Program Pengmas Integrasi Mitigasi Bencana Masyarakat Gunung Agung

Kamis, 02 Agustus 2018 - 18:56 WIB
Program Pengmas Integrasi Mitigasi Bencana Masyarakat Gunung Agung
Program Pengmas Integrasi Mitigasi Bencana Masyarakat Gunung Agung
A A A
KARANGASEM - Tim Pengabdian Masyarakat (pengmas) DRPM dan penelitian Vokasi Komunikasi (vokom) Universitas Indonesia (UI) melakukan pelatihan mitigasi bencana dan penanggulangan dampak bencana di Bali. Pelatihan kali ini digelar di TK Negeri Pembina Karangasem Amlapura.

Pelatihan diikuti oleh 246 anak TK yang baru saja mengalami pengalaman merasakan gempa yang menimpa Lombok pada Minggu 29 Juli 2018, sebab gempa juga dirasakan masyarakat Pulau Dewata. Kegiatan yang bertajuk “Meminimalisir Efek Negatif Bencana Alam dengan Integrasi Mitigasi Bencana” ini untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi pasca bencana gunung berapi yang mencakup kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

“Masyarakat sekitar Gunung Agung menjadi sasaran kami, mengingat peristiwa letusan Gunung Agung yang terjadi sejak 2017. Ini juga telah menjadi perhatian global, karena bencana letusan di pulau nomor satu favorit masyarakat dunia ini tidak memakan korban jiwa,” kata Devie Rahmawati, peneliti Vokom, Selasa 31 Juli 2018.

Kesiapan secara dini dibutuhkan melalui edukasi yang intensif. Pengabdi DRPM memilih TK Negeri Pembina yang merupakan salah satu TK Teladan di Bali, untuk menjadi lokasi pertama dari program pengmas, dengan harapan, semakin memperkokoh kemampuan hidup berdampingan dengan bencana oleh masyarakat Bali.

“Dengan terjun langsung menemui masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Agung, peneliti ingin mendapatkan model dari sebuah penanganan bencana yang melibatkan kerja struktural dan kultural masyarakat Bali,” tambah Devie, yang juga Ketua Program Studi Komunikasi Vokasi UI.

Amelita Lusia, ketua program pengmas mengatakan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk membantu masyarakat yang telah merasakan gempa dna letusan gunung, khususnya anak-anak, agar mampu melewati peristiwa yang memberikan pengalaman baru bagi mereka.

“Kami memilih program tanggap darurat dan trauma healing bagi anak-anak, dengan harapan dapat membantu anak menghilangkan beban psikologis anak. Sehingga, tetap mampu menjalani kehidupan keseharian secara normal,” ucap Amelita.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7582 seconds (0.1#10.140)