangunan mencapai 4 meter. Bahkan ada yang setinggi 7,25 meter apabila dihitung sampai dengan ujung atap.
Untuk ruangannya terdiri dari 3 bilik penjara yang berukuran tidak terlalu besar. Masing-masing pintu tersebut mempunyai pintu lagi yang di atasnya terdapat kisi-kisi besi. Yang membuat peninggalan bangsa Portugis di Indonesia menarik yaitu beberapa bangunan masih terlihat asli.
5. Gereja Tugu
Selain di Maluku dan Minahasa, Portugis juga memiliki peninggalannya di ibukota Jakarta tepatnya di Jakarta Utara. Peninggalan bangsa Portugis ini bernama Gereja Tugu. Di depan gereja terdapat tulisan tahun 1748.
Dalam catatan sejarah, dulunya bangsa Portugis dibawa sebagai tahanan oleh Belanda dari Pulau Malaka. Selanjutnya mereka melakukan ibadah di Gereja Sion yang letaknya di daerah Kota.
Namun, karena merasa tidak bebas, para leluhur Tugu pun melarikan diri ke kampung tugu yang dulunya masih terdapat rawa dan hutan. Atas inisiatif atau ide dari seorang pendeta Melchior Leydecker, maka dibangunlah sebuah gereja untuk pertama kalinya di tahun 1678 yang ceritanya berada di sebuah Gereja HKI yang ada di Tanjung Priok.
Di samping gereja terdapat lonceng yang masih ada sejak dulu. Hanya saja untuk lonceng yang asli disimpan di ruangan samping gereja dan diganti dengan replikanya. Beberapa makam keturunan Portugis pun bisa dijumpai di kawasan gereja tersebut.
Sumber:
[1] Wikipedia
[2] Perpustakaan Online Nasional
Portugis membangun kerja sama dagang dengan Kesultanan Ternate ketika Kesultanan Ternate dan Tidore saling bermusuhan. Bersamaan dengan itu, Armada Laut Spanyol datang ke Maluku pada tahun 1521.
Spanyol yang sedang bersaing dengan Portugis diterima di Tidore. Karena diangap melanggar perjanjian Tordesillas, maka Armada Spanyol keluar dari Maluku dan menetap di Filipina.
Akhirnya, di Ternate terjadi pertempuran antara Portugis melawan tentara Sultan Hairun sejak tahun 1550. Pada tahun 1570, Sultan Hairun dibunuh oleh Portugis. Akibatnya, pengganti Sultan Hairun, yaitu Sultan Baabullah, bersumpah akan terus memusuhi Portugis dan mengepung benteng Portugis di Ternate.
Benteng ini berhasil bertahan selama empat tahun, hingga akhirnya tentara Sultan Baabullah berhasil menjebol pertahanan benteng dan membunuh semua pasukannya. Kala itu Portugis tidak dapat mengirim bala bantuan karena Malaka sedang dikepung Kesultanan Aceh.
Lima bangunan peninggalan Bangsa Portugis di Indonesia:
1. Benteng Tolukko Benteng yang satu ini mulanya dikenal dengan nama Tolukko, hingga akhirnya banyak orang meyebutnya dengan nama Benteng Hollandia. Benteng peninggalan bangsa Portugis di Indonesia ini dibangun pada tahun 1540 oleh Fransisco Sereo, seorang panglima Portugis.
Banyak yang mengatakan bawa nama Tolukku merupakan nama dari penguasa ke sepuluh yang berada di kesultanan Ternate. Namun, berdasarkan catatan sejarah Belanda di tahun 1610 benteng Portugis ini diperbaiki oleh Pieter Both yang merupakan pria berkebangsaan Belanda.
Tujuan memperbaiki benteng tersebut yaitu untuk menjadikan benteng sebagai tempat perlindungan atau pertahanan terhadap bangsa Spanyol yang kala itu tengah menyerang Ternate. Pada tahun 1864 benteng itu dikosongkan karena seluruh bangunan sudah rusak parah.Memasuki tahun 1996, benteng tersebut direnovasi oleh masyarakat setempat. Sayangnya setelah direnovasi justru keaslian dari bangunan seperti terowongan bawah tanah yang berhubungan langsung dengan laut malah menjadi hilang. Benteng Tolukko ini berada di Kelurahan Sangadji, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
2. Benteng Oranje
Benteng Oranje ini dulunya adalah sebuah peninggalan dari bangsa Portugis yang dihuni oleh orang-orang Melayu. Namun, oleh Belanda benteng tersebut dipugar kembali dan dijadikan sebagai pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda yang dipimpin langsung oleh Gubernur Jenderal VOC Pieter Both, Laurenz Reaal, Herald Reyist dan J.C Coum.
Namun kini, benteng Oranje ini menjadi salah satu tempat favorit bagi masyarakat Ternate dan pengunjung dari daerah lain untuk sekedar melepas penat. Dulunya kondisi benteng tersebut rusak parah, setelah mengalami revitalisasi oleh pemerintah setempat maka Benteng Oranje ini kembali menjadi salah satu tempat menarik di Ternate yang banyak dikunjungi pada hari libur dan musim liburan.
Benteng Oranje ini terletak di Jalan DR Hasan Boesoiri, Kelurahan Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
2. Benteng Kalamata
Benteng Kalamata atau Kalamata mempunyai nama lain sebagai Benteng Kayu Merah atau Benteng Santa Lusia. peninggalan bangsa Portugis di Indonesia ini dibangun menggunakan bebatuan sungai, batu kapur dan juga batu karang yang mempunyai arsitektur yang sangat indah. Letak dari benteng Kalamata dekat dengan laut, sehingga bisa melihat langsung Pulau Maltara dan Tidore dari kejauhan.
Benteng ini Didirikan pada tahun 1540 oleh panglima Portugis yaitu Fransisco Sereo. Fungsi didirikannya benteng ini untuk menghadapi serangan dari bangsa Spanyol dari Rum dan Tidore.
Seiring dengan digunakannya benteng tersebut, benteng inipun dibangun kembali oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda di tahun 1609 yang bernama Pieter Both. Sebelum itu, benteng Kalamata di kuasai oleh Spanyol pada tahun 1625 setelah dikosongkan oleh bangsa Portugis yang bernama Geen Huigen Schapen. Setelah ditinggalkan juga oleh bangsa Spanyol, benteng ini kembali dirawat oleh Belanda.
Akhirnya benteng tersebut menjadi saksi bisu sejarah di masa penjajahan. Pemandangan indah di sekitar kawasan benteng tersebut menjadi daya tarik bagi pengunjung baik lokal maupun mancanegara.
4. Penjara Tua Kema
Sebuah penjara bekas yang dibuat oleh bangsa Portugis berlokasi di Desa Kema III Kecamatan Kema, Minahasa Utara. Terletak di ketinggian enam meter di atas permukaan laut atau berjarak sekitar 500 meter dari pantai.
Penjara ini berada di sebuah gang sempit di tengah pemukiman penduduk. Ketika sampai ke penjara ini, nuansa putih sangat dominan mulai dari pintu masuk hingga ke bangunan penjara. Ketika memasuki bangunan utama penjara, pengunjung akan merasakan udara sedikit berbeda dari mulai agak dingin sampai membuat bulu kuduk merinding. Konon penjara ini dulunya merupakan tempat penghukuman bagi warga dan tentara yang melakukan kesalahan.
Bentuk dari penjara itu sendiri dibuat menyerupai gudang dengan ukuran 10 x 7,5 meter dengan tinggi bangunan mencapai 4 meter. Bahkan ada yang setinggi 7,25 meter apabila dihitung sampai dengan ujung atap.
Untuk ruangannya terdiri dari 3 bilik penjara yang berukuran tidak terlalu besar. Masing-masing pintu tersebut mempunyai pintu lagi yang di atasnya terdapat kisi-kisi besi. Yang membuat peninggalan bangsa Portugis di Indonesia menarik yaitu beberapa bangunan masih terlihat asli.
5. Gereja Tugu
Selain di Maluku dan Minahasa, Portugis juga memiliki peninggalannya di ibukota Jakarta tepatnya di Jakarta Utara. Peninggalan bangsa Portugis ini bernama Gereja Tugu. Di depan gereja terdapat tulisan tahun 1748.
Dalam catatan sejarah, dulunya bangsa Portugis dibawa sebagai tahanan oleh Belanda dari Pulau Malaka. Selanjutnya mereka melakukan ibadah di Gereja Sion yang letaknya di daerah Kota.
Namun, karena merasa tidak bebas, para leluhur Tugu pun melarikan diri ke kampung tugu yang dulunya masih terdapat rawa dan hutan. Atas inisiatif atau ide dari seorang pendeta Melchior Leydecker, maka dibangunlah sebuah gereja untuk pertama kalinya di tahun 1678 yang ceritanya berada di sebuah Gereja HKI yang ada di Tanjung Priok.
Di samping gereja terdapat lonceng yang masih ada sejak dulu. Hanya saja untuk lonceng yang asli disimpan di ruangan samping gereja dan diganti dengan replikanya. Beberapa makam keturunan Portugis pun bisa dijumpai di kawasan gereja tersebut.
Sumber:
[1] Wikipedia
[2] Perpustakaan Online Nasional
(rhs)