Cerita Para Hafiz Tuna Netra Peserta MTQ Nasional di Sumut

Rabu, 10 Oktober 2018 - 06:00 WIB
Cerita Para Hafiz Tuna...
Cerita Para Hafiz Tuna Netra Peserta MTQ Nasional di Sumut
A A A
MEDAN - Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional XXVII di Medan dan Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut) menyimpan banyak cerita menarik para pesertanya. Terutama mereka yang merasakan sendiri guncangan dahsyat gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah (Sulteng) ketika mempersiapkan diri menjadi peserta MTQ.

Siang kemarin udara cukup panas. Matahari bersinar terang. Tak ada awan yang menghalangi cahayanya menusuk ke bumi. Lalu lintas jalan juga macet penuh kendaraan. Tanpa tekad kuat dan keikhlasan, mustahil orang bisa melewati situasi itu dengan senyuman.

Namun, Hairunnisa Makarau yang baru saja sampai di Asrama Haji Sumut malah raut muka menunjukkan sebaliknya. Gadis berumur 20 tahun itu tetap terlihat antusias dan bersemangat menuju Aula King Abdul Aziz, salah satu venue lomba MTQ untuk cabang Tilawah Alquran Golongan Cacat Netra. "Ini pertama kali saya ikut MTQ Nasional," ucap Nisa, panggilan akrab Hairunnisa Makarau, Selasa (9/10/2018).

Nisa adalah anggota kafilah dari Provinsi Sulawesi Tengah yang merasakan gempa besar melanda Kota Palu, Sigi, dan Donggala, akhir September lalu. Saat guncangan dahsyat terjadi, siswi kelas 2 SMU SLB Muhammadiyah Palu tersebut sedang mengikuti karantina di Asrama Haji Palu. "Alhamdulillah saya dan keluarga selamat," katanya.

Bungsu dari 6 bersaudara ini bercerita, ia berhasil menyelamatkan diri karena bisa keluar dari asrama. Meski tidak melihat, tapi Nisa mengaku hafal arah menuju pintu keluar. Dengan mengandalkan ingatannya dia berjalan sambil meraba-raba tembok atau benda di sekelilingnya. Nisa sempat terjatuh saat berbelok menuju pintu keluar. Beruntung ada temannya yang menolong. "Saya kemudian mengungsi di depan asrama haji," tuturnya.

Keberangkatan kafilah Provinsi Sulteng ke Medan tidak mudah. Para peserta MTQ dan official berangkat pada 4 Oktober menuju Balikpapan dengan menumpang pesawat hercules. Mereka kemudian melanjutkan penerbangan transit di Surabaya dan baru sampai Medan pada hari berikutnya. "Sampai saat ini saya masih trauma, apalagi di Medan ini saya menginap di hotel di lantai 5," ujar Nisa.

Hairunnisa mengaku senang karena pada pembukaan MTQ Nasional di Sumut, Presiden Jokowi mengirimkan doa Alfatihah untuk masyarakat Palu. Itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rasa saling peduli dengan yang lain. "Pak Presiden, terima kasih banget karena kepeduliannya pada masyarakat kota Palu dan sekitarnya," ujar Nisa yang bercita-cita menjadi guru.

Rasa syukur juga diungkapkan peserta lomba tilawah Alquran golongan cacat netra lainnya, Syamsuddin. Anggota kafilah asal Provinsi Maluku ini merasa beruntung karena anaknya, Umratul Aulia tidak menjadi korban gempa yang melanda Lombok, NTB, Agustus lalu. Anak kedua Syamsuddin itu merupakan santri di Pondok Tahfiz Alaziziyah Gunungsari, Mataram yang roboh saat gempa Lombok.

"Waktu itu, anak saya sudah pergi melanjutkan pindah ke Bandung, Jawa Barat untuk menjadi hafizah 30 juz," tutur Syamsuddin yang tidak bisa melihat sejak lahir.

Meski tidak melihat, Syamsuddin merupakan seorang hafiz. Bahkan saat ini dia memimpin Lembaga Pendidikan Alquran, Almunawwarah yang mengajarkan metode iqra, tajwid, dan lagu. Anak didiknya kini tak kurang dari 150 orang. "Rata-rata murid saya normal, hanya satu yang seperti saya," tutur Syamsuddin yang didampingi istrinya, Rukmini.

Kemampuan menghafal Alquran yang dimiliki Syamsuddin bukan dari sekolah formal. Menurutnya, sejak kecil dia sering dipangku kakek dan ayahnya ketika mengajarkan Alquran kepada para santrinya. Setiap bacaan Alquran didengarkan baik-baik dari segi tajwid dan pelafalannya. Hingga akhirnya dia sedikit demi sedikit hafal ayat suci. "Biasanya kalau diuji sama kakek atau ayah, saya malah bisa duluan dibanding santri-santri yang lain," ujar pria yang pernah tiga kali mengikuti MTQ ini.

Melalui MTQ ini, Syamsuddin berpesan kepada para penyandang disabilitas, termasuk tuna netra, tidak minder dalam pergaulan. Gali potensi yang dimiliki agar bisa setara atau bahkan melebihi orang-orang normal lainnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8717 seconds (0.1#10.140)