Festival Lembah Baliem, Diplomasi Budaya Indonesia

Selasa, 21 Agustus 2018 - 10:18 WIB
Festival Lembah Baliem, Diplomasi Budaya Indonesia
Festival Lembah Baliem, Diplomasi Budaya Indonesia
A A A
Setelah terbang sekitar lima jam dari Jakarta, pagi hari pada 7 Agustus 2018 pukul 06.15, pesawat yang saya tumpangi touch down di Bandara Sentani, Jayapura.

Meski ada gumpalan-gumpalan awan kecil bergelantungan di langit biru Papua, cuaca terlihat cerah. Waktu saya tidak tersedia banyak transit di Bandara Sentani. Satu jam setelah landing, saya dan Diar Nurbintoro, duta besar RI di Rumania (2014-2017), harus terbang lagi ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya.

Ruang tunggu penumpang menuju Wamena terlihat sangat padat. “Pesawat penuh Pak,” kata petugas maskapai penerbangan setelah saya sekadar bertanya. Sejak di Jakarta saya sudah diberi tahu bahwa tidak mudah mendapatkan kursi pesawat, baik dari Jakarta ke Jayapura, maupun dari Jayapura ke Wamena. Kenapa?

Hari itu dan tiga hari ke depan (7-10 Agustus 2018) diselenggarakan Festival Budaya Lembah Baliem di Distrik Welesi, Kabupaten Jayawijaya, sekitar 6 km dari Kota Wamena. Acara ini ramai oleh pengunjung dari dalam dan luar negeri.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jayawijaya Alpius Wetipo memperkirakan Festival Budaya Lembah Baliem 2018 dikunjungi sekitar 12.000 wisatawan dari dalam negeri dan 1.380 wisatawan dari luar negeri, terutama dari Asia Timur, Australia, dan Eropa. Lembah Baliem yang juga dikenal dengan Grand Baliem Valley dikelilingi oleh pegunungan Jayawijaya.

Luasnya 80 x 20 km. Lembah berpenduduk asli suku Dani ini ditemukan pada 1938 oleh Richard Archbold, peneliti asal Amerika Serikat. Festival Budaya Lembah Baliem adalah festival budaya tertua di Papua dan menjadi Top 100 Event Wisata Wonderful Indonesia.
Festival ini diikuti suku-suku di dataran tinggi Wamena dari 40 distrik masing-masing terdiri atas 50-80 orang penari dan pemain. Ditampilkan di festival antara lain upacara pernikahan massal melibatkan 100-200 pasangan, musik dan tarian tradisional, serta atraksi perang-perangan antarsuku Dani, Lani, dan Yali. Juga atraksi bakar batu, karapan babi, dan permainan musik pikon.

Tema festival tahun ini adalah “Heki awolok hape awolok. Heki awolok lek halok, hape awolok legat,” yang artinya, jika ingin berhasil, kita harus bekerja dengan giat. Irene, wisatawan dari Rusia, mengatakan bahwa dirinya datang ke Indonesia utamanya untuk menyaksikan Festival Lembah Baliem. Kim beserta keluarganya dari Korea mengatakan datang ke Festival Lembah Baliem karena ingin mengetahui penduduk asli Indonesia.

“Saya datang ke sini dengan membeli paket wisata,” katanya. Memang, Festival Lembah Baliem dipromosikan keluar negeri antara lain melalui paket-paket wisata internasional. Sebab, festival ini menjadi bagian penting dari kegiatan diplomasi budaya Indonesia.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3149 seconds (0.1#10.140)