Terbentuknya Kabupaten Kerinci dan Perang Tiga Bulan Melawan Belanda
A
A
A
Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi. Kerinci ditetapkan sebagai Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh.
Pada tahun 2011, pusat pemerintahan berpindah ke Siulak. Nama kerinci berasal dari bahasa tamil yaitu kurinji, yang merupakan nama bunga yang tumbuh di daerah pegunungan India Selatan.
Berdasarkan catatan China menyebut ada sebuah negeri bernama Koying yang berdiri pada Abad 2 SM terletak di sebuah dataran tinggi dan memiliki Gunung api. Beberapa Ahli berpendapat bahwa Koying identik dengan dataran tinggi Kerinci.
Abad 14 M, Kerajaan Dharmasraya, Sumatera Barat mulai menetapkan undang-undang kepada para kepala suku atau luhah di setiap dusun di Selunjur bumi Kurinci. Kepala suku itu disebut Depati sebagaimana yang tercantum dalam kitab Undang-undang Tanjung Tanah.
Menurut Uli Kozok, negeri Kurinci atau Kerinci tidak sepenuhnya di bawah kendali Dharmasraya, para Depati tetap memiliki hak penuh atas kekuasaannya. Penetapan Undang-undang disebabkan Kerajaan Dharmasraya ingin menguasai perdagangan emas yang saat itu melimpah ruah di Bumi Kerinci.
Abad 15 M, Kerajaan Jambi mulai memegang kendali atas para depati di bumi Kerinci. Kerajaan Jambi yang berada di Tanah Pilih, Kota Jambi sekarang menunjuk Pangeran Temenggung Kebul di Bukit sebagai wakil Kerajaan Jambi di wilayah hulu berkedudukan di Muaro Masumai, untuk mengontrol dan mengendalikan para Depati di Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi.
Para depati yang dulunya terpisah-pisah dalam sebuah kampung atau kelompok kecil disatukan dalam pemerintahan yang dibuat oleh Kerajaan Jambi. Pemerintahan ini disebut dengan Pemerintahan Depati Empat, berpusat di Sandaran Agung.
Abad 16 M, terjadinya perjanjian di Bukit Sitinjau Laut antara Kesultanan Jambi yang diwakili oleh Pangeran Temenggung, Kesultanan Indrapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah dikenal dengan sebutan Tuanku Berdarah Putih dan Alam Kerinci diwakili oleh Depati Rencong Telang dan Depati Rajo Mudo.
Isi Perjanjian tersebut intinya untuk saling menjaga keamanan antar tiga wilayah sebab saat itu banyak para penyamun dan perompak yang berada di jalur perdagangan antara Kerinci-Indrapura maupun Kerinci-Jambi.
Abad 17 M, terbentuk Pemerintahan Mendapo nan Selapan Helai Kain yang berpusat di Hamparan Rawang, serta beberapa wilayah Otonomi tersendiri seperti Tigo Luhah Tanah Sekudung di Siulak, Pegawai jenang Pegawai Raja di Sungai Penuh.
Tahun 1901 M, belanda mulai masuk ke Alam Kerinci melewati renah Manjuto di Lempur hingga terjadi peperangan antara rakyat Kerinci dengan beberapa Pasukan Belanda.
Tahun 1903 M, Belanda berhasil membujuk Sultan Rusli, Tuanku Regent sekaligus menjabat Sultan Indrapura untuk membawa pasukan Belanda ke Alam Kerinci dengan tujuan agar tidak terjadi perlawanan dari rakyat Kerinci.
Ternyata yang terjadi sebaliknya, perlawanan Rakyat Kerinci begitu hebatnya hingga terjadi peperangan selama tiga bulan diPulau Tengah. Peperangan Pulau Tengah di bawah komando Depati Parbo memakan korban perempuan dan anak-anak yang begitu banyak setelah Belanda membakar habis Kampung tersebut. Tahun 1904 M, Kerinci takluk di bawah pemerintahan Belanda setelah kalah Perang dan Depati Parbo di Buang Ke Ternate
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kerinci masuk ke dalam Karesidenan Jambi (1904-1921), kemudian berganti di bawah Karesidenan Sumatra's Westkust (1921-1942). Pada masa itu, Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling yang dinamakan Onderafdeeling Kerinci-Indrapura.
Setelah kemerdekaan, status administratifnya dijadikan Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Sedangkan Kerinci sendiri, diberi status daerah administratif setingkat kewedanaan.
Sumber:
wikipedia
saktialam
diolah dari berbagai sumber
Pada tahun 2011, pusat pemerintahan berpindah ke Siulak. Nama kerinci berasal dari bahasa tamil yaitu kurinji, yang merupakan nama bunga yang tumbuh di daerah pegunungan India Selatan.
Berdasarkan catatan China menyebut ada sebuah negeri bernama Koying yang berdiri pada Abad 2 SM terletak di sebuah dataran tinggi dan memiliki Gunung api. Beberapa Ahli berpendapat bahwa Koying identik dengan dataran tinggi Kerinci.
Abad 14 M, Kerajaan Dharmasraya, Sumatera Barat mulai menetapkan undang-undang kepada para kepala suku atau luhah di setiap dusun di Selunjur bumi Kurinci. Kepala suku itu disebut Depati sebagaimana yang tercantum dalam kitab Undang-undang Tanjung Tanah.
Menurut Uli Kozok, negeri Kurinci atau Kerinci tidak sepenuhnya di bawah kendali Dharmasraya, para Depati tetap memiliki hak penuh atas kekuasaannya. Penetapan Undang-undang disebabkan Kerajaan Dharmasraya ingin menguasai perdagangan emas yang saat itu melimpah ruah di Bumi Kerinci.
Abad 15 M, Kerajaan Jambi mulai memegang kendali atas para depati di bumi Kerinci. Kerajaan Jambi yang berada di Tanah Pilih, Kota Jambi sekarang menunjuk Pangeran Temenggung Kebul di Bukit sebagai wakil Kerajaan Jambi di wilayah hulu berkedudukan di Muaro Masumai, untuk mengontrol dan mengendalikan para Depati di Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi.
Para depati yang dulunya terpisah-pisah dalam sebuah kampung atau kelompok kecil disatukan dalam pemerintahan yang dibuat oleh Kerajaan Jambi. Pemerintahan ini disebut dengan Pemerintahan Depati Empat, berpusat di Sandaran Agung.
Abad 16 M, terjadinya perjanjian di Bukit Sitinjau Laut antara Kesultanan Jambi yang diwakili oleh Pangeran Temenggung, Kesultanan Indrapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah dikenal dengan sebutan Tuanku Berdarah Putih dan Alam Kerinci diwakili oleh Depati Rencong Telang dan Depati Rajo Mudo.
Isi Perjanjian tersebut intinya untuk saling menjaga keamanan antar tiga wilayah sebab saat itu banyak para penyamun dan perompak yang berada di jalur perdagangan antara Kerinci-Indrapura maupun Kerinci-Jambi.
Abad 17 M, terbentuk Pemerintahan Mendapo nan Selapan Helai Kain yang berpusat di Hamparan Rawang, serta beberapa wilayah Otonomi tersendiri seperti Tigo Luhah Tanah Sekudung di Siulak, Pegawai jenang Pegawai Raja di Sungai Penuh.
Tahun 1901 M, belanda mulai masuk ke Alam Kerinci melewati renah Manjuto di Lempur hingga terjadi peperangan antara rakyat Kerinci dengan beberapa Pasukan Belanda.
Tahun 1903 M, Belanda berhasil membujuk Sultan Rusli, Tuanku Regent sekaligus menjabat Sultan Indrapura untuk membawa pasukan Belanda ke Alam Kerinci dengan tujuan agar tidak terjadi perlawanan dari rakyat Kerinci.
Ternyata yang terjadi sebaliknya, perlawanan Rakyat Kerinci begitu hebatnya hingga terjadi peperangan selama tiga bulan diPulau Tengah. Peperangan Pulau Tengah di bawah komando Depati Parbo memakan korban perempuan dan anak-anak yang begitu banyak setelah Belanda membakar habis Kampung tersebut. Tahun 1904 M, Kerinci takluk di bawah pemerintahan Belanda setelah kalah Perang dan Depati Parbo di Buang Ke Ternate
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kerinci masuk ke dalam Karesidenan Jambi (1904-1921), kemudian berganti di bawah Karesidenan Sumatra's Westkust (1921-1942). Pada masa itu, Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling yang dinamakan Onderafdeeling Kerinci-Indrapura.
Setelah kemerdekaan, status administratifnya dijadikan Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Sedangkan Kerinci sendiri, diberi status daerah administratif setingkat kewedanaan.
Sumber:
wikipedia
saktialam
diolah dari berbagai sumber
(nag)