Lakukan Aborsi Ilegal, Polda Sumut Bekuk Pensiunan ASN
A
A
A
MEDAN - Petugas Unit 3 Subdit 4 Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) membekuk dua wanita pelaku praktik aborsi ilegal.
Keduanya, adalah NFT alias T (69), pensiunan PNS warga Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas dan KFS alias TIKA (21), warga Kelurahan Rimbo, Kecamatan Muara Tebo, Provinsi Jambi.
Pelaksana Harian (Plh) Kabid Humas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan mengatakan, keduanya diamankan di rumah NFT yang merupakan pensiunan PNS di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas.
Petugas, sambung Nainggolan, awalnya menerima informasi dari masyarakat tentang adanya orang yang dengan sengaja melakukan aborsi dan tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan informasi tersebut, kata Nainggolan, petugas langsung mendatangi tempat praktik yang berada di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas.
"Saat berada di TKP, petugas menemukan seorang perempuan berinisial NFT yang sedang melakukan tindakan medis terhadap seorang pasien KFS alias TIKA yang diketahui akan melakukan aborsi terhadap janinnya yang telah berusia empat bulan di kandungan," terangnya, Rabu 29 Agustus 2018.
Mengetahui itu, petugas langsung mengamankan para pelaku dan membawa para pelaku beserta barang bukti ke Polda Sumut. Adapun barang bukti yang diamankan berupa uang tunai Rp5 juta, satu unit tempat tidur pasien, satu bantal, satu lembar perlak, satu potong kain sarung, satu tiang infus, satu fles infus dextrose bekas, dan tiga ampul pitogen yang masih berisi.
Saat petugas menginterogasi pelaku, kata Nainggolan, pihaknya sudah menjalankan praktik ilegalnya sejak 2012. "Diduga pelaku sudah aborsi lebih dari 5 pasien mulai dari awal dia buka praktik ilegalnya," ujar Nainggolan.
Dia mengatakan, setiap sekali melakukan aborsi, pelaku mendapat upah jasa dari pasien sebesar Rp6 juta. Keduanya, lanjut Nainggolan, dijerat dengan Pasal 194 jo Pasal 75 ayat (2) UU RI No 36/2009 tentang UU Kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda Rp1 Miliar.
"Mereka juga dikenakan Pasal 86 jo pasal 46 Ayat 1 UU RI No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman denda Rp100 juta," pungkasnya.
Keduanya, adalah NFT alias T (69), pensiunan PNS warga Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas dan KFS alias TIKA (21), warga Kelurahan Rimbo, Kecamatan Muara Tebo, Provinsi Jambi.
Pelaksana Harian (Plh) Kabid Humas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan mengatakan, keduanya diamankan di rumah NFT yang merupakan pensiunan PNS di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas.
Petugas, sambung Nainggolan, awalnya menerima informasi dari masyarakat tentang adanya orang yang dengan sengaja melakukan aborsi dan tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan informasi tersebut, kata Nainggolan, petugas langsung mendatangi tempat praktik yang berada di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas.
"Saat berada di TKP, petugas menemukan seorang perempuan berinisial NFT yang sedang melakukan tindakan medis terhadap seorang pasien KFS alias TIKA yang diketahui akan melakukan aborsi terhadap janinnya yang telah berusia empat bulan di kandungan," terangnya, Rabu 29 Agustus 2018.
Mengetahui itu, petugas langsung mengamankan para pelaku dan membawa para pelaku beserta barang bukti ke Polda Sumut. Adapun barang bukti yang diamankan berupa uang tunai Rp5 juta, satu unit tempat tidur pasien, satu bantal, satu lembar perlak, satu potong kain sarung, satu tiang infus, satu fles infus dextrose bekas, dan tiga ampul pitogen yang masih berisi.
Saat petugas menginterogasi pelaku, kata Nainggolan, pihaknya sudah menjalankan praktik ilegalnya sejak 2012. "Diduga pelaku sudah aborsi lebih dari 5 pasien mulai dari awal dia buka praktik ilegalnya," ujar Nainggolan.
Dia mengatakan, setiap sekali melakukan aborsi, pelaku mendapat upah jasa dari pasien sebesar Rp6 juta. Keduanya, lanjut Nainggolan, dijerat dengan Pasal 194 jo Pasal 75 ayat (2) UU RI No 36/2009 tentang UU Kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda Rp1 Miliar.
"Mereka juga dikenakan Pasal 86 jo pasal 46 Ayat 1 UU RI No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman denda Rp100 juta," pungkasnya.
(wib)